Diberdayakan oleh Blogger.

Laporkan Penyalahgunaan

REVIEW SHARING THOUGHT TRAVEL

Amelia Utami.

"I never mean to start blogging, I think it's late. But if I didn't start to write, I would never start nothing"

Sebenarnya ini menjadi big question dari dulu dan entah kenapa akhir-akhir ini saya terusik kembali dengan perasaan seperti itu. Pernahkah kalian mengalami, memiliki teman dekat atau yang kalian anggap sahabat, tapi hanya bertemu jika ada moment tertentu? Seperti buka puasa, sedang liburan, datang ke acara reuni atau tidak sengaja bertemu? karena kesibukan masing-masing, intensitas bertemu memang tidak menentu, tapi bukan itu sih yang buat "ko gini ya?".

Jadi, saya punya temen-temen deket dan kami berteman udah cukup lama. Dari awal berteman kami menganggap satu sama lain dan mengaku pada orang lain adalah sahabat, best friends atau soulmate (bukan nama ustad, oke ini nggak lucu). Sekali lagi, karena kesibukan masing-masing, kami jarang ketemu. Paling ketemu satu tahun sekali atau bahkan nggak ketemu bertahun-tahun terus bikin acara (yang lebih sering batal daripada jadinya).

Yang lucu adalah selama nggak ketemu itu kami jaraaaaang sekali saling contact. Temu-temu dapet kabar si A mau menikah, si B udah mau punya anak atau si C udah putus sama cowoknya. Cuma bisa kaget karena nggak tau awal ceritanya gimana. Lah, katanya sahabat?

Yang lebih lucu lagiiiii, saat ketemu kami bener-bener seperti layaknya sahabat. Foto bareng, pasang senyum sumringah, ngobrol-ngobrol akrab atau bahkan curhat! Setelah pertemuan itu? blaaaaas! Kami ya paling cuma contact buat ngobrol basa basi ala kadarnya. Bahkan kadang saya nggak ngerti apa yang mereka obrolin, topik apa yang tadi mereka omongin. Kami ngobrol seolah-olah kami saling mengerti, saling mengetahui sebagai sahabat. Tapi padahal isi obrolannya aja nggak tau tentang apa. Mau nanya pun rasanya sungkan karena ya itu : we communicate only if mutually meet at a moment. Berasa ketinggalan berita. Antisipasinya paling cuma ikut senyam-senyum atau ketawa-ketawa doang. Meskipun rasanya lagi-lagi ko gini banget ya? jangan-jangan gue nih yang nggak bisa "masuk" ke obrolan mereka?

Yang lebih lucu-lucunya lagiiii, kadang kalau di tanya tentang mereka saya "kesulitan" jawab. Contohnya : "Eh, ami gimana kabar si A? sekarang tinggal di mana?" eng..ing...eng biasanya gue rada ngarang nih jawabnya. "Baik ko. Eh bukannya masih tinggal di kota B? terakhir cerita sih masih tinggal di situ". Padahal terakhir cerita entah tahun berapa hahahaha.

Saya bukannya mau jelek-jelekkin temen sendiri, toh saya juga merasa sebagai seorang temen banyak kurangnya. Mungkin saya nggak bisa mendekatkan diri, nggak bisa terbuka, nggak gampang mengungkapkan perasaan atau pergaulan mereka sekarang yang nggak "masuk" lagi dalam standar pertemanan saya. Suka nggak suka, realitanya seperti itu. Dan memang aneh aja rasanya.

Mengaku berteman baik, tapi tidak tau apa-apa tentang mereka.
Mengaku berteman baik, tapi baru rajin saling contact saat ingin bertemu.
Mengaku berteman baik, tapi baru mau menghubungi cuma saat mengucapkan selamat ulang tahun. Itu juga kalau nggak lupa.
Mengaku berteman baik, tapi tidak tau kalau mereka udah ganti nomer HP.
(keterlaluan nggak sih kalau yang ini? hahahaha)

Mungkin selama ini saya terlalu berlebihan dalam mengartikan kata "best friends" yang sudah lama di sematkan di antara kami, jadi ngerasa kecewa begitu kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Tapi balik lagi sih ya, berteman itu kan tidak membutuhkan umpan balik. Tidak membutuhkan pengakuan. Saya nggak bisa maksa mereka untuk dekat dengan saya atau saya dekat dengan mereka. Saya pribadi pun nggak pernah punya teman dekat banget sampai awetnya bertahun-tahun alias selalu berubah-ubah, karena itulah yang namanya hidup. Selalu bertemu dengan teman baru. 

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan mereka, sahabat tetap sahabat. Apapun definisnya. Sedekat apa hubungannya. But I know, they are kind persons. Belum tentu saya menemukan teman-teman baik seperti mereka di luar sana :)

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
REVIEW

Novel by Adhitya Mulya

Gambar dari google.com
Beli buku ini udah lumayan lama dan baru tergerak bikin review-nya sekarang (gubrak!). Agak surprise bahwa ternyata salah satu novel penulis di angkat ke layar lebar dan jadi salah satu film Indonesia favorit saya, yaitu Jomblo (lah, kemana aja gue? lagi semedi di gua! *kalem*).

Banyak yang bilang buku ini sedih. Setelah saya baca, sedih sih nggak, terharu iya. Gimana pun kehilangan seorang ayah untuk selama-lamanya pasti meninggalkan kesedihan yang tak bisa di ungkapkan. Untungnya pak Gunawan Garnida punya cara unik agar tetap dapat mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya -Satya dan Cakra-, meskipun dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Yup, Pak Gunawan setelah di vonis sakit, ia membuat video untuk anak-anaknya. Dan video itu di putar setiap hari sabtu.

Bagian saat video di putar lah bagian yang menurut saya paling haru....

Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian,.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap bercerita kepada kalian.
Ingin tetap mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.

Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian.

Dan berkat "bimbingan" Bapak lewat video itu, Satya dan Cakra tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, sukses dan tidak kekurangan kasih sayang seorang ayah. Saat mereka berdua menghadapi permasalahan hidup masing-masing, video Bapak menjadi panutan mereka. Cakra belajar mencari cinta dan Satya belajar menjadi suami dan bapak yang baik.

****

Novel ini lebih cocok di jadikan novel parenting untuk para orang tua yang sedang membesarkan anak-anaknya. Saya yang belum menikah dan belum punya anak, jadi banyak belajar dari novel ini. Bagaimana merencanakan masa depan anak-anak dengan matang dari jauh-jauh hari. Rezeki memang di tangan Tuhan, tapi sebagai manusia kita wajib berencana untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang ada.

Satu dialog yang saya suka :
Mamah : "Ka, istri yang baik nggak akan keberatan di ajak melarat".
Cakra   : "Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk     melarat".
Duh, Cakra ini calon suami idaman banget ya hehehe.

Untuk kamu yang suka baca novel dengan bumbu konflik-konflik didalamnya, mungkin akan sediit kecewa membaca novel ini. Karena novel Sabtu Bersama Bapak hampir tidak ada konflik seperti novel-novel kebanyakan. Tapi karena bagi saya kategori novel itu hanya dua : enak di baca dan tidak, maka saya tidak begitu peduli dengan konflik.

Bintang 4,5 dari 5. Nggak sempurna karena saya agak terganggu dengan ukuran font yang kecil di novel. Selebihnya....recommended!

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
REVIEW

A Novel by Kathryn Littlewood

Gambar di ambil dari goodreads.com. Edit oleh penulis.
#1 Bliss

Dikasih novel ini sama Defbry tahun 2013. Awalnya saya nggak tertarik untuk baca karena yeah saya nggak terlalu suka novel terjemahan. Imajinasi saya nggak baik. Membayangkan setting novel Indonesia aja kadang suka kesulitan, apalagi membayangkan setting novel luar negeri yang entah tempatnya ada dimana (hahaha). Selain itu, aneh aja rasanya baca novel dengan bahasa Indonesia yang baku. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk membaca karena tergoda dengan covernya yang catchy banget (ami anaknya gampang tergoda :p ).

