Begitu tau novel Sabtu Bersama Bapak di buatkan filmnya, saya adalah salah satu orang yang antusias dan langsung bilang : "gue harus nonton!". Apalagi melihat castingnya oke-oke. Ada tante Ira Wibowo, Abimana, Acha, Deva sama terakhir Arifin Putra *elap ingus*. Dan jadilah minggu kemarin saya memaksa Ibu dan teteh untuk ikut menonton. Sengaja nontonnya agak telat karena saya sendiri sudah baca novelnya tahun lalu dan ceritanya masih melekat di ingatan saya. Wajar aja sih karena di novelnya bertaburan quote-quote motivasi yang sebenarnya sederhana tapi bikin mikir "oh iya bener juga ya".
Bagaimana dengan filmnya? Ini yang nggak bisa dihindari. Mulut saya tuh suka nggak tahan untuk nggak ngebanding-bandingin setiap scene di film sama cerita di novelnya. Untuk lebih jelasnya, berikut penilaian saya terhadap film Sabtu Bersama Bapak :
note : ini murni pendapat pribadi ya.
- Saya harus mengakui bahwa akting Abimana dalam memerankan tokoh bapak itu....sangat menjiwai! Pantes banget pokoknya lah. Di scene-scene awal aja mata saya udah di buat berkaca-kaca. Padahal waktu baca novelnya, mata saya baru berkaca-kaca di tengah cerita.
- Suprising banget tokoh Cakra alias Saka di versi film bisa lucu banget. Baik akting maupun dialognya. Nggak heran Deva dapat memerankan tokoh Cakra dengan mudah, secara akting lucunya sudah teruji di sitkom Tetangga Masa Gitu? Bagi saya Deva berhasil "menjadi" Cakra yang kesulitan mencari jodoh karena di anggap terlalu kaku, booring dan garing. Nah kurang apes apalagi coba! Hahahaha. Sejujurnya, waktu baca novelnya tokoh Cakra beserta joke-joke-nya nggak berhasil membuat saya tertawa lepas. Lucu sih, tapi ya nggak lucu banget. Tapi di filmnya...tawa saya meledak! Pokoknya scene Cakra favorit banget. Apalagi tokoh Wati dan Firman ini membantu banget menghidupkan film yang harusnya sendu dan bikin mewek.
- Arifin Putra cucok banget meranin tokoh Satya yang tegas, keras, tapi sayang banget sama keluarganya. Aduuuh hatiku meleleh *mulai lebai*. Nah, di novel di ceritakan Satya dan Risa memiliki tiga anak.Laki-laki juga. Namanya Dani. Tapi entah alasannya apa, di film di ceritakan hanya memiliki dua anak. Saya sampai bisik-bisik ke teteh : "Nih, bentar lagi Acha (Risa) hamil anak ke tiga". Eeeeh, tapi sampai akhir cerita si Risa nggak hamil-hamil lagi. Oh ya saya mau kritisi satu hal, eeeerrrr saya agak terganggu sama akting Ryan dan Miku yang menurut saya terlalu kaku dan kurang greget, sehingga chemistrinya bersama Acha dan Arifin Putra pun memudar. Saya liatnya mereka bukan kaya anak sama orang tuanya. Sayang bangeeeeet :( Padahal di novel saya jatuh cinta sama anak-anaknya Satya dan Risa. Kurang di arahin aktingnya atau susah nyari pemain anak-anak ya?????
- Secara cerita sih nggak ada masalah ya. Walaupun ceritanya nggak utuh kaya di novel karena alasan durasi, tapi jalan ceritanya masih bisa di mengerti dan di nikmati. Menurut saya alur ceritanya seimbang gitu. Setelah scene sedih sampai pengen nangis, scene berikutnya bikin ketawa karena Cakra. Scene berikutnya bikin baper karena Arifin Putra, terus penonton di bawa ke scene sedih lagi. Begitu terus sampai akhir cerita.
- Ngerasa nggak sih kalau durasi film Sabtu Bersama Bapak ini hmmmm agak lama? sekitar 110 menit ternyata saat saya baca. Bukannya booring sih ya, tapi saya cuma ngerasa "hmmmm ko filmnya nggak kelar-kelar". Apa cuma perasaan saya doang? hehehe.
- And the last, saya berterima kasih sekali kepada kang Adhitya Mulya karena sudah membuat novel dan film yang bukan hanya menghibur, tapi juga memberikan pelajaran berarti untuk pembaca dan penontonnya. Di tunggu karya selanjutnya, kang! :)
Kesimpulannya, film Sabtu Bersama Bapak recommended untuk di tonton, apalagi buat kamu yang sedang rindu bapak. Siap-siap aja nahan untuk nggak nangis :)
Amelia Utami