Dulu dan Sekarang Tetap Sama

by - Juli 06, 2016

Orang tua saya termasuk orang tua yang konvensional dalam urusan mendidik anak. Saya dan kakak-kakak saya sejak kecil dilatih untuk disiplin, mulai dari makan, tidur, belajar, termasuk dalam jam main bersama teman-teman. Sejak kecil sebenarnya saya tidak terlalu bebas bermain karena aturan ketat dari orang tua saya, khususnya ibu. Saya tidak boleh bermain di luar rumah saat jam tidur siang, saat jam mengaji dan saat jam les privat. Keliatannya sangat menyebalkan memang, di saat anak-anak usia saya bebas bermain bahkan sampai malam dan tidak di cari oleh orang tua mereka, saya justru sudah di teriaki namanya dari jauh oleh ibu untuk segera pulang jika sudah melebihi jam bermain. 

Beranjak SMP, aturan itu masih tetap berlaku. Saya bahkan pernah pergi ke bioskop diam-diam hanya untuk menonton film. Pualngnya? ya di marahin. But, I'm not regret. Karena saya merasa tidak melakukan sesuatu yang berbahaya. Just watching film. Nggak kebih dari itu. Kemudian ketika saya SMA, aturan itu sudah mulai sedikit longgar. Mungkin orang tua saya sudah sedikit memahami dunia remaja. Saya di perbolehkan menginap di rumah teman saya, nonton film di bioskop dan ehem pacaran hehehe. Tapi saya masih belum puas. Saya merasa belum "bebas" seutuhnya. Oleh karena itu saya bertekad untuk kuliah di Bandung. Jadi anak kost dan jauh dari aturan orang tua.

Keinginan itu terwujud dan saya merasa senang. Saya pikir saya sudah mendapatkan kebebasan yang selama ini saya impikan. Bebas dari jam pulang, bebas kemana aja tanpa harus di cari dan bebas berbuat apapun. Tapi ternyata kenyaataannya tidak seperti itu. Saya tetap menjadi anak rumahan. Nggak suka main malam lebih dari jam sebelas, tetap nggak berani melakukan hal-hal nakal, tetap mager di kosan kalau nggak ada jam kuliah dan nggak pernah main ke tempat yang jauh-jauh. Saya melakukan itu karena merasa nyaman dan tidak menyangka bahwa aturan-aturan ketat orang tua saya dapat bermanfaat saat saya jauh dari mereka. Saat saya sendirian. 

Beberapa hari yang lalu, SMP saya mengadakan acara reuni dan buka bersama. Malam harinya, saya dan teman-teman dekat memutuskan untuk jalan sekalian temu kangen karena kami sudah lama tidak bertemu. Kami baru berangkat pukul sepuluh malam. Berbekal izin ibu, akhirnya saya ikut. Tiba di lokasi pukul sebelas malam. Anehnya, saya sudah merasa gelisah, padahal makanan dan minuman belum juga di pesan. Saya merasa tidak semestinya saya di sana. Bukan, bukan karena teman-teman saya. Karena sejujurnya saya kangen banget sama mereka. Tapi saya merasa...ini sudah melebihi batas jam main "nyaman" saya. Saya semakin gelisah karena makanan yang kami pesan baru jadi pukul setengah dua belas malam!.

Salah satu teman saya berusaha menenangkan : 

"Kapan lagi Mi bisa kumpul begini, setahun sekali juga jarang".

Oke. Itu benar. Dan saya sedikit tenang. Di tambah dengan obrolan dan guyonan mereka yang nggak berubah. Tetap sableng dan edan. Beberapa kali tawa saya meledak dan rasa gelisah itu pelan-pelan pergi.

Kemudian teman saya yang lain menimpali :

"Jam segini mah Mi masih sore".

Saya langsung nggak setuju. 

Saat itu mendadak saya pengen pulang, terus tidur.

Ah, mungkin benar saya nggak berubah. Saya tetap Ami yang dulu. Anak rumahan yang susah dapat ijin main malam, bahkan oleh diri saya sendiri. Yang lebih nyaman menghabiskan waktu di rumah sambil membaca novel atau menonton drama korea. Yang lebih sering pergi kemana-mana bersama keluarga. Yang lebih nyaman memilih waktu bermain bersama teman nggak lebih dari jam sepuluh malam.

Karena bagi saya, waktu malam tetap tidak berubah. Malam adalah waktunya istirahat. Dan kamu boleh nggak setuju. 

Love.
Amelia Utami

You May Also Like

2 komentar

  1. Aduh sama banget mi, aku juga kalo udah jam 10 keatas udah gelisah bawaannya ingin pulang dan lebih seneng dirumah aja nonton tv seharian kalo emang gak ada janjian apa2 sama temen haha

    BalasHapus
  2. Iya aku sih asa nggak nyaman gitu. Haha tos aku ge sama kalau nggak ada perlu keluar sih lebih milih di rumah aja.

    BalasHapus