Terbukti novel Bliss sempet saya anggurin selama satu tahun lebih, baca sedikit halaman awal-awal, kemudian saya menyerah : ini novel apaan sih?. Memutuskan membaca lagi setelah banyak yang review katanya seru dan menarik ceritanya, apalagi ada kelanjutannya. Yaudah deh saya lanjut baca dengan ekspektasi yang rendah, tapi....tapi....makin ke halaman belakang...eh ko seru? ko lucu? wah, ko bisa saya nganggurin ni buku? 

Intinya di buku pertama Bliss ini terpusat pada kedatangan bibi Lily (saudara jauh keluarga Bliss) yang kehadirannya "menyihir" seluruh anak-anak keluarga Bliss (Rose, Ty, Sage dan Leigh) dengan wajah cantiknya, keramahannya dan tentu saja keahliannya dalam membuat kue. Tanpa mereka sadar bahwa bibi Lily memiliki rencana jahat, yaitu ingin mencuri buku resep ajaib keluarga Bliss yang mengandung bahan sihir. Dan saat buku resep itu sudah berpindah tangan, Rose dan saudaranya hanya bisa menyesal. 

#2 A Dash of Magic

Rosemary Bliss rela melakukan apa saja untuk mendapatkan kembali buku resep ajaib milik keluarganya. Maka, ia menerima tantangan bibi Lily untuk mengikuti kompetensi masak internasional di Paris. Jika Rose menang, bibi Lily akan mengembalikan bukunya. Jika tidak, buku itu akan hilang selamanya.

Bliss bagian kedua ini bagi saya paling berkesan karena mungkin setting-nya di luar Amerika dan juga ceritanya lebih berkembang. Membuat saya banyak tertawa dan menikmati setiap petualangan tokohnya. Membayangkan Ty, Sage dan Rose berkeliling Paris demi mendapatkan bahan-bahan ajaib : Rahasia Senyum Monalisa, Dentang Lonceng Notre Dame, Bisikan Kekasih, sampai Hujan Murni di Puncak Eiffel. Loh, ko bisa penulis punya ide begitu? hahahaha. 

Dan keseruan itu mencapai puncaknya ketika Rose berhasil keluar sebagai juara dan mendapatkan buku ajaib keluarganya kembali! Saya ikut lega beneran karena sepintas bibi Lily ini karakternya nyaris sempurna dan tak bisa di kalahkan. Huuu rasain! Akhirnya kalah juga...hihi.

#3 Bite-Sized Magic

Meskipun Rose sudah mendapatkan buku resep ajaibnya kembali dan dia mendapatkan ketenaran setelah memenangkan kompetisi masak internasional, namun ternyata masih ada masalah baru yaitu Tn. Butter dari perusahaan Mostess menculiknya, memaksanya mengembangkan beberapa resep ajaib, seperti moony pye dari keju bulan dan seloyang sus cokelat berpendar.

Kekacauan terjadi. Resep ajaibnya menciptakan zombie!

Bagaimana keseruan Rose dan saudaranya mencegah rencana jahat Tn. Butter dalam menguasai dunia dengan kudapan jahat? beli dan bacalah sendiri...hahahaha.

****

Meskipun karakter tokohnya adalah anak-anak, tapi saya jamin buku ini bisa di nikmati oleh semua kalangan usia. Ceritanya ringan, seru dan terselip banyak humor dalam dialognya. Buku ini cocok untuk menemani kamu di waktu santai :)

Bintang 4,5 dari 5. 
Terutama untuk terjemahan bahasa Indonesia-nya yang enak di baca dan nggak aneh.

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun...

Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsisten (kalau kebetulan ada duit hehehe). Tapi semenjak lulus kuliah dan balik ke kampung halaman, hobi itu jadi tersendat. Karena yeah di kampung nggak ada toko buku. Kalau pun ada, toko bukunya kecil dan koleksinya nggak lengkap. 

Beda banget waktu masih tinggal di Bandung. Mau beli buku, tinggal melesat naik angkot ke Gramedia atau Togamas. Kalau duitnya lagi cekak, ya belinya di Palasari. Intinya banyak pilihan. Waktu masih ada Defbry juga, masih bisa nitip ke dia. Trus tinggal minta tolong kirim ke rumah. Baru sekarang-sekarang saya mulai ngerasa frustasi karena nggak mungkin banget ke Bandung cuma beli buku doang :(

Akhirnya saya menemukan solusinya! *teriak girang*

Saya coba beli buku via online. Mungkin karena saya katro atau terbiasa beli buku langsung di toko, jadi saya nggak begitu tau kalau banyak toko buku online bertebaran. Awalnya ragu karena takut nipu. Tapi karena hasrat membaca buku sudah membludak (gaya banget sih, Mi!) akhirnya saya berani untuk order buku via online. 

Dari rekomendasi teman-teman dan berhari-hari survey di internet sampai mata nyureng, saya memilih order di Buku Kita. Secara keseluruhan, servicenya memuaskan dan trusted. Salah satu yang saya rekomendasikan! Oh ya, salah satu kelebihan beli buku lewat online adalah harga yang lebih murah dari harga asli di toko. Kalau di bukukita sendiri rata-rata dapet diskon 15%/buku. Lumayan, kaaaan?

Ada dua cara order di sana :
  1. Lewat website bukukita. Buka websitenya lalu tinggal pilih buku dengan mengetik Judul dan Pengarang. 
  2. Lewat Sms/Whatsapp. Order dengan mengetik format sesuai ketentuan. Saya memilih oder via whatsapp karena menurut saya lebih mudah dan nggak seribet di web. Tapi memang harus sabar karena sangat slow respon. Ini masih bisa di maklumi, mengingat orang yang order buku pasti jumlahnya sangat banyak. Tapi tenang saja, pasti di bales dan  mendapatkan konfirmasi orderan.
Sedikit tips membeli buku lewat online :
  1. Jangan membeli buku yang sudah lama terbit. Di gudang penerbit kemungkinan besar nggak ada, Kalau kita masih nekat, pihak bukukita akan mengkonfirmasikan bahwa buku yang kita pesan sudah tidak tersedia dan akan mengembalikan uang kita. Dimana-dimana urusan refund itu ribet banget! Saya saranin sih jangan ambil resiko. Yang ada bikin jengkel.
  2. Harus sabar. Karena beli buku lewat online dan datang langsung toko itu sangat berbeda, jadi jangan kaget kalau orderan kita sampainya agak lama. Karena namanya toko buku online, tidak semua buku ready stock ada di mereka. Sesuai pengalaman saya, saya pesen buku yang stocknya ada di gudang penerbit. Dibutuhkan waktu satu-dua hari untuk mengambilnya di penerbit. Kalau stocknya ada di mereka, pengiriman akan lebih cepat. 
  3. Jangan ragu bertanya kepada mereka tentang proses orderan kita. 
Sekian dan selamat berbelanja bukuuuuuu :)

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting #30hariproduktifmenulis yang terseok-seok karena laptop saya error mulu.

Sore ini saya lagi tertarik pengen ngasih review sedikit tentang novel yang dua hari lalu baru selesai saya baca yaitu Dilan bagian kedua. Berbeda dengan novel bagian pertama yang kebetelun saya nggak sengaja beli di pameran buku Mizan tahun 2014 lalu, (tanpa tau kalau novel itu lagi booming banget), saya nggak terpikir untuk membuat review. Kenapa? karena saking terhayutnya saya (duile) sama tokoh Dilan dan segala tingkah sablengnya. Di bagian pertama, saya nggak berhenti tertawa dan geleng-geleng kepala sekaligus takjub : "wow, ko ada laki-laki kaya Dilan?". Hehehe. 

Gaya bahasa ayah Pidi Baiq juga sangat berbeda dengan penulis lain. Kalau saya bilang, keluar dari aturan-aturan menulis novel pada umumnya. Tapi herannya, ini yang membuat saya nggak paham, saya ko seakan nggak peduli ya. Bodo banget. Meskipun ada beberapa bagian yang garing dan nggak masuk ke saya (meskipun sudah berkali-kali saya coba), tapi tetep oke dan bikin betah baca sampai halaman terakhir. Bintang 4,5 dari 5 untuk novel Dilan : Dia adalah Dilanku Tahun 1990.

Gambar dari mizan.com. Edit oleh penulis.
Bagaimana dengan Dilan bagian kedua? terus terang saya agak kecewa, meskipun saya masih bisa menikmatinya sampai halaman terakhir. Saya rela pergi ke Gramedia Cirebon untuk beli novel ini saking excitednya dan takut kehabisan. Saya juga rela mengingat-ingat kembali tokoh-tokoh yang ada di Dilan bagian pertama. Karena untuk membaca buku bagian pertama lagi, saya males. 
Siapa juga yang nggak penasaran sama ending kisah cinta Dilan dan Milea?

Oke, ada beberapa hal yang membuat saya jauh lebih suka Dilan bagian pertama daripada kedua, yaitu : 

1. Di bagian kedua, terlalu banyak dialog yang panjang dan maaf, garing. Saya beberapa kali sempat mengkerutkan kening karena saking booringnya. Meskipun akhirnya saya tetep baca dan tidak tega untuk men-skip-nya.

2. Entah kenapa saya kesel banget sama tokoh Milea di Dilan bagian kedua ini. Meskipun berkali-kali Milea bilang di buku bahwa tingkahnya harap di maklumi karena masih remaja dan sulit mengontrol perasaannya yang masih labil, tapi tetep saja saya jengkel. Bagi saya Milea ini terlalu berlebihan reaksinya. Baik saat menghadapi kenakalan Dilan, saat mencemaskan Dilan apalagi saat merindukan Dilan. hahaha yang terakhir karena saya sirik. Kadang pas baca saya sempet mikir : "Ini Milea udah ngerjain PR belum ya? Mikirin Dilan mulu!"

3. Kelucuan Dilan menurun drastis di Dilan bagian kedua. Nggak tau kenapa saya merasa Dilan banyak berubah. Cenderung serius. Dilan, kamu kenapa? kamu bosan? salah gue? salah temen-temen gue? *di keplak*. Kelucuan Dilan di bagian kedua ini agak maksa dan ada beberapa yang di ulang-ulang (saya lupa di bagian mana)

4. Dilan bagian kedua ceritanya lebih mendung. Tidak seceria bagian pertama. Akew, temen Dilan, meninggal karena di keroyok oleh geng motor, Dilan di keluarkan dari sekolah dan ayah Dilan meninggal. Maaf ya ini spoiler, hehehe.

5. ENDINGNYA! Ini nih yang bikin hati saya berkecamuk hahaha. Meskipun udah ketebak pas baca bagian pertama, tapi masih berharap bahwa ayah Pidi Baiq mau merubahnya. Tapi apa daya toh tetep sama. Jadi dua bab terakhir Dilan bagian kedua adalah bagian yang berat saya baca. 
Yeaaah akhirnya, Milea menikah dengan laki-laki lain dan saat menulis cerita ini, dia sudah punya anak. Saya ikut sedih plus ngeri juga. Udah punya suami, tapi di dalam hatinya masih menyimpan satu nama laki-laki yang masih sangat di rindukannya. Laki-laki yang pernah sangat dia cintai.
Jujur saja, saya tidak mau seperti Milea. Saya ingin menikah dengan tidak membawa masa lalu saya. Dengan tidak membawa perasaan dari satu nama laki-laki pun dari masa lalu saya. Ya ngeri aja perasaan seperti terbagi-bagi seperti itu.
Terus ya yang jadi pertanyaan saya, kemana saja Dilan setelah putus dengan Milea sampai akhirnya Milea menikah dengan laki-laki lain? sayangnya, penulis tidak menjelaskannya, termasuk menjelaskan siapa perempuan yang ikut melayat di pemakaman ayah Dilan dan seperti apa kehidupan Dilan sekarang.
DILAN, SIAPA PEREMPUAN ITU? saya jadi gemas sendiri! Hahahaha.

Di twitter, penulis berjanji bahwa Dilan akan menjelaskan semuanya. Apakah cerita Dilan akan berlanjut? kita liat saja nanti. Yang jelas Dilan bagian kedua ini harus kamu miliki, terutama yang sudah membaca bagian pertama. saya tidak bilang bagian kedua ini jelek, tidak, sama sekali. Hanya masalah selera saja dan bagi saya cerita Dilan tetap membekas di hati.

Bintang 4 dari 5. Terutama untuk ilustrasinya yang keren banget!

Terima kasih Pidi Baiq sudah membuatkan cerita Dilan, tolong sampaikan salam saya untuk Dilan dimanapun dia berada :)

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
Share
Tweet
Pin
Share
21 komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • DRAMA KOREA (5)
  • KATA BICARA (4)
  • RANDOM (1)
  • REVIEW (49)
  • SahabatDifabel (1)
  • SHARING (24)
  • THOUGHT (81)
  • TRAVEL (17)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (2)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (47)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  Agustus 2017 (8)
    • ►  Juli 2017 (6)
    • ►  Juni 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (6)
    • ►  April 2017 (3)
    • ►  Maret 2017 (2)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (23)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (4)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (2)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Juni 2016 (2)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  Maret 2016 (1)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ▼  2015 (44)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (4)
    • ▼  Juli 2015 (5)
      • Best Friends Who Met If There are Moments
      • Sabtu Bersama Bapak
      • Review Novel : The Bliss Bakery Trilogy
      • Pengalaman Belanja Buku Via Online
      • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tah...
    • ►  Juni 2015 (6)
    • ►  Mei 2015 (15)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (3)
    • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  Januari 2015 (2)
  • ►  2014 (25)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  November 2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  Agustus 2014 (5)
    • ►  Juli 2014 (4)
    • ►  Juni 2014 (1)
    • ►  Mei 2014 (1)
    • ►  Maret 2014 (3)
    • ►  Februari 2014 (2)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  Agustus 2013 (2)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  Januari 2013 (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  Desember 2012 (2)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  September 2012 (1)
    • ►  Agustus 2012 (4)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  Februari 2012 (1)

Pinterest

Visitors

Followers

Populer Post

  • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tahun 1991
    Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting...
  • Bulan Ramadhan : Waktunya untuk Lebih Intropeksi Diri
    Hai, baru bisa  update posting #30hariproduktifmenulis. Sebenarnya ini murni karena kemalasan saya. Maafkan *salim*. Karena sekar...
  • Pengalaman Belanja Buku Via Online
    Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun... Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsist...
  • Pengalaman Menjalankan Diet GM
    Duh, sebenarnya geli ya bikin postingan tentang diet. Seumur hidup saya nggak pernah menjalankan diet karena badan saya pernah terlalu...
  • Jangan Terjebak Cinta yang Rumit
    Perlu di sadari, kehidupan cinta di kehidupan nyata sangat berbeda dengan kehidupan cinta dalam drama korea. Apapun bisa terjadi ...

Profil

Foto saya
Amelia Utami.
Random blogger. Kadang suka nulis serius, kadang galau, tapi lebih sering curhat.
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates