Diberdayakan oleh Blogger.

Laporkan Penyalahgunaan

REVIEW SHARING THOUGHT TRAVEL

Amelia Utami.

"I never mean to start blogging, I think it's late. But if I didn't start to write, I would never start nothing"


Tanggal 24 Desember kemarin adalah hari ulang tahun saya yang ke-25. Udah tua ya? Udah seperempat abad hehe. Kata orang, ulang tahun hanya masalah angka yang bertambah. Yang paling penting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.

Di umur 25 tahun ini saya tidak akan bercerita tentang kapan saya akan menikah atau akan berakhir dimana karir pekerjaan saya nanti. Ya seperti kata orang juga, umur 25 tahun adalah fase paling penting dalam kehidupan manusia. Dimana keputusan yang kita ambil di umur 25 akan berdampak pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang.

Tapi biarlah hal-hal yang seperti itu berjalan dengan sendirinya. 

Kali ini saya akan bercerita tentang side dark saya yang tidak banyak orang tau dan cerita ini berkaitan dengan Cerita Awal Berhijab. Kenapa saya memilih cerita itu? Bisa di bilang itu adalah masa paling kelam dalam 25 tahun saya hidup. Saya ingin berbagi cerita ini karena saya bahagia sekaligus lega sudah melewati itu semua. I felt superb! 

Saya masih ingat waktu itu tanggal 30 April 2012, saya begadang sampai jam satu malam untuk menuntaskan membaca novel Perahu Kertas yang saya pinjam dari teman. Saat itu badan saya sedang kurang fit, dari siang hidung mampet dan badan agak demam. Singkat cerita akhirnya saya tertidur dengan berhasil membaca novel tersebut sampai selesai.

Perasaan mengerikan itu datang pada pagi hari, ketika saya bangun tidur. Saya merasa badan saya agak berat dan yang lebih aneh lagi saya merasa ada yang salah dengan diri saya. Saya merasa seperti tidak mengenali diri sendiri. Saya yang biasanya memiliki kegiatan sistematis begitu bangun tidur, mendadak mirip kaya orang linglung. Bingung mau ngapain karena tiba-tiba kehilangan antusias untuk melakukan kegiatan. Saat itu saya masih berpikir waras, mungkin ini karena badan saya sedang kurang fit dan saya berencana akan pergi ke dokter. 

Walaupun dengan terpaksa dan tidak bersemangat, seharian saya berusaha tetap melakukan kegiatan selayaknya anak kosan pada hari minggu : membersihkan kamar, menyuci baju dan mengobrol dengan anak-anak kosan. Namun makin siang saya merasa makin aneh dengan diri saya. Selain kehilangan antusias untuk berkegiatan, saya juga mendadak kehilangan nafsu makan. Sarapan pagi yang tidak pernah saya lewatkan karena saya memiliki penyakit maag, di lewatkan begitu saja. Anehnya saya merasa tidak lapar sama sekali. Menjelang sore saya mulai menangis. Saya tidak tau apa yang sedang terjadi. Tapi perasaan saya semakin gelisah. Seperti ada beban yang berat di hati ini. Saya juga mulai mendengar suara-suara halusinasi memanggil nama saya. Suara dari orang yang saya kenal tapi saya tidak melihat wujudnya.

Malam harinya perasaan gelisah itu semakin menjadi-jadi. Mulai tidak tenang dan bingung harus bagaimana. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah menelfon pacar saya, Defbry, untuk mengantarkan saya berobat ke apotek depan kampus. Saya tetap masih berusaha berpikir waras bahwa semua keanehan ini karena saya sedang tidak enak badan. Setelah di antar berobat dan di temani makan oleh Defbry, saya merasa sedikit tenang, tapi saya masih belum berani cerita apa yang saya rasakan. Saya berusaha untuk tetap sewajar mungkin.

Setelah Defbry pulang, perasaan gelisah itu kembali menyergap. Saya mulai ketakutan. Akibatnya saya tidak bisa tidur. Saya yang jarang tidur larut malam, untuk pertama kalinya tidak dapat tidur sampai adzan subuh berkumandang. Saya hanya diam saja. Pikiran saya kosong. Saya baru bisa tertidur pukul lima pagi. Hebatnya, saya bangun pukul tujuh pagi untuk kuliah, saya tidak mengantuk sama sekali. Mata saya segar.

Besoknya, tanggal 1 Mei hingga akhir Mei adalah masa-masa paling melelahkan dalam hidup saya. Bukan hanya kehilangan selera makan dan kehilangan antusias berkegiatan, saya juga mulai tidak fokus dalam mendengarkan orang berbicara. Itu di sadari Defbry ketika dia berbicara dengan saya, saya hanya melamun saja. Saya pergi ke kampus seperti orang linglung. Tidak punya semangat sama sekali. Yang lebih mengerikan lagi, saya bukan hanya mengalami halusinasi pendengaran, tapi juga halusinasi penglihatan. Saat itu saya sedang mengantri untuk memilih kandidat ketua BEM, saya melihat ada orang yang saya kenal berdiri tidak jauh dari depan saya. Saya terus menatapnya. Begitu sadar ternyata orang yang saya kenal itu sedang duduk di samping saya.

Hari ke hari kondisi mental dan fisik saya semakin drop. Saya masih belum berani cerita pada Defbry karena dia sedang sibuk kampanye ketua BEM. Sebagai pelarian, saya hanya cerita pada teman-teman dekat saya. Saya tidak peduli akan dikatai gila, tapi saat itu saya betul-betul membutuhkan bantuan. Saya tidak tau harus melakukan apa agar rasa gelisah saya hilang. Awalnya mereka fikir saya terlalu capek dan terlalu menghayati membaca novel sehingga menganggap apa yang saya rasakan adalah hal yang biasa. Mereka menyarankan saya untuk banyak berdoa.

Setiap malam adalah saat paling melelahkan karena saya harus melewati malam dengan perasaan gelisah, hati tidak tenang, mata sulit terpejam dan kadang mendengar ada yang memanggil nama saya. Saat itu yang bisa saya lakukan adalah menangis sambil memukul-mukul dada saya. Saya teriak dalam hati : Tolong, saya ingin sehat. Saya tidak mau membuat orang tua saya cemas dengan keadaan saya ini. Besok paginya saya pikir akan membaik, tapi nyatanya tidak ada yang berubah. Saya malah jadi malas mandi, malas membersihkan kamar kos dan berubah menjadi anak yang sensitif, kehilangan selera humor dan mudah marah-marah. Saya yang biasanya kalau lagi nggak ada kerjaan suka nulis cerita di laptop, mendadak kehilangan minat. Saya yang biasanya nggak bisa liat kamar kosan berantakan, saat itu membiarkan cucian kotor menumpuk dan barang-barang berserakan. Kerjaan saya cuma tidur, makan, sholat, tidur lagi. Benar-benar tidak produktif.

Saya kenapa?

Itulah pertanyaan saya setiap harinya.

Saking bingungnya saya harus bagaimana, saya hanya bisa cerita melantur sana sini pada teman yang saya anggap mengerti dengan penjelasan yang tidak masuk akal. Saya membombardir mereka dengan mengirimkan sms dengan pertanyaan yang hampir sama : saya kenapa? Saya tau perbuatan saya ini annoying banget, tapi saya membutuhkan bantuan. Tolong saya. Awalnya mereka berempati, tapi saya merasakan lama-lama mereka merasa terganggu. Saya mulai menyadari saat itu temen-temen yang saya anggap dekat mulai menjauh. Di satu sisi saya merasa sedih, tapi di sisi lain saya juga tidak mau memaksa mereka untuk membantu saya.

Pada saat makan malam dengan Defbry, saya baru berani menceritakan apa yang saya rasakan. Tanggapan Defbry sama seperti mereka : saya terlalu menghayati membaca novel jadi terbawa sampai halusinasi. Saya tanya : apa ada yang "gangguin" saya? Ya saya memang konyol. Saking bingungnya saya sampai berpikir ke arah sana. Saran Defbry saat itu saya izin kuliah saja dan pulang ke rumah untuk istirahat.

Akhirnya saya pulang ke rumah dengan di antar Sherly, teman dekat saya. Saya pikir dengan di rumah saya sedikit tenang karena bisa bertemu dengan keluarga saya. Nyatanya, kondisi saya malah semakin nggak terkendali. Saya susah tenang dan tidak bisa diam. Karena kalau diam saya akan melamun. Harusnya saya memanfaatkan momen saat Ei -panggilan akrab Sherly- main ke rumah untuk mengajak dia mengenal kampung halaman saya. Yang ada saya malah merepotkan dia dengan cerita-cerita saya yang ngawur. Saya pikir saya sudah benar-benar tidak waras.

Jujur saja yang saya takutkan adalah saya membuat orang tua saya cemas dengan kondisi saya, karena saat itu kakak laki-laki saya juga sedang sakit mental. Bayangkan betapa beratnya beban mereka kalau harus mengurus satu anak lagi yang terindikasi sakit mental. Untungnya ibu selalu memberi saya semangat untuk tetep berpikir positif, melawan halusinasi dengan membaca doa serta meminta pertolongan pada Allah. Kata-kata ibu yang masih saya ingat : "Mi, aa udah sakit. Jangan sampai di tambah kamu. Kamu harus kuat. Inget kuliah, inget bapak yang membiayai kuliah kamu yang nggak murah. Kalau kamu udah nyerah karena begini aja, berarti kamu nggak kasihan sama ibu dan bapak".

Yang saya pikirkan saat itu : saya juga nggak mau begini. Tapi saya susah melawan. Tolong saya, bu.


Begitulah kondisi awal-awal saya saat mengalami sakit mental. Rasanya lebih melelahkan daripada sakit fisik. Orang lain mungkin menganggap saya lebay dan mendramatisir, tapi percayalah bagi orang yang mengalaminya, itu tidak mudah. Siapa yang mau sakit? Tentu saja tidak ada.

Kalau ada waktu, saya sambung lagi ya.

Love.
Amelia Utami.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sebenarnya saya bukan tipe anak yang romantis, yang berani mengucapkan selamat hari ibu langsung pada orangnya. Kata orang, saya tuh "galak" dan cuek sama orang tua, termasuk sama ibu. Kalau ngomong suka judes, kalau di nasehatin suka pergi begitu aja, kalau di bangunin pagi-pagi suka cemberut. Ya mungkin saya anak yang nggak pintar dalam menunjukkan rasa sayang saya ke ibu.

Ibu itu orangnya keras dan disiplin, tapi ibu orang yang sering buat saya nangis. Waktu kuliah dan jadi anak kosan, saya sempet protes karena ibu menelfon saya sehari hampir 5x. Pagi, siang, sore dan malam. Kadang bertanya saya lagi dimana dan ngapain, kadang juga cuma ngajak ngobrol nggak penting, seperti : "Ibu kesepian. Nggak ada temen ngobrol". Saking bosennya, saya pernah matikan HP. Beberapa hari kemudian nggak ada telfon dari ibu. Ternyata ibu sakit. Kemudian saya nangis sesenggukan di kamar kosan. Rasanya nyesel banget. Harusnya saya bersyukur punya ibu yang perhatian. Gimana kalau itu telfon terakhir dari ibu? 

Ibu saya pintar masak, tapi nggak pintar bikin kue. Ibu pernah bikin kue dan kuenya bantat. Orang di rumah nggak ada yang makan. Karena nggak tega, saya habisin berdua sama ibu sambil ketawa-ketawa. Meskipun kadang ibu galak, tapi beliau tipe orang yang mudah tertawa. Saya cerita kalau celana jeans saya sobek karena suka manjat pagar kosan malam-malam. Bukannya marah, ibu malah ketawa keras. Bayangin saya manjat pagar kosan udah mirip maling. 

Saya mungkin bukan anak yang manis, tapi saya orang yang ingin ibu bahagia dan selalu sehat.
Saya mungkin anak yang judes, tapi saya orang yang paling terluka kalau ada yang menyakiti ibu.
Saya mungkin bukan anak yang pintar, tapi saya ingin ibu melihat saya tumbuh dan berkembang dengan kemampuan yang saya miliki.

Selamat Hari Ibu.
untuk nama yang selalu di sebutkan dalam setiap doa :)


Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pernah dengar kata-kata the biggest communication problem is we don't listen to understand, we listen to reply? Nah, sebenarnya dari kemarin sampai hari ini saya mengalami situasi yang kurang enak di kantor.

Jadi teman sebelah meja saya dari kemarin marah-marah mulu ditambah dia lagi datang bulan, wah makin menjadi-jadi ya. Pokoknya temen saya itu mood-nya lagi nggak bagus banget. Hampir setiap orang yang datang ke mejanya kena bentak, marah, omelan bahkan dumelannya. Dia yang biasanya suka ketawa, mendadak pendiam. Tapi dari caranya membanting berkas-berkas kerjaannya, saya tau dia murka hahaha.

Bagaimana perasaan saya yang mejanya bersebelahan?
Di hari pertama saya ikut terpengaruh. Tanpa sadar jadi ikut marah-marah. Apalagi alasan murkanya teman saya itu sangat bisa di maklumi, yaitu pekerjaan yang 2x lipat lebih berat dari pekerjaan saya dan pressure dari berbagai pihak yang membuat dia jadi lost of control. Kalau saya ada di posisi dia, pasti saya juga bakal begitu. Maka seharian kemarin saya bantu menjawab kalau ada orang bertanya, tapi teman saya itu diam saja. Saya bantu menjawab line telfonnya. Saya juga kasih dukungan untuk tetap tenang dan sabar. 

Kemudian begitu saya berangkat kerja hari ini, untungnya sikap dia sudah mulai melunak. Sudah mulai tertawa dan bercanda. Tapi itu nggak bertahan lama. Beberapa saat kemudian dia dalam mood yang tidak baik lagi, tapi kadang tertawa lagi. Saya yang duduk di sebelahnya hanya bisa diam, mencoba mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Tidak lagi berkomentar panjang lebar. Saya juga tidak mau lagi ikut marah-marah.

Apakah saya mulai risih? Sejujurnya iya. Seharian ngamuk-ngamuk masih bisa di maklumi. Besoknya masih begitu ya saya mulai rolling eyes. Dengerin orang marah-marah walaupun bukan marah ke kita, tetap membawa pengaruh energi negatif. Saya tanpa sadar jadi ngerasa naon sih maneh teh?. Sebagai teman yang baik, tentu rasa risih itu tidak saya utamakan. Yang saya utamakan mendengarkan dia tanpa menjawab. Saya mencoba mengerti sekalian belajar dari emosi seseorang. Saya juga tidak mau menghakimi, apalagi sampai timbul rasa benci atau tidak suka. Saat dia bertanya, saya jawab sewajarnya. Saat dia bercerita, saya mencoba menimpali dengan porsi yang tepat. Saat dia kembali marah dengan kata-kata yang sorry kasar, saya kembali diam.

Dengan bersikap begitu saya sudah menyelamatkan diri saya dari pengaruh energi negatif dan melindungi hati saya dari rasa permusuhan. Tanpa sadar saya jadi belajar memaafkan, serta merasakan : oh begini rasanya mendengarkan sambil mengerti ☺.

Di antara kalian pernah nggak mengalami hal seperti saya?

Keep an attitude, just saying kind words and positive thinking ya. 

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Saya belajar dari kehilangan.
Bagaimana orang datang dan pergi begitu saja.
Kadang tanpa permisi, kadang lebih suka tidak mengucapkan apa-apa.
Sebagian orang menganggap kehilangan adalah luka, tapi sebagian lagi menganggap sebagai "ucapan" selamat datang.
Tidak ada yang tau pasti akan apa yang terjadi setelah kehilangan.
Bisa jadi perasaan lega, bisa juga perasaan menyiksa.

Detik demi detik.
Hari demi hari.
Bulan demi bulan.
Tahun demi tahun.

Pada akhirnya kehilangan hanya perkara menuju terbiasa...

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Dalam sujud, terselip banyak doa.
Entah doa yang di ulang-ulang atau doa baru yang semakin bertambah.
Sujud memberikan kita "ruang" terbuka untuk berinteraksi lebih dekat dengan-Nya.
Kadang terdengar suara isak tangis, kata yang terputus-putus, hembusan nafas yang berat, serta kata yang masih tersendat di tenggorokan.
Berharap saat sujud Dia mengelus kepala kita dengan lembut, kemudian membisikkan sesuatu :
Betapa dekatnya Dia dengan kita
Betapa cintanya Dia dengan kita
Betapa Dia ingin sekali menjawab doa-doa kita
Maka bersujudlah pada-Nya. Memohon pada-Nya.
Mengeluhlah sepuasnya. Menangislah sekerasnya.
Berceritalah tentang apapun, bahkan hal-hal yang tidak kita mengerti.
Kemudian berserahlah pada-Nya.
Percaya lah tidak ada satu pun doa yang tidak di dengar oleh-Nya.

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Mendengar drama korea, pasti di benak kamu terpikir tentang cerita cinta yang romantis para aktor dan artis yang perfect banget -ganteng, cantik, kaya, langsing, mukanya mulus kaya jalan tol hahaha-. Kebanyakan cerita drama-drama korea memang monoton, ya begitu-begitu aja sebenarnya. Nggak jauh-jauh dari kehidupan romance, persahabatan dan perebutan kekuasaan. Bikin penonton baper dan nggak sadar ngayal pengen punya kehidupan kaya mereka.

Bangun, gaeeeees! Itu hanya mimpi..... *ditabok* 

Tapi by the way,  tau kah kamu ternyata ada drama-drama korea yang ceritanya dekat dengan realita kehidupan kita? Bahkan tanpa sadar mungkin kita akan berseru "Wah, itu mah sama banget yang gue rasain!".Ya, ternyata nggak semua drama korea itu identik dengan kisah ala Cinderalla dengan bumbu-bumbu kehidupan yang saya rasa nggak mungkin banget terjadi di kehidupan nyata.

Lima drama korea berikut bisa jadi referensi untuk kamu yang bosan dengan cerita yang menoton, di samping juga banyak pesan moral dan pelajaran yang bisa kita ambil. 

1. Misaeng (TvN, 2014)

Hasil gambar untuk misaeng

Jujur saja, awal-awal saya sempat bosan menonton drama ini. Bahkan saya memutuskan untuk berhenti menonton karena saat itu saya merasa drama dengan kisah cinta lebih menarik ketimbang drama mbak-mbak dan mas-mas kantoran . Tapi......

SAYA MENGALAMI HAL YANG SAMA SEPERTI DI DRAMA INI!!!!

Drama Misaeng garis besarnya menceritakan tentang Jang Geu Rae, yang melalui koneksi ibunya, berhasil di terima sebagai karyawan magang di sebuah perusahaan perdagangan internasional. Geu Rae yang hanya memiliki ijazah setara SMA harus berjuang beradaptasi dengan lingkungan kerja yang keras dan tingkat kompetisi yang tinggi. Rekan-rekannya sesama magang adalah yang terbaik, bahkan ada yang lulusan dari luar negeri.

Itulah alasan mengapa saya menonton kembali drama ini. Ceritanya realitis banget. Adegan Geu Rae yang bingung gimana menghidupkan mesin foto copy adalah SAYA BANGET! hahaha sedikit curcol ya di hari pertama saya kerja, saya yang seumur-umur nggak pernah nyentuh mesin foto copy, pernah kebingungan persis kaya orang bloon karena nggak tau gimana menghidupkan mesinnya.

Drama ini layak mendapatkan penghargaan karena ceritanya yang realistis, akting pemainnya yang natural, ending cerita yang tidak dipaksakan dan banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Lupakan cerita tentang cinta-cintaan, karena selama 20 episode nyaris tidak ada adegan percintaan, bahkan setting-nya pun kebanyakan di dalam kantor dan sekitarnya.

Sosok Geu Rae membuktikan walaupun dia hanya lulusan SMA, dia dapat bekerja lebih keras di bandingkan yang lainnya. Dia tidak mau menyerah untuk belajar meskipun atasannya dan rekan-rekannya sering merendahkan dia. Geu Rae tidak memikirkan hasil, dia fokus pada proses. Walaupun hasilnya tidak sesuai dengan yang di harapkannya, dia tidak menyesal karena sudah melakukan hal terbaik yang dia bisa.

Episode-episode akhir adalah episode terbangke karena di jamin menguras emosi dan berhasil membuat saya menangis. Misaeng barhasil menyuguhkan bukan hanya cerita yang berbeda, tapi juga dekat dengan kehidupan kita.

Very Recommended for you, babe!

2. The Producers (KBS2, 2015)

Drama dengan jumlah 12 episode ini pernah membuat saya hampir frustasi karena alur ceritanya yang super lambat dan durasi per-episodenya lama, yaitu sekitar 90 menit sampai 120 menit! Bayangkan gimana saya nggak nguap terus karena bosan coba.
Apa yang membuat saya bertahan sampai episode terakhir? Lagi-lagi ya karena ceritanya. Walaupun di dukung dengan pemain yang berasal dari jajaran artis dan aktor terkenal, tapi bagi saya yang membuat drama ini sangat layak di tonton adalah isi ceritanya.

Gambar terkait

The Producers secara garis besar menceritakan tentang kehidupan di balik layar sebuah acara reality show. Adegan tentang kesibukan syuting, editing dan meeting sepanjang hari bahkan sepanjang malam akan sering kita jumpai di drama ini. Pelajaran yang saya ambil : Jangan kerja di stasiun tv kalau mental kamu lemah. Booo, bayangin, mata dipaksa melek semalaman cuma buat milih judul yang menarik. Belum lagi kalau rating acaranya turun, wah wah siap-siap kena semprot producer.

Kelebihan drama Producers adalah terletak pada detail setiap adegannya. Berasa bukan kaya drama. Ya berasa real aja gitu orang yang lagi kerja terus di rekam. Lumayan nambah wawasan juga bagi saya sih. Saya jadi tau istilah-istilah yang di gunakan oleh orang-orang yang bekerja di stasiun tv. Terus saya juga ikut merasakan gimana suka duka mereka supaya acara yang mereka garap itu bisa menarik perhatian penonton dan mendapatkan rating yang tinggi. Semua itu nggak mudah, loh. 

Salut untuk ide ceritanya!

3. Reply 1988 (TvN, 2015)





Saya pernah membahas drama ini di sini. Bagi saya Reply 1988 adalah drama paket komplit. Dimana hampir semua tema menyatu dalam satu judul drama, yaitu persahabatan, kekeluargaan, percintaan, bahkan hubungan antara tetangga. Yang membuat unik drama ini tentu saja setting cerita di tahun 1988. Bagi kamu yang merindukan masa-masa indah tanpa gadget atau media sosial, cerita kehidupan Dok Sun dan kawan-kawan di jamin bikin ketawa ngakak karena banyak adegan konyol dan lucu. 

Saya sendiri banyak mengambil pelajaran dari drama ini. Salah satunya adalah hubungan antar tetangga yang hangat dan saling membantu, yang sekarang jarang saya temui di tahun 2016. Hubungan antar anggota keluarga juga di bahas secara detail sampai ada beberapa adegan yang membuat saya benar-benar menangis. Dari semua serial Reply, Reply 1988 sejauh ini adalah yang terbaik!

4. Age of Youth (JTBC, 2016)

Nah, drama ini cocok untuk kamu yang sekarang jadi anak kosan atau pernah jadi anak kosan. Ya, Age of Youth menceritakan tentang anak-anak kuliah yang ngekost dan hidupnya jauh dari orang tua.

Hasil gambar untuk age of youth


Dengan cerita yang unik, sayang banget drama ini hanya berjumlah 12 episode saja. Padahal ceritanya masih dapat di kembangkan. Menonton Age of Youth membuat saya teringat kembali saat masih menjadi anak kosan. Saya bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, yang tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda. Kita pasti pernah merasa kesal dengan teman-teman satu rumah kita, tapi tanpa kita sadari mereka juga yang akan menjaga kita ketika sakit, menghibur kita ketika sedih dan membantu kita ketika mengalami kesulitan

Season 2 pleeeeaaaseeee!!!!

5. Drinking Solo (TvN, 2016)



Ini dia drama terbaru yang belum lama ini saya selesai tonton. Walaupun banyak adegan minum bir sampai teler, tapi sesungguhnya Drinking Solo memberikan banyak pelajaran. Ceritanya berkisar tentang anak-anak muda korea yang berjuang belajar dengan keras demi lulus ujian PNS. Takjub juga loh ternyata di korea sana PNS termasuk dalam daftar pekerjaan idaman, bahkan di ceritakan mereka sampai rela mengikuti akademi atau setara bimbel agar bisa bekerja di kantor pemerintahan.

Sejujurnya saya nggak terlalu fokus dengan cerita cinta para pemain utamanya, yang menjadi tema central dalam drama ini. Saya fokus pada perjuangan murid-murid untuk belajar bahkan dalam kondisi yang sulit. Drama ini memberikan pelajaran bahwa untuk meraih sesuatu yang di impikan memang tidak mudah.

Dan yeah....

If you lonely, sad, bad mood or whatever you feel, drinking solo is the best healing. Walaupun minumnya cuma segelas air putih, hahahahaha.

note : semua gambar di ambil dari google.

Love.
Amelia Utami.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Sebenarnya ini bukan di sebut traveling sih, tapi lebih tepatnya dolan (bahasa Jawa yang artinya main). Yup, saya hanya sehari mengunjungi kota Semarang (padahal ngidamnya dari jaman kuliah, bo!). Tanpa persiapan yang berarti layaknya orang traveling. Walaupun hanya sehari, tapi saya menikmati perjalanan saya di kota yang memiliki banyak bangunan bersejarah ini.

Berikut tempat-tempat yang saya kunjungi di Semarang :

1. Masjid Agung Jawa Tengah

Gambar di ambil ba'da Subuh
Masjid Agung Jawa Tengah terletak di Jln. Gajah Raya, Gayamsari, Semarang. Yang membuat bangunan masjid ini berbeda tentu saja pelataran masjidnya yang mirip dengan Masjid Nabawi di Madinah, yaitu terdapatnya enam payung elektronik yang hanya bisa di buka pada hari-hari tertentu. Berdiri di lahan yang luas, masjid ini menjadi tempat yang wajib kamu kunjungi ketika berada di Semarang.

Dengan membayar koin sebesar Rp. 1000 kamu bisa melihat kota Semarang dengan teropong.

Jangan lupa untuk naik ke menara masjid setinggi 99 meter. Kamu bisa menikmati pemandangan kota Semarang dari atas menara hanya dengan membayar tiket sebesar Rp. 7.000. Jangan khawatir akan tersesat karena akan ada petugas yang menemani kita sampai ke puncak menara.

Pemandangan masjid dari atas menara.
Cape berkeliling masjid, kamu bisa santai sejenak menikmati salah satu kuliner khas Semarang, yaitu nasi rawon. Hanya dengan mengeluarkan uang Rp. 10.000 kamu bisa mendapatkan satu porsi nasi rawon.

Nasi rawon di pelataran masjid agung.

2. Kota Lama Semarang


Kawasan kota lama mengingatkan saya pada Jalan Braga di Bandung. Jalan rayanya pun menggunakan batu khusus seperti di Braga. Sepanjang jalan banyak bangunan tua peninggalan jaman dulu yang kurang terawat atau sudah di huni untuk gedung perkantoran dan cafe. Bangunan lama tersebut justru menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan yang melewatinya. Banyak bangunan vintage yang unik untuk di jadikan objek foto yang menarik. 

Gedung Jiwasraya, salah satu landmark di Kota Lama.

Gereja Blenduk






Sebenarnya masih banyak bangunan tua yang fotoable banget 😁 tapi apa daya kaki sudah tidak kuat untuk berjalan (apakah ini tanda-tanda usia semakin tua? 😂). Bagi saya, kawasan kota lama Semarang ini nilai bangunannya lebih historical. Walaupun banyak bangunan yang kurang terurus, tapi entah kenapa feel saya seperti sedang berjalan di jaman dahulu lebih terasa, di tambah cuaca kota Semarang yang saat itu terbilang adem. 

Lokasi : Jl. Jendral Suprapto, Tanjung Mas, Semarang.

3. Lawang Sewu


Sepertinya saya tidak perlu menjelaskan sejarah dari Lawang Sewu, yang jelas tempat wisata bersejarah ini menjadi icon dari kota Semarang yang wajib banget kamu kunjungi. Lupakan cerita-cerita horor tentang bangunan tua jaman kolonial Belanda ini. Pada kenyataannya Lawang Sewu tidak seseram itu. Bangunannya kini sudah di pugar agar kesan "horor" sedikit berkurang. Alih-alih ingat cerita horornya, saya justru lebih fokus membaca sejarahnya.





Harga Tiket : Rp. 10.000

LOKASI :
Komplek Tugu Muda, Jalan Pemuda, Semarang

Neng, kepanasan? Ahhahaha

4. Kelenteng Sam Po Kong


Kelenteng Gedung Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He atau lebih di kenal dengan nama Laksamana Cheng Ho. 

Patung Laksamana Cheng Ho
Bangunannya yang khas China membuat pengunjung seperti berada di Beijing. Dengan harga tiket Rp. 5.000 saja, kamu bisa menikmati suasana kelenteng yang teduh, nyaman dan penuh toleransi umat beragama.



Lokasi : Jalan Simongan no. 129, Bongsari, Semarang

Dan yang terakhir......

TENTU SAJA BERBURU OLEH-OLEH! 

Saya beli oleh-oleh khas Semarang di sekitar Jalan Pandanaran.

Ini penampakan oleh-oleh yang saya beli :

Bandeng Presto yang terkenal itu


Satu laginya lumpia Semarang, lupa di foto keburu dimakan hahaha.

Oh ya tadinya sebelum pulang rencananya saya mau mengunjungi pantai maron yang terkenal itu. Tapi sayang banget jalan menuju ke sana rusak parah untuk di lalui oleh mobil. Dengan rasa kecewa mobil kami putar balik dan sebagai gantinya, saya memilih makan tahu gimbal di sekitar Simpang Lima. Kuliner khas Semarang ini terdiri dari lontong, tahu goreng, irisan kol, gimbal udang, telor ceplok dan kerupuk. Bumbunya bumbu kacang. Mirip ketoprak tapi rasanya lebih gurih menurut saya. 

Harganya lumayan mahal juga ternyata 😩 untung rasanya enak

Dolan ning Semarang saya akhiri di sini. Terima kasih yang sudah membaca. Mohon maaf kalau kurang menarik atau kurang informatif. Intinya jalan-jalan ke Semarang nggak akan nyesel dan di jamin nggak akan menguras kantong 😂.

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Selama 24 tahun saya hidup, bisa di katakan kehidupan saya biasa-biasa saja. Tidak terlalu banyak cerita. Bahkan cenderung membosankan. Ya, sejak SD sampai sekarang, sebutan anak baik-baik melekat pada diri saya. Entah karena faktor wajah saya atau karena hal lain. Tapi yang jelas sejak kecil saya hampir tidak pernah berbuat kenakalan, yang kelak kata banyak orang akan menjadi cerita yang akan di kenang di masa datang. Saya tipikal anak yang patuh pada aturan dan tidak berani berbuat yang aneh-aneh. 

Saya masih ingat, ketika teman sekolah saya sudah berani menggunakan biaya sekolah untuk uang jajan, saya lebih memilih untuk diam dan tidak ikut-ikutan. Padahal jika menuruti jiwa labil saya kala itu, saya bisa saja melakukannya. Tapi lagi-lagi, saya tidak berani melakukan hal yang seperti itu. Suatu hari, saya pernah di tertawakan oleh salah satu teman laki-laki saya di sekolah. Dengan bangganya dia bercerita tentang aktivitas pacarannya yang menurut dia sudah "dewasa". Saya yang saat itu pacarannya masih dalam tahap masih dalam batasnya, mendapatkan tawa yang keras dari dia. "Kamu cupu banget sih, Mi. Polos lagi". Dan saya sempat "panas" dan hampir terpengaruh. Sejak saat itu saya sudah terbiasa mendengar jika ada teman yang mengatakan : "Hidup kamu nggak asyik". "Nakal tuh tantangan, tau!". 

Selurus itu kah hidup saya?

Sore ini saya mendapatkan pesan bbm dari salah satu teman sekolah saya. Dia cerita bahwa dia sudah menikah, tapi hidupnya tidak pernah bahagia karena dia di madu. Dia mengatakan bahwa dia depresi dan hampir putus asa. Saya sedih membacanya. Banget. Satu pertanyaan yang langsung terbersit : "Apa yang membuatnya masih bertahan jika dia tidak pernah bahagia dengan pernikahannya?". "Mengapa dia memilih jalan hidup yang rumit?"

Dan pesan teman saya itu mengingatkan kembali pada teman-teman yang suka mengolok "hidup saya yang nggak asyik karena terlalu lurus". Nyatanya, mereka yang mengatakan itu hidupnya sekarang nggak lebih baik dari saya. Ada yang tidak melanjutkan sekolah, ada yang hidupnya cuma main-main saja, ada yang -maaf- hamil di luar nikah dan lainnya yang jika di ceritakan memang suprising sekali.

Segala keputusan hidup seseorang memang menjadi hak dan tanggung jawabnya. Bukan hak saya juga untuk men-judge hidup orang lain. Saya hanya merasa...why? why? why?. Dan hari ini saya baru menyadari, menjalani hidup yang lurus-lurus saja ternyata bukan keputusan yang memalukan. Hidup saya memang membosankan. Sekolah, kuliah, kerja, pulang lagi ke rumah dan sebagainya. Kenakalan saya saat kuliah hanya sampai batas manjat pagar kosan. Itu bisa di jadikan kenangan kan? Hahaha.

Terlepas dari itu semua, saya bangga menjalani hidup saya seperti ini. Saya bangga dengan keputusan-keputusan hidup yang saya ambil sampai hari ini. Nggak masalah orang bilang hidup saya nggak asyik dan nggak ada tantangan. Saya lebih khawatir jika hidup saya berantakan hanya karena ikut-ikutan memilih jalan orang lain :)

Love.
Amelia Utami.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Pada tanggal 24 Agustus 2016 kemarin, saya genap satu tahun bekerja. Saya pikir saya sudah berada di tempat kerja yang baru, tapi nyatanya saya masih bertahan di tempat kerja yang sama. Mungkin Tuhan belum memberikan kesempatan kepada saya di tempat yang lain atau bisa jadi saya sudah terlanjur nyaman berada di sana sehingga malas mencari pekerjaan lain. Yeah, di era banyak sarjana yang pengangguran ini, mencari pekerjaan tidak akan semudah itu kan? Tiba-tiba saya teringat perkataan salah satu teman kuliah saya. Dia bilang, ada dua jenis pekerja di dunia ini :
  1. Pekerja yang bekerja karena passion. Mereka jenis pekerja yang sangat beruntung. Orang yang bekerja sesuai dengan passion-nya sudah pasti mencintai pekerjaanya.
  2. Pekerja yang bekerja karena kebutuhan hidup. Tipe pekerja seperti ini biasanya mengabaikan apakah dia bekerja sesuai passion atau tidak. Yang penting dari hasil kerjanya, mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. 
Jika saya di minta memilih, sudah jelas saya masuk kategori nomor dua. Apa sih tujuan saya bekerja? realistis saja, tentu saja untuk cari uang! Untuk digunakan apa saja uangnya? wah, ya macam-macam. Makan, beli baju, sepatu, jalan-jalan bahkan untuk menabung. Dan untuk membeli semua itu saya nggak mungkin terus-terusan minta ke orang tua. Jika di tanya lagi apakah saya mencintai pekerjaan saya? itu hal yang berbeda menurut saya. Walaupun saya tidak mencintai pekerjaan saya, bukan berarti saya tidak bergairah untuk bekerja. Selain cinta, ada banyak hal yang membuat seseorang tetap semangat pergi bekerja : memiliki rekan kerja yang baik, atasan yang kooperatif, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan atau motivasi kecil macam : "gaji bulan ini beli sepatu ah" atau "gaji bulan ini di tabung untuk travelling". See? selama satun ini saya bertahan bekerja karena faktor-faktor seperti itu. Bukan berarti saya nggak pernah mengeluh. Berkali-kali saya memiliki niat untuk resign secepat mungkin, keluar dari tempat yang saya pikir tidak semestinya saya berada di sana. Tapi sekali lagi, saya memilih bertahan. Terus-terusan mengutuki pekerjaan yang tidak saya cintai, tidak akan ada gunanya. Karena saya sadar diri, saya bisa membeli barang-barang dan memenuhi kebutuhan hidup saya ya dari hasil kerja saya.

Apakah saya melupakan passion saya? tidak! saya tetap menulis walaupun intensitasnya menurun drastis. Saya masih punya "tanggung jawab" untuk tetap menghidupkan passion saya. Biasanya saya menulis setelah pulang kerja atau sebelum saya berangkat kerja. Sejauh ini saya happy-happy saja. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan ya jalan, "bekerja" untuk passion juga tetap jalan. Intinya, kembali lagi pada kita yang menjalankan. Setiap orang punya jalan yang di pilih, kan?

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Penulis : Ika Natassa

Setelah membeli buku ini, saya baru tau bahwa kisah TAOL di ambil dari #pollstory twitter penulis. Saya nggak mengikuti rangkaian #pollstory tersebut karena sekarang saya jarang sekali buka twitter. TAOL adalah novel kedua Ika yang saya baca setelah Critical Eleven. Secara cerita, TAOL menurut saya lebih ringan di bandingkan CE yang konfliknya bikin perasaan saya sentimentil sampai mau nangis. Konflik di TAOL ini justru bikin saya gemas.

TAOL menceritakan tentang Raia Risjad, penulis novel Indonesia best seller, yang sedang mengalami writing block akibat kehilangan muse-nya.  Sudah empat tahun Raia tidak menghasilkan sebuah karya dan dia memutuskan untuk "berlibur" ke New York dengan harapan dapat menemukan kembali inspirasi menulisnya. Pada suatu pesta tahun baru yang di adakan oleh salah satu temannya, tak sengaja Raia bertemu dengan cowok bernama River, seorang arsitek dari Indonesia juga. Bagi Raia, River ini orangnya aneh, misterius dan dingin. Tapi bersama River lah Raia dapat berkeliling menikmati kota New York. River mengajarkan Raia melihat kota New York dengan cara yang berbeda.

Salah satu alasan mengapa saya suka dengan tulisan Ika Natassa adalah dia selalu menjabarkan profesi setiap tokohnya dengan sangat detail. Mungkin tokoh Raia ini menggambarkan diri Ika sendiri sebagai penulis. Bagaimana rasanya mengalami kebuntuan ide (yes, saya juga pernah mengalami!), di kejar-kejar editor, di tanyai mulu sama penggemarnya kapan novel barunya terbit. Itu emang kaya beban mental sih ya.
Sama seperti buku sebelumnya, mbak Ika selalu menyelipkan informasi-informasi di setiap ceritanya. Dan menurut saya itu sangaaaat bermanfaat. Salut banget bisa menggambarkan tempat-tempat di New York dengan gamblang. Informasi kecil kaya tempat jualan burger, kopi atau makanan yang enak di New York sampai di ceritain loh. Belum lagi informasi-informasi setiap bangunan di New York beserta sejarahnya. Ini semacam baca buku sekalian "touring" dan mbak Ika jadi travel guide-nya. 

Cerita cintanya juga menurut saya nggak terlalu mellow, meskipun cerita masa lalu Raia dan River lumayan bikin nyesek dan seriously saya sampai berhenti baca dulu saking "Ih, apaan sih. Bikin nyesek aja". Begitulah reaksi pembaca alay macam saya, hahaha. Lucu banget setiap mereka berdua memanggil dengan sebutan nama Bapak Sungai dan Ibu Hari Raya. Cheesy tapi ko ya romantis! Hehehe. Oh ya, satu quote favorit saya dari novel ini kira-kira bunyinya begini : "Orang yang sedang jatuh cinta biasanya akan lebih mudah "menandai" orang tersebut. Dia akan jauh lebih peka, bahkan untuk hal-hal kecil seperti wangi parfumnya, makanan kesukaannya, gaya rambutnya dan barang-barang yang dia pakai dari ujung kepala sampai ujung kaki". LAH, IYA. INI BENER BANGET!

Endingnya agak menggantung gitu ya tapi sebagai pembaca saya tau lah perasaan Raia dan River itu bagaimana *alaaaah*. Oh iya, saya seneng banget di novel TAOL ini bisa ketemu lagi dengan Ale dan Anya beserta anak mereka. Nggak tau kenapa saya ikut seneng mereka akhirnya memiliki anak kembali. 

Yang jelas, TAOL recommended untuk dibaca dan tulisan Ika Natassa tidak usah di ragukan lagi :)

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Hallo sunday ....

Di hari minggu yang cerah ceria ini (yaila), saya akan mereview salah satu novel yang sudah selesai saya baca. Berhubung review di goodreads bagus-bagus (walaupun nggak menjamin juga), ditambah dengan profil penulis yang merupakan alumni Gramedia Writing Project 2 (Apa itu GWP ? cek disini), itu jadi salah satu alasan saya membeli novel ini tanpa ragu *tsaaaaaaaah*.

 

Covernya manis banget meskipun tipikal cover-cover yang kurang menjanjikan bagi saya.Pertama kali melihat cover dan judulnya, jujur aja awalnya saya mengira novel ini akan 100% bercerita tentang cinta-cintaan yang sudah umum. Tapi sekali lagi, never judge a book by cover or tittle! Karena begitu membaca Cinta Akhir Pekan hmmm saya seperti makan permen manis. Pengen lama-lama di emut di dalam mulut saking sukanya. Manisnya pas, nggak berlebihan. 
Oke langsung aja review ceritanya :

Arlin menghabiskan akhir pekannya bersama lima temannya, yaitu Dita, Bisma, Ferdy, Chandra dan Edwin di sebuah villa. Setelah semalam menghabiskan waktu dengan berpesta dan mabuk-mabukkan, keesokan paginya Arlin mendapatkan dirinya sudah...naked! Yes, Arlin yakin telah di perkosa semalam. Meskipun dia tidak begitu ingat apa yang terjadi karena pengaruh alkohol.

Dan nggak nyangka banget, ternyata Arlin ini tipe cewek yang lugu, polos dan nggak pernah minum-minum. Di tambah dia berbohong pada Mamanya agar bisa pergi dengan mereka. Nah, kan kena batunya! Huft.

Arlin yakin laki-laki yang tega memperkosanya ada di antara empat teman prianya. Tapi masalahnya, setelah di investigasi dan di interogasi, ke empat teman prianya ini memiliki alibi yang kuat bahwa mereka bukan pelakunya. Seakan sudah jatuh, tertimba tangga pula, Arlin yang sudah di perkosa dan belum menemukan pelakunya, ternyata hamil! Hidupnya saat itu seakan hancur dalam semalam. Hanya kepada Mamah dan Dita lah, Arlin menumpahkan kesedihannya. 

Ketika akhirnya salah seorang dari mereka mengaku sebagai pelakunya dan bersedia bertanggung jawab, Arlin serta merta tak percaya. Dia mengenal pria itu sejak di bangku SMP dan dia terkenal memiliki sifat yang baik. Ironisnya, keluarga Arlin justru mendukung Arlin menikah dengan pria tersebut agar benih yang di kandungnya tidak di cap sebagai anak haram. Dengan terpaksa Arlin menerima pernikahannya dan bertekad menjadikan rumah tangganya sebagai neraka bagi pria itu.

Nah, nah, penasaran kan siapa pria yang mau bertanggung jawab itu? Yup, Chandra tentunya. Dari awal sudah bisa ditebak dari ke empat pria itu, cuma Chandra yang pembawaannya kalem, baik dan ramah. Tapi sebagai pembaca, jelas saya tidak mau tertipu. Sebagaimana kata Arlin, Chandra ini memang terlalu baik untuk melakukan hal bejat seperti itu. Dan saya langsung menebak, bahwa pelaku yang sebenarnya adalah orang itu. Tapi saya tidak mau terburu-buru menyelesaikannya, saya ingin menikmati ceritanya. Terharu banget ada cowok baik kaya Chandra. Walaupun di perlakukan semena-mena oleh Arlin, dia tetap memperlakukan Arlin sebagai seorang istri. DUUUUUH KZL!

Sampai akhirnya pelan-pelan rahasia itu mulai terkuak dan jeng....jeng...jeng....tebakan saya ternyata benar! Pelaku yang sebenarnya memang orang itu. Bagusnya, mas Dadan tidak terburu-buru mengungkapkannya. Penulis ingin mengajak pembaca mengikuti petunjuk-petunjuk yang di berikannya sehingga bisa menebak-nebak siapa pelaku yang sebenarnya. Ending ceritanya juga membuat saya tersenyum dan bilang : "ya orang baik emang jodohnya sama yang baik". Yang jahat mending ke laut ajeeeee! *emosi*

Notes : 
Ini pertama kalinya bagi saya membaca novel dari penulis GWP. Suprising, nggak mengecewakan. Saya sendiri pernah mengikuti ajang GWP tahun 2015 yang lalu, tapi belum rezekinya kali ya novel saya belum di lirik editor hehehehe. Bagi yang suka novel, saya sarankan untuk membuat akun di GWP. Siapa tau rezeki kaaaaaaan. Good luck!

Love.
Amelia Utami 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
 

Begitu tau novel Sabtu Bersama Bapak di buatkan filmnya, saya adalah salah satu orang yang antusias dan langsung bilang : "gue harus nonton!". Apalagi melihat castingnya oke-oke. Ada tante Ira Wibowo, Abimana, Acha, Deva sama terakhir Arifin Putra *elap ingus*. Dan jadilah minggu kemarin saya memaksa Ibu dan teteh untuk ikut menonton. Sengaja nontonnya agak telat karena saya sendiri sudah baca novelnya tahun lalu dan ceritanya masih melekat di ingatan saya. Wajar aja sih karena di novelnya bertaburan quote-quote motivasi yang sebenarnya sederhana tapi bikin mikir "oh iya bener juga ya".

Bagaimana dengan filmnya? Ini yang nggak bisa dihindari. Mulut saya tuh suka nggak tahan untuk nggak ngebanding-bandingin setiap scene di film sama cerita di novelnya. Untuk lebih jelasnya, berikut penilaian saya terhadap film Sabtu Bersama Bapak :

note : ini murni pendapat pribadi ya.
  1. Saya harus mengakui bahwa akting Abimana dalam memerankan tokoh bapak itu....sangat menjiwai! Pantes banget pokoknya lah. Di scene-scene awal aja mata saya udah di buat berkaca-kaca. Padahal waktu baca novelnya, mata saya baru berkaca-kaca di tengah cerita.
  2. Suprising banget tokoh Cakra alias Saka di versi film bisa lucu banget. Baik akting maupun dialognya. Nggak heran Deva dapat memerankan tokoh Cakra dengan mudah, secara akting lucunya sudah teruji di sitkom Tetangga Masa Gitu? Bagi saya Deva berhasil "menjadi" Cakra yang kesulitan mencari jodoh karena di anggap terlalu kaku, booring dan garing. Nah kurang apes apalagi coba! Hahahaha. Sejujurnya, waktu baca novelnya tokoh Cakra beserta joke-joke-nya nggak berhasil membuat saya tertawa lepas. Lucu sih, tapi ya nggak lucu banget. Tapi di filmnya...tawa saya meledak! Pokoknya scene Cakra favorit banget. Apalagi tokoh Wati dan Firman ini membantu banget menghidupkan film yang harusnya sendu dan bikin mewek.
  3. Arifin Putra cucok banget meranin tokoh Satya yang tegas, keras, tapi sayang banget sama keluarganya. Aduuuh hatiku meleleh *mulai lebai*. Nah, di novel di ceritakan Satya dan Risa memiliki tiga anak.Laki-laki juga. Namanya Dani. Tapi entah alasannya apa, di film di ceritakan hanya memiliki dua anak. Saya sampai bisik-bisik ke teteh : "Nih, bentar lagi Acha (Risa) hamil anak ke tiga". Eeeeh, tapi sampai akhir cerita si Risa nggak hamil-hamil lagi. Oh ya saya mau kritisi satu hal, eeeerrrr saya agak terganggu sama akting Ryan dan Miku yang menurut saya terlalu kaku dan kurang greget, sehingga chemistrinya bersama Acha dan Arifin Putra pun memudar. Saya liatnya mereka bukan kaya anak sama orang tuanya. Sayang bangeeeeet :( Padahal di novel saya jatuh cinta sama anak-anaknya Satya dan Risa. Kurang di arahin aktingnya atau susah nyari pemain anak-anak ya?????
  4. Secara cerita sih nggak ada masalah ya. Walaupun ceritanya nggak utuh kaya di novel karena alasan durasi, tapi jalan ceritanya masih bisa di mengerti dan di nikmati. Menurut saya alur ceritanya seimbang gitu. Setelah scene sedih sampai pengen nangis, scene berikutnya bikin ketawa karena Cakra. Scene berikutnya bikin baper karena Arifin Putra, terus penonton di bawa ke scene sedih lagi. Begitu terus sampai akhir cerita.
  5. Ngerasa nggak sih kalau durasi film Sabtu Bersama Bapak ini hmmmm agak lama? sekitar 110 menit ternyata saat saya baca. Bukannya booring sih ya, tapi saya cuma ngerasa "hmmmm ko filmnya nggak kelar-kelar". Apa cuma perasaan saya doang? hehehe.
  6. And the last, saya berterima kasih sekali kepada kang Adhitya Mulya karena sudah membuat novel dan film yang bukan hanya menghibur, tapi juga memberikan pelajaran berarti untuk pembaca dan penontonnya. Di tunggu karya selanjutnya, kang! :)
Kesimpulannya, film Sabtu Bersama Bapak recommended untuk di tonton, apalagi buat kamu yang sedang rindu bapak. Siap-siap aja nahan untuk nggak nangis :)

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Saya termasuk orang yang susah banget cocok sama yang namanya lipstik. Ini karena jenis bibir saya yang kering dan kulit wajah saya yang juga cenderung kering. Kalau bukan karena tuntutan pekerjaan, saya lebih memilih menggunakan tint balm ketimbang lipstik. Beberapa jenis merk lipstik pernah saya coba, dari yang harganya mahal sampai yang harga standar. Hasilnya ya saya nggak begitu suka. Entah itu karena warnanya atau kurang cocok di bibir saya.

Sampai pada kemarin saya iseng cari lipstik di toserba terdekat. Saya teringat Wardah meluncurkan Lip Cream beberapa bulan yang lalu. Awalnya saya nggak tertarik karena ssaya pernah membeli Lip Pallete produk mereka dan hasilnya benar-benar membuat bibir saya tambah kering. Saat itu saya kapok membeli produk mereka.



Tapi karena lagi-lagi saya orangnya penasaran di tambah harganya lagi diskon, saya akhirnya memutuskan untuk membeli. Saya coba dulu testernya dan wow nggak nyangka bibir saya bisa secantik ini hahaha lebay ya. Karena warna kulit saya yang terang, saya memilih Lip Cream No 2 yaitu warna Fushia. Pink terang gitu tapi nggak terlalu mencolok. Justru membuat wajah saya semakin terang. Dan kelebihannya lagi, Lip Cream-nya cepet kering dan tahan lama di bibir. Cocok banget sama saya yang kerja sampai sore dan males dandan lagi. Hehehe.

Dengan harga Rp. 59.000 saya rasa sangat terjangkau untuk memiliki Lip Cream dengan kualitas yang baik. Oh ya, tersedia juga beberapa warna. Silakan bisa cari di google ya. Karena balik lagi, milih lipstik itu bukan hanya sesuai selera dan budget, tapi juga sesuai dengan warna kulit dan jenis bibir kita. 

Aslinya warna pinknya lebih terang.

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Orang tua saya termasuk orang tua yang konvensional dalam urusan mendidik anak. Saya dan kakak-kakak saya sejak kecil dilatih untuk disiplin, mulai dari makan, tidur, belajar, termasuk dalam jam main bersama teman-teman. Sejak kecil sebenarnya saya tidak terlalu bebas bermain karena aturan ketat dari orang tua saya, khususnya ibu. Saya tidak boleh bermain di luar rumah saat jam tidur siang, saat jam mengaji dan saat jam les privat. Keliatannya sangat menyebalkan memang, di saat anak-anak usia saya bebas bermain bahkan sampai malam dan tidak di cari oleh orang tua mereka, saya justru sudah di teriaki namanya dari jauh oleh ibu untuk segera pulang jika sudah melebihi jam bermain. 

Beranjak SMP, aturan itu masih tetap berlaku. Saya bahkan pernah pergi ke bioskop diam-diam hanya untuk menonton film. Pualngnya? ya di marahin. But, I'm not regret. Karena saya merasa tidak melakukan sesuatu yang berbahaya. Just watching film. Nggak kebih dari itu. Kemudian ketika saya SMA, aturan itu sudah mulai sedikit longgar. Mungkin orang tua saya sudah sedikit memahami dunia remaja. Saya di perbolehkan menginap di rumah teman saya, nonton film di bioskop dan ehem pacaran hehehe. Tapi saya masih belum puas. Saya merasa belum "bebas" seutuhnya. Oleh karena itu saya bertekad untuk kuliah di Bandung. Jadi anak kost dan jauh dari aturan orang tua.

Keinginan itu terwujud dan saya merasa senang. Saya pikir saya sudah mendapatkan kebebasan yang selama ini saya impikan. Bebas dari jam pulang, bebas kemana aja tanpa harus di cari dan bebas berbuat apapun. Tapi ternyata kenyaataannya tidak seperti itu. Saya tetap menjadi anak rumahan. Nggak suka main malam lebih dari jam sebelas, tetap nggak berani melakukan hal-hal nakal, tetap mager di kosan kalau nggak ada jam kuliah dan nggak pernah main ke tempat yang jauh-jauh. Saya melakukan itu karena merasa nyaman dan tidak menyangka bahwa aturan-aturan ketat orang tua saya dapat bermanfaat saat saya jauh dari mereka. Saat saya sendirian. 

Beberapa hari yang lalu, SMP saya mengadakan acara reuni dan buka bersama. Malam harinya, saya dan teman-teman dekat memutuskan untuk jalan sekalian temu kangen karena kami sudah lama tidak bertemu. Kami baru berangkat pukul sepuluh malam. Berbekal izin ibu, akhirnya saya ikut. Tiba di lokasi pukul sebelas malam. Anehnya, saya sudah merasa gelisah, padahal makanan dan minuman belum juga di pesan. Saya merasa tidak semestinya saya di sana. Bukan, bukan karena teman-teman saya. Karena sejujurnya saya kangen banget sama mereka. Tapi saya merasa...ini sudah melebihi batas jam main "nyaman" saya. Saya semakin gelisah karena makanan yang kami pesan baru jadi pukul setengah dua belas malam!.

Salah satu teman saya berusaha menenangkan : 

"Kapan lagi Mi bisa kumpul begini, setahun sekali juga jarang".

Oke. Itu benar. Dan saya sedikit tenang. Di tambah dengan obrolan dan guyonan mereka yang nggak berubah. Tetap sableng dan edan. Beberapa kali tawa saya meledak dan rasa gelisah itu pelan-pelan pergi.

Kemudian teman saya yang lain menimpali :

"Jam segini mah Mi masih sore".

Saya langsung nggak setuju. 

Saat itu mendadak saya pengen pulang, terus tidur.

Ah, mungkin benar saya nggak berubah. Saya tetap Ami yang dulu. Anak rumahan yang susah dapat ijin main malam, bahkan oleh diri saya sendiri. Yang lebih nyaman menghabiskan waktu di rumah sambil membaca novel atau menonton drama korea. Yang lebih sering pergi kemana-mana bersama keluarga. Yang lebih nyaman memilih waktu bermain bersama teman nggak lebih dari jam sepuluh malam.

Karena bagi saya, waktu malam tetap tidak berubah. Malam adalah waktunya istirahat. Dan kamu boleh nggak setuju. 

Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Melihat anak remaja jaman sekarang yang berlomba-lomba untuk eksis di dunia maya dengan berusaha memperoleh followers sebanyak-banyaknya, dengan cara yang "gila" sekalipun. Kemudian saya jadi teringat dengan kisah saya sendiri di masa lalu. Bedanya, ini terjadi di dunia nyata. Karena jaman remaja saya dulu tidak kenal media sosial.

Masa remaja adalah masa dimana eksistensi adalah nomor satu. Tidak peduli dengan cara apapun, hampir setiap remaja "bertaruh" agar menjadi anak yang eksis. Baik di mata guru-gurunya maupun dimata teman-temannya. Dan yeah mee too... waktu itu saya pengen punya banyak teman. Sounds like a normal teenagers, right? Saya melakukan segala cara agar saya punya banyak teman. Jika teman-teman yang lain melakukannya dengan cara yang terang-terangan, seperti mengajak main bersama, basa basi sok akrab dan lainnya. Saya memilih cara dengan tampil menjadi "orang lain", tapi berkedok bahwa itu adalah diri saya sebenarnya. Saya berusaha tampil cantik seperti si A, saya maksa-maksa cari bahan obrolan supaya keliatan lebih ramah, saya ikut-ikutan pake baju kaya si B biar keliatan lebih "wah" di mata teman-teman saya. 

Saya tidak menyadari itu adalah sebuah kesalahan besar karena saat itu yang ada dalam pikiran saya adalah : saya harus "survive" ketika berada di lingkungan sekolah. Lebih tepatnya ketakutan sih. Bagi saya, tidak memiliki banyak teman sama saja seperti di kucilkan. Susah nanti kalau ada apa-apa, contoh kecilnya kaya informasi sekolah atau PR. You can judge me, but hey di antara kamu pasti pernah mengalaminya kan?

Terus hasil yang saya dapatkan apa ketika menjadi "orang lain"? Yang jelas adalah capek. Capek karena harus berubah-ubah terus, tapi pada akhirnya teman-teman yang dekat hanya selintas saja. Selebihnya? ya saya sendiri lagi. Saya menyadari ini ketika masuk kuliah. Sama seperti waktu sekolah, masa awal-awal kuliah adalah masa mencari teman sebanyak mungkin. Saya melakukannya. Tapi tidak lagi dengan cara yang sama seperti dulu. Saya berusaha memperkenalkan diri saya yang sebenarnya. Apalagi ketika ada beberapa teman yang mengecewakan saya dan make a pain in my heart, ya yaudahlah mau di apain lagi. Dendam? nggak. Marah? pasti. Tapi dari situ saya belajar mandiri. Tidak ketergantungan pada orang lain. Tidak berharap banyak orang lain akan memperlakukan saya dengan baik. Kemana-mana kalau bisa sendiri, ya sendiri. Belajar tetap teguh kalau saya orangnya begini. Dan belajar untuk tidak menyalahkan diri sendiri.

Awalnya saya takut jika tidak memiliki banyak teman, saya akan susah "survive" ketika berada di tengah-tengah lingkungan. Tapi kenyataannya, ketakutan saya itu tidak terbukti. Saya baik-baik saja. Saya bahagia walaupun hanya memiliki segelintir teman. Memiliki teman sedikit atau banyak, itu bukan lagi masalah yang besar bagi saya. Masalah yang akan membuat saya menjadi "orang lain" lagi. Sejujurnya, I'm welcome anyone to be my friend. Walaupun pada akhirnya saya "menyeleksi" mereka, but it was normal, isn't it?

So be original. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Don't be afraid you have no friends or followers. Don't worry you will be lonely. Be your self more important than anything. Klise but true....

Love 
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hallo, I' m back.

I've promised to share a story about my job, and now is the time....

Dari kecil saya memiliki kemampuan yang bisa di bilang lemah dalam pelajaran hitung-menghitung alias matematika. Itu terbukti dari telatnya saya "menangkap" pelajaran tersebut ketika berada di sekolah dasar. Ketika teman-teman sekelas saya sudah bisa menghitung perkalian dan pembagian, saya masih stuck di penambahan dan pengurangan. Nilai matematika saya di rapot pun nggak bagus, meskipun nggak jelek juga. Suprising ketika SMA saya berhasil masukan jurusan IPA dengan kemampuan matematika saya yang pas-pasan. Modal saya waktu itu cuma pengen belajar supaya nilainya nggak jelek. Titik.

Untuk mempelajari matematika lebih dalam? BIG NO! Cukup di bangku sekolah aja. Makanya ketika kuliah saya pilih jurusan yang aman dari pelajaran angka-angka. Dan resmi lah saya menjadi mahasiswa FISIP. Meskipun ada mata kuliah statistik nggak masalah. Toh cuma ketemu sekali.

Dengan gelar sarjana Ilmu Politik yang berhasil saya dapatkan setelah berjuang kuliah selama empat tahun, saya berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang walaupun melenceng, setidaknya nggak ketemu angka-angka. Serius, kadang saya separno itu sama matematika. Hahaha.

Tapi apa daya manusia hanya berencana, Tuhan yang menentukan. Berawal dari lamanya saya mendapatkan pekerjaan (ini pun di luar ekspektasi saya), akhirnya saya memutuskan untuk bekerja apa saja. Apa saja dalam arti nggak banyak pilih. Nggak harus di bidang ini itu dan bla bla. Yang penting kerja. Karena percayalah menjadi pengangguran lebih tidak mengenakan.

Panggilan dari perusahaan swasta di bidang pembiayaan akhirnya menjadi jawaban dari doa-doa serta usaha saya untuk mendapatkan pekerjaan. Sekaligus menjadi jalan sampai saya berada di posisi sekarang. Awalnya saya masuk sebagai karyawan honor. Tapi ketika itu saya merasa bahagia banget. Ya siapa yang nggak bahagia sih setelah lama menganggur akhirnya dapet pekerjaan? nggak peduli itu honor atau apa. Yang penting ada pekerjaan.

Tiga bulan masa kontrak honor saya. Saat itu tanpa pikir panjang saya menerimanya. Saya anggap tiga bulan adalah waktu training. Hitung-hitung untuk pengalaman kerja. Saat itu saya di tempatkan di Customer Service. Baru genap dua hari di posisi CS, saya di suruh pindah ke Back Office, tepatnya di Credit Admin, sampai kontrak honor saya abis. Dan tibalah saat kontrak honor saya berakhir. Saya kembali menjadi job seeker. 

Dua minggu setelah saya mengganggur, saya di panggil kembali oleh perusahaan tersebut untuk menepati posisi teller karena teller-nya sedang cuti melahirkan. Saya bisa aja sih menolak, toh status saya nggak berubah. Tetep honor. Sambil menunggu penggilan kerja, saya akhirnya menerima tawaran itu. Baru dua minggu saya menjadi teller, saya di suruh ikut tes psikotes karyawan reguler. Dengan posisi Finance Staff karena Finance Staff sebelumnya mau resign. Saya bengong. Ko bisa milih saya? dalam hati saya teriak-teriak menolak. Saya tau banget Finance Staff itu kerjaannya kaya gimana. Tau dari siapa? ya liat sendiri lah. Waktu itu saya bimbang. Karena sejujurnya saya udah tertekan banget di posisi teller. Setiap hari di bayang-bayangin duit nasabah yang banyak. Setiap hari berdoa supaya uangnya nggak selisih, nggak salah input atau nggak ketemu uang palsu. Belum lagi ketemu nasabah aneh yang suka marah-marah, cerewet, bawel dan sebagainya.

Apa job desk Finance Staff?

Pada dasarnya tugas Finance Staff adalah bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan. Di perusahaan tempat saya bekerja, Finance Staff terdiri dari dua bagian, yaitu Finance Out dan In. Saya kebagian di Finance In, yaitu bertanggung jawab terhadap uang yang masuk, dalam hal ini uang setoran dari nasabah, baik melalui tunai maupun menggunakan PDC/cek. Maka dari itu Finance In berhubungan langsung dengan teller. Mulai dari proses closing, stock opname fisik uang, sampai penyetoran uang ke bank.

Bagaimana perasaannya di hari pertama menjabat sebagai Finance Staff? 

Gemetar. Serius. Saya panas dingin karena ini pekerjaan yang high risk. Menyangkut uang. Dan seorang Finance Staff harus bertanggung jawab terhadap cash box dan lemari brankas finance.

Kendala apa yang dihadapi selama menjabat sebagai Finance Staff?

Adaptasi terhadap job desk. Di awal-awal menjabat sebagai Finance Staff, saya hampir tiap hari pulang malam dan berangkat pagi-pagi. Pekerjaan kayanya nggak beres-beres. Adaptasi saya terhitung lama karena saya nggak di training secara maksimal. Training-nya ya sambil ngerjain kerjaan. Makanya saya selalu gemetar dan ketar ketir karena takut salah.

Tantangan apa yang dihadapi oleh seorang Finance Staff?
  1. Menghitung uang dengan cepat, teliti dan tepat. Awal-awal saya mengalami kesulitan menghitung uang dengan menggunakan tiga jari, tapi karena setiap hari saya berhubungan dengan teller lama-lama terbiasa menghitung uang dengan cepat.
  2. Tidak boleh ada selisih uang. Baik selisih lebih atau kurang. Fisik uang dengan jumlah uang yang di input di sistem harus sama. Maka dari itu Finance In dan teller harus bekerja sama. Karena jika selisih, seorang Finance In harus mencari selisih itu sampai ketemu.
  3. Seorang Finance Staff harus mengerjakan report harian, berupa Rekonsil Bank dan Rekonsil Kas Angsuran. Dan harus balance. Tidak boleh ada uang yang selisih juga.
  4. Seorang Finance Staff harus konsentrasi, teliti dan tidak boleh ceroboh. Karena dia bertanggung jawab terhadap kunci cashbox, kunci brankas dan kerahasiaan kodenya.
  5. Me-manage waktu. Pekerjaan seorang Finance Staff itu banyak. Jika tidak bisa me-manage waktu, maka saya akan selalu pulang malam. Dan bagi saya ini adalah tantangan bagaimana saya harus mengatur waktu agar pekerjaan saya selesai tepat waktu.
  6. Mencari selisih. Inilah tantangan paling berat. Jika ada selisih satu saja, kemungkinan akan kacau semua. Beberapa kali saya pernah mengalami selisih, yaitu selisih jumlah fisik uang, selisih karena salah catat jumlah uang, selisih karena salah kode bank dan selisih karena salah nulis remarks. Pokoknya uring-uringan kalau udah ketemu selisih. Nggak selera makan, mau ngerjain ini itu nggak tenang, sampai saya pernah nangis karena selisihnya jutaan rupiah. Selisih itu harus ketemu karena akan mempengaruhi Rekonsil Bank dan Rekonsil Kas Angsuran.
Apa suka duka menjadi Finance Staff?
Dukanya....
  1. of course, nombok uang. Beberapa kali ngalamin jumlah fisik uang dengan di sistem nggak sama. Di cari selisihnya nggak ketemu, ya mau nggak mau harus gantiin pake duit pribadi. Alhamdulillah selama ini sih kalau nombok jumlahnya nggak besar. Amit-amit banget deh. Jujur aja, terhindar dari selisih adalah salah satu isi doa saya setiap hari sebelum berangkat kerja.
  2. Kalau closing bulanan pulangnya malem dan uang yang di setor jumlahnya bisa banyak banget.
  3. Kalau tellernya nggak masuk, seorang Finance Staff harus siap menggantikan. Ini sih yang bikin bete banget. Karena saya harus double job, melakukan pekerjaan teller dan Finance dalam waktu bersamaan.
Sukanya....menjadi Finance Staff itu kalau udah lancar dan udah tau pola kerjanya, ternyata nggak berat-berat amat. Jika ketemu selisih, saya minimal tau cara pertama yang saya tempuh sampai selisih itu ketemu.

Itulah sedikit pengalaman tentang job saya sehari-hari. High risk, penuh tantangan dan konsentrasi. Kalau ada yang tanya apakah saya mencintai pekerjaan saya, honestly no, tapi saya harus survive kan? jadi saya memilih untuk berusaha menjalani pekerjaan saya ini dengan ikhlas, tidak banyak mengeluh dan niatnya ibadah.

Salam selfie dari meja Finance


Love.
Amelia Utami
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • DRAMA KOREA (5)
  • KATA BICARA (4)
  • RANDOM (1)
  • REVIEW (49)
  • SahabatDifabel (1)
  • SHARING (24)
  • THOUGHT (81)
  • TRAVEL (17)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (2)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (47)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  Agustus 2017 (8)
    • ►  Juli 2017 (6)
    • ►  Juni 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (6)
    • ►  April 2017 (3)
    • ►  Maret 2017 (2)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ▼  2016 (23)
    • ▼  Desember 2016 (3)
      • 25 Tahun : Cerita Melawan Side Dark (Part 1)
      • Cerita di Hari Ibu
      • Mendengarkan dan Mengerti
    • ►  November 2016 (4)
      • Tentang Kehilangan
      • Dalam Sujud
      • Lima Drama Korea yang Ceritanya Dekat dengan Realita
      • Dolan ning Semarang
    • ►  September 2016 (2)
      • Apa Cuma Saya yang Hidupnya Lurus-lurus Saja?
      • Satu Tahun Bekerja
    • ►  Agustus 2016 (2)
      • REVIEW NOVEL : THE ARCHITECTURE OF LOVE
      • REVIEW NOVEL : CINTA AKHIR PEKAN
    • ►  Juli 2016 (3)
      • REVIEW : FILM SABTU BERSAMA BAPAK
      • REVIEW : Wardah Exclusive Matte Lip Cream
      • Dulu dan Sekarang Tetap Sama
    • ►  Juni 2016 (2)
      • Be Original
      • Story of My Job as Finance Staff
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  Maret 2016 (1)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (4)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (6)
    • ►  Mei 2015 (15)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (3)
    • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  Januari 2015 (2)
  • ►  2014 (25)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  November 2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  Agustus 2014 (5)
    • ►  Juli 2014 (4)
    • ►  Juni 2014 (1)
    • ►  Mei 2014 (1)
    • ►  Maret 2014 (3)
    • ►  Februari 2014 (2)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  Agustus 2013 (2)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  Januari 2013 (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  Desember 2012 (2)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  September 2012 (1)
    • ►  Agustus 2012 (4)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  Februari 2012 (1)

Pinterest

Visitors

Followers

Populer Post

  • Review Dilan Bagian Kedua : Dia adalah Dilanku Tahun 1991
    Hai, karena saya lagi "libur" puasa dan kebetulan laptop kakak saya lagi nggak di pake, ijinkan saya melanjutkan kembali posting...
  • Bulan Ramadhan : Waktunya untuk Lebih Intropeksi Diri
    Hai, baru bisa  update posting #30hariproduktifmenulis. Sebenarnya ini murni karena kemalasan saya. Maafkan *salim*. Karena sekar...
  • Pengalaman Belanja Buku Via Online
    Tulisan ini tidak bermaksud untuk mempromosikan sebuah akun... Membeli dan membaca buku adalah salah satu hobi saya yang cukup konsist...
  • Pengalaman Menjalankan Diet GM
    Duh, sebenarnya geli ya bikin postingan tentang diet. Seumur hidup saya nggak pernah menjalankan diet karena badan saya pernah terlalu...
  • Jangan Terjebak Cinta yang Rumit
    Perlu di sadari, kehidupan cinta di kehidupan nyata sangat berbeda dengan kehidupan cinta dalam drama korea. Apapun bisa terjadi ...

Profil

Foto saya
Amelia Utami.
Random blogger. Kadang suka nulis serius, kadang galau, tapi lebih sering curhat.
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates