Diberdayakan oleh Blogger.

Laporkan Penyalahgunaan

REVIEW SHARING THOUGHT TRAVEL

Amelia Utami.

"I never mean to start blogging, I think it's late. But if I didn't start to write, I would never start nothing"

Hai, gaessss...


(Dengan suara khas selebgram)

Karena tulisan ini akan sangat santai dan cenderung sesuka hati, jadi saya akan menggunakan kata elo-gue. Biar apa? Ya nggak tahu juga, sih. Pengin aja. 

Seperti foto-foto yang sudah beredar di feed instagram gue (yang gue edit sedikit agar lebih ciamik dan tentu saja agar instagram-able banget. Hidup gue seputar : TJOOOY, EDIT FOTO AJA SAMPAI SATU JAM KARENA BIMBANG PILIH FILTER YANG MANA), kalian pasti sudah tahu gue abis berkelana ke mana. Yup, kota sejuta umat yaitu Yogyakarta. Sungguh, memilih kota tujuan saja di keluarga gue ini rumit sekali sampai nggak kebayang kalau pilih gedung resepsi pernikahan akan serumit apa.

Cerita sedikit ya, awalnya keluarga gue berniat pergi ke Malang. Secara di antara kami belum ada yang pernah ke sana. Wah, gue excited banget, tuh. Kapan lagi bisa jalan-jalan agak jauh tanpa dihantui jatah cuti yang terbatas? LAGIAN, MALANG GITU, LOH. Udaranya mirip Bandung plus GUE UDAH BAYANGIN BROMO. Mulai lah hitung-hitungan biaya akomodasi, penginapan, makan, dan lain-lain.

Beberapa hari kemudian, rencana ke Malang batal karena dirasa ibu dan bapak tidak akan sanggup melakukan perjalanan darat sejauh itu. Kemudian ibu mengusulkan ke Bogor, ingin ke Taman Safari. 

GUE LANGSUNG BERTINDAK DAN MENGAMBIL KEPUTUSAN SEPIHAK  :


KE YOGYAKARTA AJA KALAU GITU. UDAH FIX. DEAL! *maksa*
Daripada nggak jadi sama sekali.

Lagian, gue juga udah punya rencana ke sana.
(Ada udang dibalik bakwan)

Ekspektasi :

Berlari bahagia dengan itinerary
Realita.....


PENUH DRAMA


Ini ceritanya sambil membahas tempat wisata yang gue kunjungi ya. Namanya juga family trip. Meskipun satu keluarga, tapi beda kepala, ya beda pemikiran juga. Dan perlu digarisbawahi...kita harus sabar. Setidaknya, itu lah tips pertama jalan-jalan bersama keluarga yang notabene keluarga gue ini (selain gue dan teteh) nggak suka jalan-jalan.

Notes : Untuk lokasi wisata, silakan searching di google. 
Jangan males! *kejam* hahaha.

1. Taman Sari

Betul kata orang, dibalik foto yang bagus, ada perjuangan di balik layarnya. Jadi, seperti yang sudah gue ceritain di instagram, gue mengunjungi Taman Sari di saat layanan pengunjung tutup lima belas menit lagi! Gimana gue nggak senewen, coba. Taman sari menjadi list pertama yang akan gue kunjungi setiba di Yogyakarta. Kok bisa ngaret? Hihi drama has begun! Waktu terbuang karena mencari makan siang.

Gue, bapak, teteh, aa : Makan di mana aja yang penting makan.
Ibu    : Nggak suka makanan itu
Supir : akhirnya mutar-mutar nggak jelas.
Gue : terlalu lelah untuk cari tempat makan di google.

Ya memang salah gue sih nggak bikin daftar kuliner. Bukan bermaksud membela diri, tapi awalnya gue pikir yang namanya makanan itu gampang dicari, jadi nggak perlu direncanain. Lagian, kalau jalan-jalan gue bukan tipe yang harus nyobain makanan ini itu dan sejujurnya gue nggak rewel harus makan apa, yang penting rasanya nggak ngaco aja.

doc pribadi
Biaya masuknya Rp 5.000/orang. Kalau bawa kamera selain HP, tambahan Rp.3000

Waktu ke sana kolam pemandiannya sedang di renovasi jadi gue nggak bisa foto-foto. Dan jujur saja sampai sana agak bingung karena mana sih lokasi yang hits di instagram itu? perasaan area wisatanya nggak luas-luas banget dan cuma gitu-gitu aja. Ternyata eh ternyata, lokasi yang menariknya itu ada di ruang bawah tanah. Dengan bantuan bapak guide, gue dibimbing ke tempat tujuan melewati gang-gang rumah penduduk. Menariknya, guide nggak diam aja. Sepanjang jalan, beliau aktif nyeritain sejarah Taman Sari. Saking menariknya, beberapa kali gue sempat nanya-nanya yang lumayan menambah pengetahuan gue.

Ruang bawah tanahnya itu masuk lewat bangunan yang konon katanya dulu adalah sebuah masjid yang imamnya perempuan. 

JENG...JENG...JENG...DRAMA LAIN DIMULAI!
Bapak nggak mau masuk karena takut. Gue dan teteh udah deg-degan, gitu. Masa sih udah sampai sini balik lagi? Kan nggak mungkin. Nggak enak juga sama guide! Kita rada berdebat, gitu. Gue tetap bakal masuk. Ibu dan teteh bersedia menemani. Aa tadinya ragu, tapi akhirnya dibujuk guide kalau di bawah itu aman dan banyak orang. Akhirnya kita berempat yang masuk dan bapak tetap nggak mau. 

SABAAAAAR!


Enaknya pake guide ini kita bisa dapat spot foto yang sepi, damai, dan tentram dari cengkeraman pengunjung yang berebut mau foto.

doc pribadi
2. Bakpia Kencana

Kalian wajib bawa pulang oleh-oleh ini karena dari segi tekstur  menurut gue lebih lembut dari bakpia lain, serta varian rasanya lebih banyak. Favorit gue keju dan green tea! 

3. Malioboro

Udahlah ya nggak usah dibahas, orang gue aja cuma beli celana pendek untuk tidur hahaha. Selebihnya? Ngantuuuk, bos! 

Ada drama lagi? Oh, tentu ada!
Lagi dan lagi, seakan tidak ada kapok-kapoknya, kita salah pilih tempat makan lagi. Kali ini lebih parah. Udah rasanya nggak enak, harganya mahal pula.

Perasaan gue malam itu....
MARI KITA KE HOTEL SAJAAAA


Oh ya, gue nginap di Hotel Best City. Masih di daerah kotanya. Nggak sempat difoto, tapi review dari gue memuaskan. Dari segi kamar, kamar mandi, serta pelayanan. Pokoknya oke. Harganya juga worth it!

4. Kali Biru, Kulon Progo.

Hari berikutnya, gue lebih optimis tidak akan ada lagi drama, serta tidak lupa berdoa agar hari lebih indah dari kemarin (hahaha lebay nggak tuh? saking gue merasa kemarin itu unlucky, ditambah badan pegal samsek karena perjalanan tujuh jam).

Perjalanan dimulai dengan sarapan soto babat yang aduhai...rasanya enak banget! Dan dilanjut menuju daerah Kulon Progo. Gue semakin optimis karena perjalanan ke sana menyenangkan dengan pemandangan khas daerah pegunungan, serta cuaca yang cerah dan udara sejuk. Bapak dan ibu juga banyak diskusi tentang pembangunan sepanjang jalan. 

Kawasan Kali Biru ini banyak wisatanya, tapi yang gue kunjungi cuma tiga tempat : Waduk Sermo, Wisata Alam Kali Biru, dan Pantai Glagah Indah.

  • Waduk Sermo
        Tiket masuk : Rp. 5000/orang

      Sesuai ekspektasi, waduk ini emang bagus pemandangannya. Terus, yang gue suka nggak banyak pengunjung jadi berasa kaya duduk dan pure menatap pemandangan *ceila. Pesan gue sih hati-hati aja pas foto karena tanahnya itu cukup curam, jadi rawan kepeleset. Selebihnya sih, aman. Gratis angin sepoi-sepoi juga. Bapak, ibu dan aa juga suka. Gue dan teteh seperti biasa sibuk foto-foto.

Ingat, travelling not is not just destination, but also capture moments to increase memory.

HAHAHA PEMBELAAN DIRI

doc pribadi
  • Wisata Alam Kali Biru
      Ini nih bagian serunya! Jalan menuju wisata alamnya berkelok dan menanjak banget. Sempat khawatir mobil pribadi nggak akan kuat ditambah salah jalan pulak ke hutan-hutan, tapi untungnya ada petugas yang siap siaga kasih petunjuk dan mengarahkan. 

doc pribadi
Harga tiket : 10.000/orang

Another drama is...BAPAK IBU nggak mau naik!
Oh baiklah, kali ini gue maklumi banget karena jalan menuju wahananya itu memang nanjak banget banget. Gue aja ngerasa kaki ini kaya udah mau lepas. Kalau bukan demi melihat pemandangan bagus, wasalam gue juga nyerah.

Mereka nunggu di bangunan pondok hihi. 
Jadi, yang naik ke atas cuma gue, teteh, aa, beserta supir. Kalau udah pernah ke Maribaya Lounge, ya kira-kira sama lah wisata yang ditawarkan. Bedanya, jalan di Kali Biru ini lebih menanjak dan rawan jatuh, juga pemandangan lebih bagus dengan Waduk Sermo di bawahnya. Mau selfie? bayar lagi dong! Tiketnya Rp. 35.000/orang sudah dapat empat foto. Kalau mau nambah foto bayar lagi Rp. 5.000/foto.

doc pribadi
  • Pantai Glagah Indah
     Awalnya nggak ada niat ke sini karena rencana awal mau ke Parangtritis, tapi gagal total hahaha. Tiketnya Rp.5000/orang. Pantainya sepi. Mungkin gue ke sana pas siang hari bolong di mana panasnya nggak nyantai banget. Kondisi pantainya biasa aja, sih. Lebih bagus Pantai Indrayanti di Gunung Kidul. Namun, karena gue tipe anak yang nggak mau rugi udah datang tapi nggak dapat apa-apa, akhirnya gue nggak sengaja menemukan spot foto bagus. Ya mirip-mirip dikit kaya di Pantai Busan lah (sotoy amat padahal belum pernah ke sana).

banyak sampah hiks
doc pribadi
  • Selfie Bunga Matahari
      Nggak sengaja nemu wisata ini saat menuju Pantai Glagah Indah. Well, menurut gue meskipun judulnya kaya tempat wisata gitu, sebenarnya ini lebih mirip taman mini yang dimiliki oleh sebuah keluarga. Sebenarnya nggak ada harga tiket yang tercantum, tapi kita cukup tahu diri dan mengeluarkan Rp. 5000/orang. Bunga mataharinya nggak banyak karena katanya lagi susah cari bibitnya atau gimana gitu. Gue nggak jelas denger dari penjaganya. Terlepas dari itu, ada beberapa bunga yang bagus banget untuk foto.


doc pribadi

Ada cerita sedikit mistis. Ini ibu gue sih yang cerita. Jadi, di sekitar Pantai Glagah Indah lagi ada proyek pembangunan bandara baru. Pantes kalau pantai ini agak sepi dari pengunjung dan kata si penjaga bunga, proyek tersebut udah banyak makan "korban". Banyak yang meninggal karena kejatuhan alat sampai wajahnya hancur lah, meninggal karena ketimbun tanah dan mayatnya dicari nggak ketemu, dan beberapa ada yang hilang begitu aja dan ada yang baru kembali beberapa hari kemudian. Waktu korban ditanya, katanya kaya di bawah laut tapi nggak dikasih makan apa-apa. Hmmm pas dengar cerita itu, gue antara percaya atau nggak, tapi memang aura di sekitar pantai tuh beda. Selain kaya sepi gitu, pasirnya tuh panas banget (Gue bandingin sama waktu ke Pantai Indrayanti yang sama-sama berkunjung di siang hari, tapi pas nginjak pasir pantai nggak panas. Tapi entah lah ya wallahualam). Balik lagi sih sama niat kita. Gue pribadi kan ke sana niat wisata, bukan yang macam-macam. Jadi, mana sempat kepikiran hal-hal yang mistis begitu.



NGGAK ADA FOTO BERLIMA KARENA GANTI-GANTIAN HAHAHA
ITU JUGA FOTO DENGAN MUKA YANG CAPEK POOOL

Inti dari family trip ini apa sih? Meskipun pasti aja ada drama-drama, tapi bersyukur masih dikasih rezeki untuk jalan-jalan bersama. Masih banyak diluar sana entah karena kesibukan atau hal lain, belum sempat menghabiskan waktu bersama keluarga. Tidak ada trip yang sempurna, tapi dengan kebersamaan ini semoga keluarga kami selalu kompak dalam situasi apa pun. Amin.




Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pinterest

Tanggal 06 Oktober 2018 merupakan hari "bersejarah" bagi saya. Hari itu saya resmi mengundurkan diri. Setelah berkali-kali kata resign hanya ada di angan-angan dan diucapkan hanya sebatas omongan, nggak nyangka akhirnya sekarang malah menjadi kenyataan. 

Keinginan resign ini panjang banget kalau diceritain. Dari sekian banyak alasan, saya lebih memilih alasan personal yang melatarbelakanginya. Berhubung saya tipe introvert, yang lebih suka memendam perasaan ketimbang bicara, maka saya akan mencoba mengutarakan perasaan saya lewat tulisan.

***

Sebagai anak yang tumbuh di keluarga konvensional, indikator kesuksesan seorang anak cenderung linear dan bersifat mengikuti norma-norma pada umumnya : lulus kuliah, kemudian bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Mindset ini tanpa sadar tertanam sejak dini, bahkan sekalipun saya memiliki cita-cita lain, pada akhirnya saya "terdampar" pada kenyataan dan menyerah pada mindset yang terlanjur ditanam. Sepintas memang tidak ada masalah, kan? Toh, gimana pun realitas memang berbicara begitu. Saya butuh uang untuk kebutuhan hidup, jadi saya sempat berpikir, "sudah lah takdir saya memang di bidang ini. Yang penting dapat gaji buat belanja, jalan-jalan, dan bantu orang tua. Itu udah bikin saya bahagia."

Tapi benar kata orang...
Ada beberapa kebahagiaan yang tidak bisa di ukur hanya dengan rezeki berbentuk materi. Kegelisahan itu muncul di tahun kedua saya bekerja. Untuk kali pertama saya menemukan diri saya tidak memiliki motivasi, tidak bersemangat, tidak tahu tujuan hidup saya apa, dan merasa kosong. Hidup seperti menekan tombol repeat : tidur, makan, berangkat kerja, tidur. Kalau pun ada yang membuat saya tetap waras, itu adalah hobi tercinta saya : menulis, nonton drakor, dan membaca buku **ditipuk.

Selama ini saya mencoba bertahan dengan pikiran serealistis mungkin : "mencari pekerjaan itu susah, loh. Kamu pernah merasakannya." Ya, saya pernah merasakan susahnya mencari pekerjaan. Sampai hal klise yang sering digaungkan banyak orang : "di luar sana masih banyak orang-orang yang berjuang mencari pekerjaan." Once again yes, thats true. Saya bukan tidak memikirkan. Saya berpikir ribuan kali. Dan pada akhirnya, saya memilih bertahan. Lebih pada ketakutan saya pada hal-hal yang akan terjadi dan ketidakberdayaan saya mengatasi rasa takut itu.

Sebagai seorang Muslim akhirnya saya hanya bisa berdoa. Doa yang paling saya ingat adalah doa setelah sholat dzuha yang isinya : "Ya Allah, jika pekerjaan saya adalah yang terbaik, tolong kuatkan saya untuk bertahan. Tapi jika tidak, tolong berikan yang lebih baik." Berkali-kali berdoa, berkali-kali diyakinkan untuk bertahan. Saya tetap berdoa. Saya tetap minta diyakinkan.

Kemudian pada awal bulan September saya mendapatkan email dari HRD bahwa saya akan di rolling ke kantor yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Saya sudah punya feeling bahwa orang tua tidak akan mengizinkan. Terus tiba-tiba saya teringat oleh doa saya. Meskipun begitu saya ingin mencoba meminta izin. Saya ingin tahu jawaban mereka.
"Bu, aku dipindah ke kantor sana."
Ibu udah pasang tampang nggak enak (hahaha).
"Udah lah resign aja."
"Kenapa?"
"Kejauhan."
"Yakin?"
"Iya, lagian mungkin memang sudah jalannya. Bukan yang terbaik."

PERSIS SEPERTI DOA SAYA PEMIRSAAAH!

Kemudian coba ke Bapak. Biasanya beliau lebih cerewet karena nasehat-nasehatnya. Alamak, belum ngomong apa-apa mata saya udah berkaca-kaca. Ngebayangin mungkin ini akan melukai hati beliau yang selama ini setia mengantar jemput saya ke kantor.
"Pak..."
"Iya, udah keluar aja."
Ebuset belum ngomong apa-apa.
"Beneran?"
"Emang berani naik bus sendirian kalau pulang malam?"
"Ya nggak"
"Gaji kamu berapa?"
"Segini *sebutin angka*"
"Alah, bakal boros kalau ngekost juga."
HAHAHA PENGEN KETAWA.

KEMUDIAN MENATAP SEDIH SALDO TABUNGAN

Setelah itu saya jadi ingat ucapan teman : "Ami, kalau belum menikah ridho Allah ada di tangan orang tua. Jika orang tua ridho, maka Allah juga ridho."

INI KOK KAYA LAGI MENCARI JODOH YA?

Terakhir dan yang paling penting, adalah bertanya pada diri sendiri. Beberapa hari saya merenung. Mencoba mendengar isi hati meskipun saya orangnya nggak peka. Jangan kan mempelajari petunjuk semesta, isi hati aja sering diabaikan. Belum apa-apa pikiran buruk sudah menggelayuti (haha bahasanya berat)
"Aduh, gimana kalau nanti susah cari pekerjaan lagi?"
"Gimana kalau mau belanja di online shop?" (teteup ya teteuup)
"Gimana kalau mau travelling?" 
Dan seribu pertanyaan gimana gimana lainnya. Lambat laun keputusan itu datang, bersamaan dengan hati yang mantap. Ya pastinya ada banyak komentar.
"Yakin? Susah loh cari kerja tuh."
"Sayang banget udah karyawan tetap."
"Nggak mau coba dulu?"
"Harusnya bersyukur masih kerja."
Dan banyak lagi.
Awalnya jadi ragu lagi, tapi saya lebih memilih berpikir positif. Lagian banyak teman yang kasih semangat, jadi makin yakin dengan keputusan yang dibuat. Ini sih yang bikin terharu. Mereka nggak menghakimi keputusan saya.

Percayalah, nggak ada orang yang mau kehilangan pekerjaan. Se-nggaknyamannya dengan lingkungan kerja, jika dia masih memiliki alasan untuk bertahan, ya dia akan bertahan.

Saya tahu keputusan ini mengandung resiko besar, tapi saya ingin memberikan kesempatan pada diri saya untuk mencoba. Mencoba sesuatu yang saya yakini. Dan memutuskan resign di usia produktif bukan hal yang mudah. Ini seperti gambling. Kalau dibilang nggak takut itu bohong banget. Saya masih takut sampai sekarang. Gimana pun saya juga manusia biasa, bukan malaikat apalagi bidadari.

Di hari pertama saya tidak bekerja, pagi hari Ibu langsung bertanya :
"Ami, nggak lagi ingat kerja,kan?"
Saya tahu Ibu khawatir, padahal saya baik-baik saja. Saya akui, ada rasa kosong di dalam hati, tapi bagi saya itu wajar. Seperti kita beradaptasi dengan suasana baru. Perlu waktu. Dan saya yakin, saya bisa bangkit lagi.

Rasa takut biasanya di iringi dengan rasa berani dan rasa berani di iringi dengan keyakinan. Itu betul loh. Kalau takut gagal terus, kita nggak tahu kan kesempatannya datang kapan lagi? Hidup adalah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekuensi yang dihadapi.

Jadi, kalau ada yang bertanya rencana saya selanjutnya apa, jawaban saya tetap sama : saya punya rencana, tapi sementara akan menjalani hidup dengan apa yang saya hadapi nanti. Saya tidak memaksa orang lain untuk mengerti jalan pikiran saya. Yang jelas saya menikmati kebebasan ini. Menikmati untuk memilih apa yang saya inginkan.

Mudah-mudahan saya bisa menjadi manusia yang bukan hanya "sekadar hidup", tapi juga "benar-benar hidup". Manusia yang bukan hanya menerima manfaat, tapi juga dapat memberi manfaat.

I will walk on my way,
I will shining with my light,
and I will find my dreams.


Love,
Amelia Utami 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Judul : Susah Sinyal
Penulis : Ika Natassa dan Ernest Prakasa
Gramedia, 2018
272 hlm.

Membaca novel Susah Sinyal mengingatan saya pada masa-masa SMP dimana saya suka membeli novel yang diadaptasi dari film Indonesia. Contoh saja : Heart, Kawin Kontrak, dan Rumah Pondok Indah, yang menurut saya "gagal" karena ceritanya malah lebih bagus versi film. Lalu bagaimana dengan Susah Sinyal? Novel ini adalah hasil kolaborasi Ika Natassa dan Ernest Prakasa dari film berjudul sama. Saya sendiri nggak sempat menonton filmnya yang katanya bagus. Saya sih percaya because he is Ernest! Saya jatuh cinta dengan karyanya setelah nonton film Cek Toko Sebelah 😍 Dan begitu tahu film Susah Sinyal akan di novelkan, saya langsung membeli apalagi yang menulis Mbak Ika. Pasti tidak akan ditulis dengan sembarangan dan asal memindahkan adegan film ke buku.

So, this is my review!

(Beware spoiler) 😏

Novel ini bercerita tentang kehidupan Ellen, pengacara yang sukses di usia muda. Ellen selalu punya solusi untuk segalanya, kecuali untuk anaknya sendiri, Kiara, remaja pemberontak yang lebih sering melampiaskan emosi dan kreativitasnya di media sosial. Sebagai single mom, Ellen membesarkan Kiara dibantu ibunya. Tanpa Ellen sadari, hubungan mereka kian renggang dan selalu terganjal masa lalu yang Ellen simpan rapat-rapat.

Salah satu alasan mengapa saya membeli novel ini adalah karena tema yang di angkat, yaitu tentang hubungan ibu dan anak. Di novel Unspoken Words saya menangis, di Susah Sinyal saya termenung. Sebagai perempuan dan ibu, jelas Ellen ini sosok yang tangguh, tegar, dan pantang menyerah. Namun, di balik kesuksesannya siapa sangka bahwa Ellen sangat "takut" dengan anaknya. Ia merasa bukan ibu yang baik selama ini walaupun tujuannya kerja keras siang malam sampai menginap di kantor, semata-mata untuk kehidupan  dan masa depan Kiara.

Segala ada pada waktunya, dan segalanya juga bisa tiada pada waktunya.

Ellen yang mengandalkan mamanya dalam pengasuhan Kiara, akhirnya harus menghadapi anaknya sendiri ketika mamanya meninggal dunia. Disini emosi saya mulai naik. Berasa banget bagaimana canggungnya Ellen dan Kiara saat memulai obrolan, bagaimana anehnya saat Kiara bercerita tentang mimpi dan ambisinya. Mereka seperti dua orang asing. Tidak seperti ibu dan anak.

Kesempatan Ellen untuk memperbaiki hubungannya dengan Kiara didapat ketika mereka berlibur ke Sumba. Meskipun awalnya canggung dan sempat bersitegang, toh mereka menikmati liburan mereka. Dan saya baru paham mengapa judulnya Susah Sinyal. Yes, di Sumba sinyal HP jarang-jarang, apalagi diceritakan bahwa wifi hotel suka hidup mati. Makin terkurung lah Ellen dan Kiara. Tapi tak disangka moment susah sinyal itu membuat Ellen dan Kiara pelan-pelan mulai saling memahami. Betapa Ellen sangat mencintai Kiara, tapi tidak bisa mengatakannya. Betapa Kiara membutuhkan Ellen, tapi takut mengatakannya.

Endingnya...boom!
Cukup mengaduk aduk perasaan. Apalagi saat Ellen menceritakan masa lalunya bersama Andrew, mantan suami dan papa Kiara. Saya semacam...ya ampun jadi ini toh rahasia Ellen. Dan sebagai ibu, Ellen beruntung memiliki anak berbakat seperti Kiara.

4 bintang dari 5 untuk Susah Sinyal!
Untuk kesekian kali saya tidak kecewa dengan tulisan Mbak Ika, dari semua novelnya, mungkin ini salah satu yang saya suka banget. Lugas, to the point, dan gaya menulisnya mengalir seperti ciri khasnya. Oh ya, ada beberapa kalimat yang bikin ketawa ngakak. Nggak diragukan lagi, itu pasti tulisan Ernest!


"Yang tidak banyak dibahas orang secara terbuka adalah bagaimana menjadi ibu tidak pernah hanya satu atau dua dimensi. Motherhood is not state, it's a journey." (Hal 75)



Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Gambar pribadi

Melbourne Wedding Marathon
Penulis : Almira Bastari
GRASINDO, 2017, 217 hlm.

BLURB :

Sydney Deyanira
Wanita cerdas, mandiri, ambisius, dan perfeksionis. Sydney merasa patah hati ketika sahabat yang ia kencani selama satu semester terakhir memilih berpacaran dengan orang lain. Dijuluki sebagai ahli percintaan prematur, Sydney mulai berpikir untuk melakukan apa yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya, menjalin hubungan palsu dengan orang baru.

Anantha Daniswara
Pria sukses, arogan, suka bergonta-ganti pasangan namun masih belum berdamai dengan masa lalunya. Demi memenuhi tantangan mantan pacarnya, Anantha nekat meminta pelayannya sendiri untuk menjadi kekasihnya.

Melbourne bukan kota cinta dan jauh dari kata romantis. Sebagai kota yang paling nyaman ditinggali di dunia, Melbourne menjadi awal baru bagi dua insan yang tertekan dengan rentetan pesta pernikahan!

***

Jadi, setelah membaca novel Resign! saya langsung suka dengan gaya penulisan Almira dan tertarik untuk membaca novel lain dari penulis yang ternyata sebelumnya sudah mengeluarkan novel, yaitu MWM (disingkat aja ya gaes judulnya biar nggak pegel ngetik 😁). Saya beli MWM ini udah edisi revisi karena katanya dicetakan pertama terdapat luar binasa sekali typonya bahkan nama tokohnya tertukar! (editornya mana niiiih?😏)

Awal cerita dimulai dari Sydney yang patah hati karena sahabat yang ia taksir, Rafka, jadian dengan perempuan lain. Sydney yang gagal kembali menjalin hubungan dengan pria, nekat menerima tawaran untuk menjadi koki pribadi di sebuah penthouse milik pria Indonesia bernama Anantha.

Anantha yang belum bisa move on dari pengkhianatan kekasihnya, Danisha, nekat menerima tantangan Danisha untuk pergi ke pesta pernikahan rekan mereka dengan membawa pasangan. Dan satu ide muncul di benak Anantha, menyewa Sydney untuk menjadi pacarnya selama 30 hari dan bersedia menemani dia untuk menghadari pesta pernikahan para koleganya di Melbourne! Singkat cerita, mereka sepakat dan menandatangani kontrak hubungan palsu mereka.

Saya akan review novel ini dari poin-poin yang saya suka, sampai yang kurang saya suka (ini sih selera ya)

Hal-hal yang saya suka dari novel MWM :

  • Judul, blurb, dan tema cerita yang diangkat. Meskipun temanya klise yaitu tentang hubungan palsu, tetapi alasan tokoh utama melakukan itu bagi saya cukup menarik. Jangankan di Melbourne ya, di Indonesia pun banyak yang tertekan oleh rentetan pesta pernikahan dari teman-temannya (sumpah, ini bukan curhat 🤣)
  • Suka banget sama couple Anantha dan Sydney ini! Berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri. Oke, saya jadi tahu satu lagi kelebihan penulis yaitu pintar membentuk karakter tokohnya. Anantha-Sydney mengingatkan saya pada Rara-Tigran di novel Resign! yang sama-sama bikin saya baper. Sydney ini setipe sama Rara : perempuan cerdas, mandiri, dan punya pendirian. Kalau Anantha...hmmm well nggak searogan yang digambarkan di blurb cerita ya. Justru bagi saya Anantha ini termasuk humble untuk tokoh yang dibilang arogan itu, serta saya nggak ngerasa kalau Anantha ini tipe pria yang suka gonta ganti pasangan (???)
  • Saya suka detail-detail dari sikap Anantha dan Sydney. Duh sumpah bikin gremet-gremet gemas 🤣 Anantha yang bersandar di bahu Sydney, Sydney yang merawat Anantha saat sakit, Anantha yang cemburu, Sydney yang lempeng (pokoknya baca aja deh, tar saya diprotes spoiler, lagi 🙈)
  • Endingnya, saya nggak terlalu dapet feel-nya sih, tetapi cukup manis dan so pasti happy ending 😎

Hal-hal yang saya kurang suka dari novel MWM :
  • Masih aja ada typo eeeeerrgghhtt! Nggak ganggu sih, tetapi please deh ini tuh udah edisi revisi.
  • Waktu awal-awal baca saya agak keganggu sama nama-nama tokohnya yang panjang dan suka bikin keselipet lidah, terutama nama lengkap Sydney.
  • Saya nggak suka sama Rafka, baik sebagai sahabat maupun sebagai pria. Sebagai sahabat dia ini....(spoiler) udah mah lebih milih jadian sama Clara daripada Sydney, terus pas Sydney deket sama Anantha dengan mudahnya dia bilang Sydney perempuan gampangan! Cih, padahal Rafka tahu Sydney ada perasaan sama dia, tetapi dia nggak pede karena Sydney lebih pintar dari dia makanya dia pilih cewek lain, tetapi juga cemburu liat Anantha. Maunya apa, toh? Pas dia emosi juga seolah-olah Sydney itu milik dia dan tahu segalanya tentang Sydney. Rasanya tuh pengen bilang ke Rafka :

  • Saya nggak suka sama Danisha dan Clara. Kakak dan adik ini nyaris nggak ada bedanya, dari mulai gaya hidup sama sikap sok berkuasa dan menganggap Sydney itu rakjel (rakyat jelata). Sydney yang kuliah di Melbourne aja dibilang rakjel, apalagi gue yaaaaa hmmm baiklah.
  • Saya nggak suka sama kakek Anantha. Siapa itu? Nah iya, Daniswara! Udah mana nongolnya cuma dikit di novel ini, sekali nongol malah kaya tokoh FTV (spoiler) : menyuruh Sydney menjauhi Anantha dengan menawarkan dia mobil, apartemen, dan segepok uang. Hmmm saya pikir taktik picisan ini sudah musnah.

Terlepas dari semua itu, saya menikmati membaca MWM. Ceritanya ringan khas metropop, ditambah gaya penulis yang lincah dan enak dibaca. Sepertinya, Almira Bastari akan menjadi penulis yang saya tunggu karya-karya selanjutnya.

"Setiap orang pasti memiliki seseorang, yang ia tunggu kabar putusnya."
(Hlm 8)

"Hidup itu pasang surut. Surut kalau kamu jomblo, pasang kalau kamu taken."
(Hlm 20)

"Setiap orang punya pilihan bagaimana ingin mengakhiri cerita yang mereka mulai." (Hlm 187)


Bintang 3,5 dari 5!


Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Gambar di ambil dari google
Unspoken Words
Penulis : Alicia Lidwina

Novel ini menjadi novel kedua yang saya baca di tahun 2018 setelah Resign! yang kocak itu. Sengaja beli karena dari blurb-nya kaya sedih gitu. Dan yaaa benar saja :)

Pernah ngerasa bersalah karena pernah dengan sengaja membuang bekal makanan yang di masak Bunda/Mama/Ibu? 
(Saya pernah, waktu SD)

Pernah berantem sama Bunda/Mama/Ibu sampai nggak saling bicara selama beberapa hari?
(Saya pernah, seringkali)

Pernah nggak sengaja membentak dan berkata kasar pada Bunda/Mama/Ibu saat emosi meledak? 
(Saya pernah, dan setelahnya amat sangat menyesal)

Jika kamu juga pernah melakukan hal-hal di atas, maka bersiaplah novel ini akan membawa kamu pada memori masa kecil bersama Bunda tersayang, mengaduk-aduk emosi, kemudian diam-diam menghadirkan penyesalan. 

Unspoken Words menceritakan tentang Kemuning yang bermimpi bertemu dengan almrh Bundanya setelah tujuh tahun kepergiannya. Disetiap mimpi, pembaca dibawa ke memori masa lalu Kemuning, mulai dari kehilangan Ayah, masa kanak-kanak, SD, SMP, SMA sampai kemudian bertemu dengan Samudra, suaminya. 

Novel ini minim dialog. Meskipun begitu pembaca merasakan nostalgia masa kecil. Saya terbayang rumah khas tahun 90-an, gang-gang kecil, lapangan dan teman-teman bermain. Konfliknya hanya seputar antara Bunda-Kemuning, serta Bunda-Kemuning-Samudra. 
Awal-awal memang sedikit membosankan, tapi tahaaaan. Semakin membalik halaman, konflik akan semakin jelas : bagaimana hubungan Kemuning dan Bunda, bagaimana mereka berdua sampai tak saling bicara, bagaimana akhirnya Kemuning menyesal karena tindakannya pada Bunda, hingga tujuan Bunda hadir di mimpi Kemuning. Semua konflik dibuka perlahan-lahan seolah mengajak pembaca untuk menikmati dulu setiap memori demi memori yang diceritakan.

Dari review goodreads sebenarnya udah tau bahwa novel ini akan sedih, tapi saya sangsi karena di bab-bab awal saya masih merasakan perasaan biasa saja meskipun dalam beberapa cerita "saya banget", seperti membuang bekal itu hehehe :))) kemudian memasuki bab-bab terakhir....
YA ALLAH SUDAH ADA AIR MATA DI PELUPUK MATA! INI KENAPA SEDIHNYA MENDEKATI ENDING SIH??? AAARGHHH....


Yang membuat saya kurang puas adalah ending Kemuning dan Samudra. Jadi, setelah saya puas dengan ending Kemuning dan Bunda, saya berharap Kemuning dan Samudra mendapatkan "hadiah" setelah tujuh tahun pernikahan mereka, tapi ternyata tidak. Saya terkecoh dengan kata-kata di mimpi terakhir Kemuning saat Bunda bilang, "Sekarang saatnya kamu yang menjadi Ibu."

4 bintang untuk novel Unspoken Words :

  1. Saya dapat merasakan penyesalan Kemuning.
  2. Saya dapat merasakan rasa kecewa Bunda, tapi di satu sisi dia sangat mencintai anaknya.
  3. Saya suka Samudra sebagai suami. Peran dia pas gitu. Nggak sok menceramahi dan sabar banget mendampingi Kemuning.
  4. Saya merasa sedang nostalgia dengan masa kecil saya.

Finally, buat kamu yang memang sedang rindu dengan Mama/Bunda/Ibu atau belum sempat mengucapkan kata maaf karena telah menyakitinya, novel ini bisa dijadikan reminder. Mudah-mudahan tidak terlambat, karena benar kata orang, saat dia sudah pergi baru terasa penyesalannya :)



Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Gambar pribadi
Cuma butuh satu hari sebenarnya untuk selesaiin novel ini seandainya saya nggak sakit. Sayangnya, saya tumbang jadi baru hari ke dua saya beres ngikutin cerita para cungpret. Itupun saya selesaiin dikantor saking penasarannya!

Satu kata setelah baca Resign! : Ringan. Saking ringannya, nggak kerasa tiba-tiba udah mau beres. Ringan disini artinya bukan nggak berkualitas ya. Tapi ceritanya seger gitu. Gaya bahasa penulisnya nggak belibet. Nah, saya suka nih sama novel-novel metropop model begini. Selain ceritanya yang relate sama kehidupan sehari-hari kita, bahasa yang digunakan juga kebanyakan bahasa Indonesia, nggak campur-campur (ehem).

Oh ya, meskipun metropop, novel ini sangat "ramah" dalam penyebutan brand barang-barang atau tempat makan yang biasanya saya bayangin "wow, gila. Pasti harganya mahal banget" (secara cungpret jelata macam saya biasa makan nasi bungkus kalau makan siang, ye kaaan). Sebelumnya saya juga khawatir karena tokoh-tokohnya kerja di kantor konsultan (yang pasti gajinya nggak kaya saya 🤣), gaya hidup mereka juga hedon. Eh, saya sudah suudzon. Meskipun bos dan cungpretnya merupakan lulusan luar negeri, pernah tinggal diluar negeri dan dari keluarga berada, nggak bikin mereka terkesan "berada" sih. Bahkan si bos suka makan yang menurut saya "gue juga bisa makan disitu" 🤣

Sekarang kita bahas ceritanya :

Jauh sebelum rilis, novel ini sudah populer di situs wattpad. Karena saya bukan penggemar wattpad (saya harus minta maaf sebelumnya karena pernah baca novel wattpad dan sorry ceritanya hmm hmm kaya halu gitu. Tokoh yang terlalu sempurna, setting yang entah ada dimana, logika cerita yang mirip ftv dsb. So, saya pesimis kalau ada cerita wattpad yang naik cetak). Jaminan saya untuk beli Resign! selain ada label Gramedia (entah kenapa saya percaya tim Gramedia nggak mungkin asal pilih cerita di wattpad dan alhamdulillah nggak ada embel-embel tulisan "sudah di baca 5 juta orang di wattpad" pada covernya), juga karena feeling saya berkata cerita Resign! ini saya banget (hehehe curhat terooos).

Resign! bercerita tentang para geng cungpret alias kacung kampret yang anggotanya terdiri dari Alranita, Andre, Karen dan Carlo. Mereka bekerja di kantor konsultan yang memiliki bos super duper nyebelin bernama Tigran. Saking nyebelinnya si bos, mereka sampai buat taruhan siapa yang paling dulu resign! 

Dari sinopsisnya aja, udah nggak sabar kan ngikutin cerita cungpret?

Google

Dan terbukti tingkah konyol mereka, terutama saat gosipin bosnya, berhasil membuat saya tertawa terbahak-bahak. Asli, omongannya pada sempak semua. Nggak ada yang bener. Guyonan khas orang kantoran.

Google
Tokoh favorit pertama saya adalah Rara alias Alranita. Tuh cewek sumpah apes banget nasibnya. Mana punya bos nyebelin, gagal mulu untuk wawancara di tempat kerja baru (yang anehnya selalu ketauan sama si bos) plus selalu kena imbas kalau mood bos lagi nggak bagus. Pokoknya Rara ini hidupnya cuma bangun-kerja-lembur. Besoknya tinggal teken tombol repeat! Ajaibnya, nih cewek masih punya energi untuk bergosip. MBAK, ELING MBAK, TOBAAAAAT! 🤣🤣🤣

Tokoh kedua, Mbak Karen. Dibandingkan Andre, Carlo atau Sandra si anak baru, Mbak Karen ini wonder woman menurut saya. Meskipun sering dimarahin dan dituduh nggak pernah bener kerjanya sama si bos, dia tuh nggak pernah membantah atau jawab sekenanya macam Rara. Tapi ya tapiiii, setelah si bos nggak ada baru deh keluar sumpah serapahnya 🤣

Mbak Karen keluar dari ruangan Tigran :


Geng Cungpret ke Mbak Karen :


Tigran :


Tokoh ketiga favorit saya tentu sajaaaaa (teriak nggak yaaaa), Tigran. Nggak peduli para cungpret ini gosipin dia tiap hari atau ngatain bujang lapuk nggak laku (sempak, kan? 😂), tapi Tigran ini sebenarnya baik loh. Oke omongan dia nyebelin plus kalau ngasih revisi kerjaan lebih kejam dari dosen pembimbing saya waktu kuliah, tapi kalau dipikir-pikir lagi dia tuh sebenarnya kesepian. Kurang kasih sayang karena keluarganya pada jauhan gitu kali ya. Kalau saya sih punya bos ganteng, single, tajir melintir, plus kalau ngasih bonus nggak pelit, HAMBA RELA DI MARAHIN!

Oke Tigran, I'm comiiiing


*digaplok sama para cungpret*

Meskipun Resign! nyaris sempurna, bukan berarti novel ini tanpa cela. Masalah teknis sih kaya masih ada typo atau paragraf sama yang di ulang sampai tiga kali! Ehem ehem PR buat editornya nih kalau nanti cetak ulang.


Liat review di goodreads katanya ending cerita terlalu terburu-buru. Menurut saya sih enggak ya, justru yang masih keganjal di hati itu perpindahan perasaan Rara dari yang nggak suka bosnya sampai kemudian jatuh cinta. Itu bagi saya kurang detail dan gregeeet!

PEMBACA BUTUH ALUR TARIK MUNDUR CANTIK BIAR DEG DEG SEEEER!


Terus ya terus si Tigran ini ganteng-ganteng, tapi norak. Masa nembak Rara di parkiran kantor??? Ketahuan si Carlo, lagi!

Yang lebih apeu banget, si Tigran ngelamar Rara di bioskop! Yup, tajir-tajir sableng 🤣 ajak ke restoran kek, Tigran.

Terus.....
Ko nggak ada kisseu-nya khas metropop?

EH BUSET PEMBACA BANYAK MAUNYAAA!


Akhir kata, Resign! sangat menghibur. Serius, fresh banget abis baca buku ini. Bukannya mau resign, saya malah mau ngetawain diri sendiri 😁 Thank you geng cungpret dan pastinya Mbak Almira. Di tunggu novel selanjutnya, ya 😎

Oh ya, kata-kata paling ngena menurut saya :

Diambil dari instagram penulis : almirabastari

Kalau bos saya ngomong kaya gini...RESIGN, JANGAN?

Star 4,5 dari 5 untuk Resign!



Love,
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

Buku ini sempat menjadi trending topic di berbagai media sosial dan setelah dua bulan sejak membeli -ya, bahkan sudah berganti tahun 😁, akhirnya saya selesai juga membaca kisah hidup pemilik toko buku sekaligus pecinta buku, A.J Fikry. Begitu menutup buku, saya menghembuskan nafas dalam. Bukan karena ceritanya membosankan, tapi karena ending cerita yang tak terduga cukup mengaduk-aduk perasaan saya. Sedih, tapi bahagia. Begitulah kira-kira.

Cerita di mulai dari bab pertama berupa cuplikan novel Lamb to the Slaughter, 1953, karya Roald Dahl (jangan tanya novelnya, gue juga nggak tau 😂😂😂) ; "Istri membunuh suaminya dengan kaki domba beku, kemudian "mengenyahkan" senjata tersebut dengan menyajikannya ke para polisi." Bab awal yang menarik menurut saya. Oh ya, jangan kaget karena setiap bab akan ada cuplikan dari novel-novel pilihan A.J. Fikry dan..baiklah nggak ada satu pun novel yang diceritakan pernah saya tau apalagi baca *jawaban yang jujur* 🤣🤣🤣

Setelah kehilangan istrinya karena meninggal akibat kecelakaan, A.J. (btw, saya bacanya ajay. Bodo amet 🤣) merasa hidupnya hampa dan tidak terlalu bersemangat dalam mengolah toko bukunya sehingga penjualan merosot tajam. Harta berharga satu-satunya, yaitu buku kumpulan puisi Poe yang langka, hilang di curi orang (dan di akhir cerita sedikit kaget begitu tau siapa yang mengambilnya). Di saat A.J. semakin terjerumus oleh tumpukan buku-buku, ia bertemu dengan wiraniaga buku dari penerbit bernama Amelia dan menemuka "paket" di toko bukunya berupa seorang balita berusia dua tahun, yang kemudian diberi nama Maya dan di adopsi A.J. sebagai anaknya. 

Hari berlalu, pelan-pelan A.J menemukan kembali semangat hidup dan melupakan kesedihannya. Bersama Amelia, A.J. banyak berdiskusi -berdebat lebih tepatnya- mengenai judul-judul buku yang di sukai maupun yang tidak di sukai. Hidupnya juga lebih berwarna karena kehadiran Maya yang cerdas dan menyukai buku sehingga Maya seperti "hadiah" atas kesedihannya selama ini.

The Storied Life of A.J. Fikry ini sebenarnya cerita yang ringan (menjadi berat karena saya tidak tau judul-judul buku yang ada di dalamnya apalagi jika sudah di kaitkan dengan percakapan🤣). Mungkin faktor itu yang membuat novel ini menurut saya jadi biasa aja. Tapi terlepas dari itu, kisah hidup A.J. memberikan saya pelajaran ; manusia tidak bisa hidup sendiri. Bahkan manusia kaku dan "sinis" seperti A.J. membutuhkan wanita dan teman baik dalam hidupnya. 

Kutipan pada bab terakhir adalah favorit saya, sekaligus paling emosional dalam membaca kisah A.J di detik-detik terakhir ;

Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian.
Kita membaca karena kita sendirian.
Kita membaca dan kita tidak sendirian.
Kita tidak sendirian. (Hal 263)

A.J. seperti pahlawan di Pulau Alice. Bahkan ketika dia sudah tiada. Toko bukunya. Buku-buku yang di jual. Festival buku yang di adakan. Perdebatan yang sengit tentang alur cerita. Seperti baru kemarin, tapi ternyata sudah bertahun-tahun berlalu. Perasaan "kehilangan" itu setidaknya mengena di hati saya sampai halaman terakhir 😊

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • DRAMA KOREA (5)
  • KATA BICARA (4)
  • RANDOM (1)
  • REVIEW (49)
  • SahabatDifabel (1)
  • SHARING (24)
  • THOUGHT (81)
  • TRAVEL (17)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ▼  2018 (7)
    • ▼  November 2018 (1)
      • Family Trip : Yogyakarta (Bersabar-sabar dahulu, b...
    • ►  Oktober 2018 (1)
      • Beginning a New Life
    • ►  Maret 2018 (2)
      • REVIEW NOVEL : Susah Sinyal
      • REVIEW NOVEL : Melbourne Wedding Marathon
    • ►  Februari 2018 (2)
      • REVIEW NOVEL : Unspoken Words
      • REVIEW NOVEL : Resign!
    • ►  Januari 2018 (1)
      • REVIEW NOVEL : The Storied Life of A.J. Fikry
  • ►  2017 (47)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  Agustus 2017 (8)
    • ►  Juli 2017 (6)
    • ►  Juni 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (6)
    • ►  April 2017 (3)
    • ►  Maret 2017 (2)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (23)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (4)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (2)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Juni 2016 (2)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  Maret 2016 (1)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (4)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (6)
    • ►  Mei 2015 (15)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (3)
    • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  Januari 2015 (2)
  • ►  2014 (25)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  November 2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  Agustus 2014 (5)
    • ►  Juli 2014 (4)
    • ►  Juni 2014 (1)
    • ►  Mei 2014 (1)
    • ►  Maret 2014 (3)
    • ►  Februari 2014 (2)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  Agustus 2013 (2)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  Januari 2013 (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  Desember 2012 (2)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  September 2012 (1)
    • ►  Agustus 2012 (4)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  Februari 2012 (1)

Pinterest

Visitors

Followers

Populer Post

  • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tahun 1991
    Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting...
  • Bulan Ramadhan : Waktunya untuk Lebih Intropeksi Diri
    Hai, baru bisa  update posting #30hariproduktifmenulis. Sebenarnya ini murni karena kemalasan saya. Maafkan *salim*. Karena sekar...
  • Pengalaman Belanja Buku Via Online
    Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun... Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsist...
  • Pengalaman Menjalankan Diet GM
    Duh, sebenarnya geli ya bikin postingan tentang diet. Seumur hidup saya nggak pernah menjalankan diet karena badan saya pernah terlalu...
  • Jangan Terjebak Cinta yang Rumit
    Perlu di sadari, kehidupan cinta di kehidupan nyata sangat berbeda dengan kehidupan cinta dalam drama korea. Apapun bisa terjadi ...

Profil

Foto saya
Amelia Utami.
Random blogger. Kadang suka nulis serius, kadang galau, tapi lebih sering curhat.
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates