Diberdayakan oleh Blogger.

Laporkan Penyalahgunaan

REVIEW SHARING THOUGHT TRAVEL

Amelia Utami.

"I never mean to start blogging, I think it's late. But if I didn't start to write, I would never start nothing"


Tanggal 24 Desember kemarin adalah hari ulang tahun saya yang ke-25. Udah tua ya? Udah seperempat abad hehe. Kata orang, ulang tahun hanya masalah angka yang bertambah. Yang paling penting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.

Di umur 25 tahun ini saya tidak akan bercerita tentang kapan saya akan menikah atau akan berakhir dimana karir pekerjaan saya nanti. Ya seperti kata orang juga, umur 25 tahun adalah fase paling penting dalam kehidupan manusia. Dimana keputusan yang kita ambil di umur 25 akan berdampak pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang.

Tapi biarlah hal-hal yang seperti itu berjalan dengan sendirinya. 

Kali ini saya akan bercerita tentang side dark saya yang tidak banyak orang tau dan cerita ini berkaitan dengan Cerita Awal Berhijab. Kenapa saya memilih cerita itu? Bisa di bilang itu adalah masa paling kelam dalam 25 tahun saya hidup. Saya ingin berbagi cerita ini karena saya bahagia sekaligus lega sudah melewati itu semua. I felt superb! 

Saya masih ingat waktu itu tanggal 30 April 2012, saya begadang sampai jam satu malam untuk menuntaskan membaca novel Perahu Kertas yang saya pinjam dari teman. Saat itu badan saya sedang kurang fit, dari siang hidung mampet dan badan agak demam. Singkat cerita akhirnya saya tertidur dengan berhasil membaca novel tersebut sampai selesai.

Perasaan mengerikan itu datang pada pagi hari, ketika saya bangun tidur. Saya merasa badan saya agak berat dan yang lebih aneh lagi saya merasa ada yang salah dengan diri saya. Saya merasa seperti tidak mengenali diri sendiri. Saya yang biasanya memiliki kegiatan sistematis begitu bangun tidur, mendadak mirip kaya orang linglung. Bingung mau ngapain karena tiba-tiba kehilangan antusias untuk melakukan kegiatan. Saat itu saya masih berpikir waras, mungkin ini karena badan saya sedang kurang fit dan saya berencana akan pergi ke dokter. 

Walaupun dengan terpaksa dan tidak bersemangat, seharian saya berusaha tetap melakukan kegiatan selayaknya anak kosan pada hari minggu : membersihkan kamar, menyuci baju dan mengobrol dengan anak-anak kosan. Namun makin siang saya merasa makin aneh dengan diri saya. Selain kehilangan antusias untuk berkegiatan, saya juga mendadak kehilangan nafsu makan. Sarapan pagi yang tidak pernah saya lewatkan karena saya memiliki penyakit maag, di lewatkan begitu saja. Anehnya saya merasa tidak lapar sama sekali. Menjelang sore saya mulai menangis. Saya tidak tau apa yang sedang terjadi. Tapi perasaan saya semakin gelisah. Seperti ada beban yang berat di hati ini. Saya juga mulai mendengar suara-suara halusinasi memanggil nama saya. Suara dari orang yang saya kenal tapi saya tidak melihat wujudnya.

Malam harinya perasaan gelisah itu semakin menjadi-jadi. Mulai tidak tenang dan bingung harus bagaimana. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah menelfon pacar saya, Defbry, untuk mengantarkan saya berobat ke apotek depan kampus. Saya tetap masih berusaha berpikir waras bahwa semua keanehan ini karena saya sedang tidak enak badan. Setelah di antar berobat dan di temani makan oleh Defbry, saya merasa sedikit tenang, tapi saya masih belum berani cerita apa yang saya rasakan. Saya berusaha untuk tetap sewajar mungkin.

Setelah Defbry pulang, perasaan gelisah itu kembali menyergap. Saya mulai ketakutan. Akibatnya saya tidak bisa tidur. Saya yang jarang tidur larut malam, untuk pertama kalinya tidak dapat tidur sampai adzan subuh berkumandang. Saya hanya diam saja. Pikiran saya kosong. Saya baru bisa tertidur pukul lima pagi. Hebatnya, saya bangun pukul tujuh pagi untuk kuliah, saya tidak mengantuk sama sekali. Mata saya segar.

Besoknya, tanggal 1 Mei hingga akhir Mei adalah masa-masa paling melelahkan dalam hidup saya. Bukan hanya kehilangan selera makan dan kehilangan antusias berkegiatan, saya juga mulai tidak fokus dalam mendengarkan orang berbicara. Itu di sadari Defbry ketika dia berbicara dengan saya, saya hanya melamun saja. Saya pergi ke kampus seperti orang linglung. Tidak punya semangat sama sekali. Yang lebih mengerikan lagi, saya bukan hanya mengalami halusinasi pendengaran, tapi juga halusinasi penglihatan. Saat itu saya sedang mengantri untuk memilih kandidat ketua BEM, saya melihat ada orang yang saya kenal berdiri tidak jauh dari depan saya. Saya terus menatapnya. Begitu sadar ternyata orang yang saya kenal itu sedang duduk di samping saya.

Hari ke hari kondisi mental dan fisik saya semakin drop. Saya masih belum berani cerita pada Defbry karena dia sedang sibuk kampanye ketua BEM. Sebagai pelarian, saya hanya cerita pada teman-teman dekat saya. Saya tidak peduli akan dikatai gila, tapi saat itu saya betul-betul membutuhkan bantuan. Saya tidak tau harus melakukan apa agar rasa gelisah saya hilang. Awalnya mereka fikir saya terlalu capek dan terlalu menghayati membaca novel sehingga menganggap apa yang saya rasakan adalah hal yang biasa. Mereka menyarankan saya untuk banyak berdoa.

Setiap malam adalah saat paling melelahkan karena saya harus melewati malam dengan perasaan gelisah, hati tidak tenang, mata sulit terpejam dan kadang mendengar ada yang memanggil nama saya. Saat itu yang bisa saya lakukan adalah menangis sambil memukul-mukul dada saya. Saya teriak dalam hati : Tolong, saya ingin sehat. Saya tidak mau membuat orang tua saya cemas dengan keadaan saya ini. Besok paginya saya pikir akan membaik, tapi nyatanya tidak ada yang berubah. Saya malah jadi malas mandi, malas membersihkan kamar kos dan berubah menjadi anak yang sensitif, kehilangan selera humor dan mudah marah-marah. Saya yang biasanya kalau lagi nggak ada kerjaan suka nulis cerita di laptop, mendadak kehilangan minat. Saya yang biasanya nggak bisa liat kamar kosan berantakan, saat itu membiarkan cucian kotor menumpuk dan barang-barang berserakan. Kerjaan saya cuma tidur, makan, sholat, tidur lagi. Benar-benar tidak produktif.

Saya kenapa?

Itulah pertanyaan saya setiap harinya.

Saking bingungnya saya harus bagaimana, saya hanya bisa cerita melantur sana sini pada teman yang saya anggap mengerti dengan penjelasan yang tidak masuk akal. Saya membombardir mereka dengan mengirimkan sms dengan pertanyaan yang hampir sama : saya kenapa? Saya tau perbuatan saya ini annoying banget, tapi saya membutuhkan bantuan. Tolong saya. Awalnya mereka berempati, tapi saya merasakan lama-lama mereka merasa terganggu. Saya mulai menyadari saat itu temen-temen yang saya anggap dekat mulai menjauh. Di satu sisi saya merasa sedih, tapi di sisi lain saya juga tidak mau memaksa mereka untuk membantu saya.

Pada saat makan malam dengan Defbry, saya baru berani menceritakan apa yang saya rasakan. Tanggapan Defbry sama seperti mereka : saya terlalu menghayati membaca novel jadi terbawa sampai halusinasi. Saya tanya : apa ada yang "gangguin" saya? Ya saya memang konyol. Saking bingungnya saya sampai berpikir ke arah sana. Saran Defbry saat itu saya izin kuliah saja dan pulang ke rumah untuk istirahat.

Akhirnya saya pulang ke rumah dengan di antar Sherly, teman dekat saya. Saya pikir dengan di rumah saya sedikit tenang karena bisa bertemu dengan keluarga saya. Nyatanya, kondisi saya malah semakin nggak terkendali. Saya susah tenang dan tidak bisa diam. Karena kalau diam saya akan melamun. Harusnya saya memanfaatkan momen saat Ei -panggilan akrab Sherly- main ke rumah untuk mengajak dia mengenal kampung halaman saya. Yang ada saya malah merepotkan dia dengan cerita-cerita saya yang ngawur. Saya pikir saya sudah benar-benar tidak waras.

Jujur saja yang saya takutkan adalah saya membuat orang tua saya cemas dengan kondisi saya, karena saat itu kakak laki-laki saya juga sedang sakit mental. Bayangkan betapa beratnya beban mereka kalau harus mengurus satu anak lagi yang terindikasi sakit mental. Untungnya ibu selalu memberi saya semangat untuk tetep berpikir positif, melawan halusinasi dengan membaca doa serta meminta pertolongan pada Allah. Kata-kata ibu yang masih saya ingat : "Mi, aa udah sakit. Jangan sampai di tambah kamu. Kamu harus kuat. Inget kuliah, inget bapak yang membiayai kuliah kamu yang nggak murah. Kalau kamu udah nyerah karena begini aja, berarti kamu nggak kasihan sama ibu dan bapak".

Yang saya pikirkan saat itu : saya juga nggak mau begini. Tapi saya susah melawan. Tolong saya, bu.


Begitulah kondisi awal-awal saya saat mengalami sakit mental. Rasanya lebih melelahkan daripada sakit fisik. Orang lain mungkin menganggap saya lebay dan mendramatisir, tapi percayalah bagi orang yang mengalaminya, itu tidak mudah. Siapa yang mau sakit? Tentu saja tidak ada.

Kalau ada waktu, saya sambung lagi ya.

Love.
Amelia Utami.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sebenarnya saya bukan tipe anak yang romantis, yang berani mengucapkan selamat hari ibu langsung pada orangnya. Kata orang, saya tuh "galak" dan cuek sama orang tua, termasuk sama ibu. Kalau ngomong suka judes, kalau di nasehatin suka pergi begitu aja, kalau di bangunin pagi-pagi suka cemberut. Ya mungkin saya anak yang nggak pintar dalam menunjukkan rasa sayang saya ke ibu.

Ibu itu orangnya keras dan disiplin, tapi ibu orang yang sering buat saya nangis. Waktu kuliah dan jadi anak kosan, saya sempet protes karena ibu menelfon saya sehari hampir 5x. Pagi, siang, sore dan malam. Kadang bertanya saya lagi dimana dan ngapain, kadang juga cuma ngajak ngobrol nggak penting, seperti : "Ibu kesepian. Nggak ada temen ngobrol". Saking bosennya, saya pernah matikan HP. Beberapa hari kemudian nggak ada telfon dari ibu. Ternyata ibu sakit. Kemudian saya nangis sesenggukan di kamar kosan. Rasanya nyesel banget. Harusnya saya bersyukur punya ibu yang perhatian. Gimana kalau itu telfon terakhir dari ibu? 

Ibu saya pintar masak, tapi nggak pintar bikin kue. Ibu pernah bikin kue dan kuenya bantat. Orang di rumah nggak ada yang makan. Karena nggak tega, saya habisin berdua sama ibu sambil ketawa-ketawa. Meskipun kadang ibu galak, tapi beliau tipe orang yang mudah tertawa. Saya cerita kalau celana jeans saya sobek karena suka manjat pagar kosan malam-malam. Bukannya marah, ibu malah ketawa keras. Bayangin saya manjat pagar kosan udah mirip maling. 

Saya mungkin bukan anak yang manis, tapi saya orang yang ingin ibu bahagia dan selalu sehat.
Saya mungkin anak yang judes, tapi saya orang yang paling terluka kalau ada yang menyakiti ibu.
Saya mungkin bukan anak yang pintar, tapi saya ingin ibu melihat saya tumbuh dan berkembang dengan kemampuan yang saya miliki.

Selamat Hari Ibu.
untuk nama yang selalu di sebutkan dalam setiap doa :)


Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pernah dengar kata-kata the biggest communication problem is we don't listen to understand, we listen to reply? Nah, sebenarnya dari kemarin sampai hari ini saya mengalami situasi yang kurang enak di kantor.

Jadi teman sebelah meja saya dari kemarin marah-marah mulu ditambah dia lagi datang bulan, wah makin menjadi-jadi ya. Pokoknya temen saya itu mood-nya lagi nggak bagus banget. Hampir setiap orang yang datang ke mejanya kena bentak, marah, omelan bahkan dumelannya. Dia yang biasanya suka ketawa, mendadak pendiam. Tapi dari caranya membanting berkas-berkas kerjaannya, saya tau dia murka hahaha.

Bagaimana perasaan saya yang mejanya bersebelahan?
Di hari pertama saya ikut terpengaruh. Tanpa sadar jadi ikut marah-marah. Apalagi alasan murkanya teman saya itu sangat bisa di maklumi, yaitu pekerjaan yang 2x lipat lebih berat dari pekerjaan saya dan pressure dari berbagai pihak yang membuat dia jadi lost of control. Kalau saya ada di posisi dia, pasti saya juga bakal begitu. Maka seharian kemarin saya bantu menjawab kalau ada orang bertanya, tapi teman saya itu diam saja. Saya bantu menjawab line telfonnya. Saya juga kasih dukungan untuk tetap tenang dan sabar. 

Kemudian begitu saya berangkat kerja hari ini, untungnya sikap dia sudah mulai melunak. Sudah mulai tertawa dan bercanda. Tapi itu nggak bertahan lama. Beberapa saat kemudian dia dalam mood yang tidak baik lagi, tapi kadang tertawa lagi. Saya yang duduk di sebelahnya hanya bisa diam, mencoba mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Tidak lagi berkomentar panjang lebar. Saya juga tidak mau lagi ikut marah-marah.

Apakah saya mulai risih? Sejujurnya iya. Seharian ngamuk-ngamuk masih bisa di maklumi. Besoknya masih begitu ya saya mulai rolling eyes. Dengerin orang marah-marah walaupun bukan marah ke kita, tetap membawa pengaruh energi negatif. Saya tanpa sadar jadi ngerasa naon sih maneh teh?. Sebagai teman yang baik, tentu rasa risih itu tidak saya utamakan. Yang saya utamakan mendengarkan dia tanpa menjawab. Saya mencoba mengerti sekalian belajar dari emosi seseorang. Saya juga tidak mau menghakimi, apalagi sampai timbul rasa benci atau tidak suka. Saat dia bertanya, saya jawab sewajarnya. Saat dia bercerita, saya mencoba menimpali dengan porsi yang tepat. Saat dia kembali marah dengan kata-kata yang sorry kasar, saya kembali diam.

Dengan bersikap begitu saya sudah menyelamatkan diri saya dari pengaruh energi negatif dan melindungi hati saya dari rasa permusuhan. Tanpa sadar saya jadi belajar memaafkan, serta merasakan : oh begini rasanya mendengarkan sambil mengerti ☺.

Di antara kalian pernah nggak mengalami hal seperti saya?

Keep an attitude, just saying kind words and positive thinking ya. 

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • DRAMA KOREA (5)
  • KATA BICARA (4)
  • RANDOM (1)
  • REVIEW (49)
  • SahabatDifabel (1)
  • SHARING (24)
  • THOUGHT (81)
  • TRAVEL (17)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (2)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (47)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  Agustus 2017 (8)
    • ►  Juli 2017 (6)
    • ►  Juni 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (6)
    • ►  April 2017 (3)
    • ►  Maret 2017 (2)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ▼  2016 (23)
    • ▼  Desember 2016 (3)
      • 25 Tahun : Cerita Melawan Side Dark (Part 1)
      • Cerita di Hari Ibu
      • Mendengarkan dan Mengerti
    • ►  November 2016 (4)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (2)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Juni 2016 (2)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  Maret 2016 (1)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (4)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (6)
    • ►  Mei 2015 (15)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (3)
    • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  Januari 2015 (2)
  • ►  2014 (25)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  November 2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  Agustus 2014 (5)
    • ►  Juli 2014 (4)
    • ►  Juni 2014 (1)
    • ►  Mei 2014 (1)
    • ►  Maret 2014 (3)
    • ►  Februari 2014 (2)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  Agustus 2013 (2)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  Januari 2013 (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  Desember 2012 (2)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  September 2012 (1)
    • ►  Agustus 2012 (4)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  Februari 2012 (1)

Pinterest

Visitors

Followers

Populer Post

  • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tahun 1991
    Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting...
  • Bulan Ramadhan : Waktunya untuk Lebih Intropeksi Diri
    Hai, baru bisa  update posting #30hariproduktifmenulis. Sebenarnya ini murni karena kemalasan saya. Maafkan *salim*. Karena sekar...
  • Pengalaman Belanja Buku Via Online
    Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun... Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsist...
  • Pengalaman Menjalankan Diet GM
    Duh, sebenarnya geli ya bikin postingan tentang diet. Seumur hidup saya nggak pernah menjalankan diet karena badan saya pernah terlalu...
  • Jangan Terjebak Cinta yang Rumit
    Perlu di sadari, kehidupan cinta di kehidupan nyata sangat berbeda dengan kehidupan cinta dalam drama korea. Apapun bisa terjadi ...

Profil

Foto saya
Amelia Utami.
Random blogger. Kadang suka nulis serius, kadang galau, tapi lebih sering curhat.
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates