Diberdayakan oleh Blogger.

Laporkan Penyalahgunaan

REVIEW SHARING THOUGHT TRAVEL

Amelia Utami.

"I never mean to start blogging, I think it's late. But if I didn't start to write, I would never start nothing"

Melihat anak remaja jaman sekarang yang berlomba-lomba untuk eksis di dunia maya dengan berusaha memperoleh followers sebanyak-banyaknya, dengan cara yang "gila" sekalipun. Kemudian saya jadi teringat dengan kisah saya sendiri di masa lalu. Bedanya, ini terjadi di dunia nyata. Karena jaman remaja saya dulu tidak kenal media sosial.

Masa remaja adalah masa dimana eksistensi adalah nomor satu. Tidak peduli dengan cara apapun, hampir setiap remaja "bertaruh" agar menjadi anak yang eksis. Baik di mata guru-gurunya maupun dimata teman-temannya. Dan yeah mee too... waktu itu saya pengen punya banyak teman. Sounds like a normal teenagers, right? Saya melakukan segala cara agar saya punya banyak teman. Jika teman-teman yang lain melakukannya dengan cara yang terang-terangan, seperti mengajak main bersama, basa basi sok akrab dan lainnya. Saya memilih cara dengan tampil menjadi "orang lain", tapi berkedok bahwa itu adalah diri saya sebenarnya. Saya berusaha tampil cantik seperti si A, saya maksa-maksa cari bahan obrolan supaya keliatan lebih ramah, saya ikut-ikutan pake baju kaya si B biar keliatan lebih "wah" di mata teman-teman saya. 

Saya tidak menyadari itu adalah sebuah kesalahan besar karena saat itu yang ada dalam pikiran saya adalah : saya harus "survive" ketika berada di lingkungan sekolah. Lebih tepatnya ketakutan sih. Bagi saya, tidak memiliki banyak teman sama saja seperti di kucilkan. Susah nanti kalau ada apa-apa, contoh kecilnya kaya informasi sekolah atau PR. You can judge me, but hey di antara kamu pasti pernah mengalaminya kan?

Terus hasil yang saya dapatkan apa ketika menjadi "orang lain"? Yang jelas adalah capek. Capek karena harus berubah-ubah terus, tapi pada akhirnya teman-teman yang dekat hanya selintas saja. Selebihnya? ya saya sendiri lagi. Saya menyadari ini ketika masuk kuliah. Sama seperti waktu sekolah, masa awal-awal kuliah adalah masa mencari teman sebanyak mungkin. Saya melakukannya. Tapi tidak lagi dengan cara yang sama seperti dulu. Saya berusaha memperkenalkan diri saya yang sebenarnya. Apalagi ketika ada beberapa teman yang mengecewakan saya dan make a pain in my heart, ya yaudahlah mau di apain lagi. Dendam? nggak. Marah? pasti. Tapi dari situ saya belajar mandiri. Tidak ketergantungan pada orang lain. Tidak berharap banyak orang lain akan memperlakukan saya dengan baik. Kemana-mana kalau bisa sendiri, ya sendiri. Belajar tetap teguh kalau saya orangnya begini. Dan belajar untuk tidak menyalahkan diri sendiri.

Awalnya saya takut jika tidak memiliki banyak teman, saya akan susah "survive" ketika berada di tengah-tengah lingkungan. Tapi kenyataannya, ketakutan saya itu tidak terbukti. Saya baik-baik saja. Saya bahagia walaupun hanya memiliki segelintir teman. Memiliki teman sedikit atau banyak, itu bukan lagi masalah yang besar bagi saya. Masalah yang akan membuat saya menjadi "orang lain" lagi. Sejujurnya, I'm welcome anyone to be my friend. Walaupun pada akhirnya saya "menyeleksi" mereka, but it was normal, isn't it?

So be original. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Don't be afraid you have no friends or followers. Don't worry you will be lonely. Be your self more important than anything. Klise but true....

Love 
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hallo, I' m back.

I've promised to share a story about my job, and now is the time....

Dari kecil saya memiliki kemampuan yang bisa di bilang lemah dalam pelajaran hitung-menghitung alias matematika. Itu terbukti dari telatnya saya "menangkap" pelajaran tersebut ketika berada di sekolah dasar. Ketika teman-teman sekelas saya sudah bisa menghitung perkalian dan pembagian, saya masih stuck di penambahan dan pengurangan. Nilai matematika saya di rapot pun nggak bagus, meskipun nggak jelek juga. Suprising ketika SMA saya berhasil masukan jurusan IPA dengan kemampuan matematika saya yang pas-pasan. Modal saya waktu itu cuma pengen belajar supaya nilainya nggak jelek. Titik.

Untuk mempelajari matematika lebih dalam? BIG NO! Cukup di bangku sekolah aja. Makanya ketika kuliah saya pilih jurusan yang aman dari pelajaran angka-angka. Dan resmi lah saya menjadi mahasiswa FISIP. Meskipun ada mata kuliah statistik nggak masalah. Toh cuma ketemu sekali.

Dengan gelar sarjana Ilmu Politik yang berhasil saya dapatkan setelah berjuang kuliah selama empat tahun, saya berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang walaupun melenceng, setidaknya nggak ketemu angka-angka. Serius, kadang saya separno itu sama matematika. Hahaha.

Tapi apa daya manusia hanya berencana, Tuhan yang menentukan. Berawal dari lamanya saya mendapatkan pekerjaan (ini pun di luar ekspektasi saya), akhirnya saya memutuskan untuk bekerja apa saja. Apa saja dalam arti nggak banyak pilih. Nggak harus di bidang ini itu dan bla bla. Yang penting kerja. Karena percayalah menjadi pengangguran lebih tidak mengenakan.

Panggilan dari perusahaan swasta di bidang pembiayaan akhirnya menjadi jawaban dari doa-doa serta usaha saya untuk mendapatkan pekerjaan. Sekaligus menjadi jalan sampai saya berada di posisi sekarang. Awalnya saya masuk sebagai karyawan honor. Tapi ketika itu saya merasa bahagia banget. Ya siapa yang nggak bahagia sih setelah lama menganggur akhirnya dapet pekerjaan? nggak peduli itu honor atau apa. Yang penting ada pekerjaan.

Tiga bulan masa kontrak honor saya. Saat itu tanpa pikir panjang saya menerimanya. Saya anggap tiga bulan adalah waktu training. Hitung-hitung untuk pengalaman kerja. Saat itu saya di tempatkan di Customer Service. Baru genap dua hari di posisi CS, saya di suruh pindah ke Back Office, tepatnya di Credit Admin, sampai kontrak honor saya abis. Dan tibalah saat kontrak honor saya berakhir. Saya kembali menjadi job seeker. 

Dua minggu setelah saya mengganggur, saya di panggil kembali oleh perusahaan tersebut untuk menepati posisi teller karena teller-nya sedang cuti melahirkan. Saya bisa aja sih menolak, toh status saya nggak berubah. Tetep honor. Sambil menunggu penggilan kerja, saya akhirnya menerima tawaran itu. Baru dua minggu saya menjadi teller, saya di suruh ikut tes psikotes karyawan reguler. Dengan posisi Finance Staff karena Finance Staff sebelumnya mau resign. Saya bengong. Ko bisa milih saya? dalam hati saya teriak-teriak menolak. Saya tau banget Finance Staff itu kerjaannya kaya gimana. Tau dari siapa? ya liat sendiri lah. Waktu itu saya bimbang. Karena sejujurnya saya udah tertekan banget di posisi teller. Setiap hari di bayang-bayangin duit nasabah yang banyak. Setiap hari berdoa supaya uangnya nggak selisih, nggak salah input atau nggak ketemu uang palsu. Belum lagi ketemu nasabah aneh yang suka marah-marah, cerewet, bawel dan sebagainya.

Apa job desk Finance Staff?

Pada dasarnya tugas Finance Staff adalah bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan. Di perusahaan tempat saya bekerja, Finance Staff terdiri dari dua bagian, yaitu Finance Out dan In. Saya kebagian di Finance In, yaitu bertanggung jawab terhadap uang yang masuk, dalam hal ini uang setoran dari nasabah, baik melalui tunai maupun menggunakan PDC/cek. Maka dari itu Finance In berhubungan langsung dengan teller. Mulai dari proses closing, stock opname fisik uang, sampai penyetoran uang ke bank.

Bagaimana perasaannya di hari pertama menjabat sebagai Finance Staff? 

Gemetar. Serius. Saya panas dingin karena ini pekerjaan yang high risk. Menyangkut uang. Dan seorang Finance Staff harus bertanggung jawab terhadap cash box dan lemari brankas finance.

Kendala apa yang dihadapi selama menjabat sebagai Finance Staff?

Adaptasi terhadap job desk. Di awal-awal menjabat sebagai Finance Staff, saya hampir tiap hari pulang malam dan berangkat pagi-pagi. Pekerjaan kayanya nggak beres-beres. Adaptasi saya terhitung lama karena saya nggak di training secara maksimal. Training-nya ya sambil ngerjain kerjaan. Makanya saya selalu gemetar dan ketar ketir karena takut salah.

Tantangan apa yang dihadapi oleh seorang Finance Staff?
  1. Menghitung uang dengan cepat, teliti dan tepat. Awal-awal saya mengalami kesulitan menghitung uang dengan menggunakan tiga jari, tapi karena setiap hari saya berhubungan dengan teller lama-lama terbiasa menghitung uang dengan cepat.
  2. Tidak boleh ada selisih uang. Baik selisih lebih atau kurang. Fisik uang dengan jumlah uang yang di input di sistem harus sama. Maka dari itu Finance In dan teller harus bekerja sama. Karena jika selisih, seorang Finance In harus mencari selisih itu sampai ketemu.
  3. Seorang Finance Staff harus mengerjakan report harian, berupa Rekonsil Bank dan Rekonsil Kas Angsuran. Dan harus balance. Tidak boleh ada uang yang selisih juga.
  4. Seorang Finance Staff harus konsentrasi, teliti dan tidak boleh ceroboh. Karena dia bertanggung jawab terhadap kunci cashbox, kunci brankas dan kerahasiaan kodenya.
  5. Me-manage waktu. Pekerjaan seorang Finance Staff itu banyak. Jika tidak bisa me-manage waktu, maka saya akan selalu pulang malam. Dan bagi saya ini adalah tantangan bagaimana saya harus mengatur waktu agar pekerjaan saya selesai tepat waktu.
  6. Mencari selisih. Inilah tantangan paling berat. Jika ada selisih satu saja, kemungkinan akan kacau semua. Beberapa kali saya pernah mengalami selisih, yaitu selisih jumlah fisik uang, selisih karena salah catat jumlah uang, selisih karena salah kode bank dan selisih karena salah nulis remarks. Pokoknya uring-uringan kalau udah ketemu selisih. Nggak selera makan, mau ngerjain ini itu nggak tenang, sampai saya pernah nangis karena selisihnya jutaan rupiah. Selisih itu harus ketemu karena akan mempengaruhi Rekonsil Bank dan Rekonsil Kas Angsuran.
Apa suka duka menjadi Finance Staff?
Dukanya....
  1. of course, nombok uang. Beberapa kali ngalamin jumlah fisik uang dengan di sistem nggak sama. Di cari selisihnya nggak ketemu, ya mau nggak mau harus gantiin pake duit pribadi. Alhamdulillah selama ini sih kalau nombok jumlahnya nggak besar. Amit-amit banget deh. Jujur aja, terhindar dari selisih adalah salah satu isi doa saya setiap hari sebelum berangkat kerja.
  2. Kalau closing bulanan pulangnya malem dan uang yang di setor jumlahnya bisa banyak banget.
  3. Kalau tellernya nggak masuk, seorang Finance Staff harus siap menggantikan. Ini sih yang bikin bete banget. Karena saya harus double job, melakukan pekerjaan teller dan Finance dalam waktu bersamaan.
Sukanya....menjadi Finance Staff itu kalau udah lancar dan udah tau pola kerjanya, ternyata nggak berat-berat amat. Jika ketemu selisih, saya minimal tau cara pertama yang saya tempuh sampai selisih itu ketemu.

Itulah sedikit pengalaman tentang job saya sehari-hari. High risk, penuh tantangan dan konsentrasi. Kalau ada yang tanya apakah saya mencintai pekerjaan saya, honestly no, tapi saya harus survive kan? jadi saya memilih untuk berusaha menjalani pekerjaan saya ini dengan ikhlas, tidak banyak mengeluh dan niatnya ibadah.

Salam selfie dari meja Finance


Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • DRAMA KOREA (5)
  • KATA BICARA (4)
  • RANDOM (1)
  • REVIEW (49)
  • SahabatDifabel (1)
  • SHARING (24)
  • THOUGHT (81)
  • TRAVEL (17)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (2)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (47)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  Agustus 2017 (8)
    • ►  Juli 2017 (6)
    • ►  Juni 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (6)
    • ►  April 2017 (3)
    • ►  Maret 2017 (2)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ▼  2016 (23)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (4)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (2)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ▼  Juni 2016 (2)
      • Be Original
      • Story of My Job as Finance Staff
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  Maret 2016 (1)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (4)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (6)
    • ►  Mei 2015 (15)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (3)
    • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  Januari 2015 (2)
  • ►  2014 (25)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  November 2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  Agustus 2014 (5)
    • ►  Juli 2014 (4)
    • ►  Juni 2014 (1)
    • ►  Mei 2014 (1)
    • ►  Maret 2014 (3)
    • ►  Februari 2014 (2)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  Agustus 2013 (2)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  Januari 2013 (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  Desember 2012 (2)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  September 2012 (1)
    • ►  Agustus 2012 (4)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  Februari 2012 (1)

Pinterest

Visitors

Followers

Populer Post

  • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tahun 1991
    Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting...
  • Bulan Ramadhan : Waktunya untuk Lebih Intropeksi Diri
    Hai, baru bisa  update posting #30hariproduktifmenulis. Sebenarnya ini murni karena kemalasan saya. Maafkan *salim*. Karena sekar...
  • Pengalaman Belanja Buku Via Online
    Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun... Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsist...
  • Pengalaman Menjalankan Diet GM
    Duh, sebenarnya geli ya bikin postingan tentang diet. Seumur hidup saya nggak pernah menjalankan diet karena badan saya pernah terlalu...
  • Jangan Terjebak Cinta yang Rumit
    Perlu di sadari, kehidupan cinta di kehidupan nyata sangat berbeda dengan kehidupan cinta dalam drama korea. Apapun bisa terjadi ...

Profil

Foto saya
Amelia Utami.
Random blogger. Kadang suka nulis serius, kadang galau, tapi lebih sering curhat.
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates