Mengenal Lebih Dekat Penyandang Disabilitas Lewat Bengkel Kreasi GaPat

by - Desember 13, 2012


Apa yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata "disabilitas"? Takutkah? Atau justru termotivasi?
Hmmm ada baiknya kita simpan dulu pikiran-pikiran dibenak kita karena saya akan mengajak kalian mengenal penyandang disabilitas lebih dekat lagi.

Awalnya saya mendapat tugas dari klab menulis Museum KAA untuk meliput rangkaian kegiatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2012 di Museum KAA, diantaranya seminar, pameran, nonton bareng(nobar) dan diskusi film serta peluncuran dan diskusi buku. Saya memilih untuk meliput kegiatan seminar yang bertema "Kita Ada, Kita Berbagi" yang diadakan di Ruang Pameran Tetap Museum KAA. Sebelum acara seminar dimulai, para peserta yang hadir disuguhkan oleh penampilan dari sebuah komunitas penyandang disabilitas.

Penampilan mereka sederhana. Hanya berupa pertunjukkan semacam  teater dengan memerankan lakon masing-masing. Lewat lakon yang mereka perankan, mereka seolah-olah "berbicara" pada kita bahwa sampai saat ini penyandang disabilitas masih belum mendapatkan tempat yang setara bahkan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Jujur saja saat itu saya terharu dan entah kenapa ingin mengenal mereka lebih dekat lagi. Saya seperti menemukan teman baru yang istimewa.



Penampilan Bengkel Kreasi Gapat di Museum KAA Bandung (dok pribadi)


Ide cerdas pun langsung muncul dikepala saya : saya harus wawancara mereka! Tanpa pikir panjang saya langsung meninggalkan bangku tempat saya duduk. Kemudian saya meminta salah satu panitia untuk mengantarkan saya menemui mereka. Wah, saya sangat bersemangat sekali ketika itu. Walaupun saya agak gugup karena ini pertama kalinya bertemu mereka.

Ketika pintu tempat istirahat mereka dibuka, coba tebak apa yang terjadi? Mereka semua tersenyum kepada saya! Dengan kesan pertama yang ramah tersebut, rasa gugup saya benar-benar hilang. Saya membalas senyum mereka dengan memperkenalkan diri saya dan menyampaikan tujuan saya menemui mereka.

Mereka mempersilakan saya duduk. Sebelum mengajukan beberapa pertanyaan, saya terlebih dahulu memuji penampilan mereka yang berhasil membuat saya terkesan.

"Ngomong-ngomong kalian semua ini berasal dari mana ya?" . saya membuka obrolan

"Kami berasal dari Bengkel Kreasi GaPat". jawab salah satu angota dari mereka dengan ramah.

Kemudian saya bertanya nama mereka satu persatu dan (maaf) menyandang disabilitas apa. Kang Yayat (32 tahun) merupakan penyandang disabilitas tuna daksa. Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan otot dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio dan lumpuh. Kang yayat sakit polio ketika berumur dua tahun sehingga menyerang saraf kaki kirinya yang menyebabkan kelumpuhan saraf.

Saya memperhatikan orang disebelah kang Yayat yang terlihat malu-malu tapi tidak mau diam. Dia adalah Opik (35 tahun). Selanjutanya ada Budi (26 tahun) dan Sarif (24 tahun), dua orang ini terlihat paling pendiam. Kemudian perhatian saya tertuju pada perempuan satu-satunya diantara mereka. Dia adalah Amelia (24 tahun). Ternyata namanya sama dengan saya! Dia suka sekali tersenyum dan tertawa selama wawancara berlangsung. Terakhir dan paling muda diantara mereka adalah Nana (19 tahun).

Opik, Budi, Sarif, Amelia dan Nana adalah penyandang disabilitas tuna daksa celebral palsy ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih bisa ditingkatkan melalui terapi.

Saya semakin santai berada ditengah-tengah mereka. Kesan yang ada dipikiran saya selama ini atau mungkin kebanyakan orang bahwa mereka sensitif, tidak saya rasakan ketika itu. Saya justru bersemangat bertanya  awal mula didirikannya komunitas mereka.

Bengkel Kreasi GaPat adalah suatu komunitas remaja dan dewasa yang bersifat ingklusif dan lebih berorientasi kepada kegiatan kreativitas seni dan budaya. Didirikan pada tanggal 7 Januari 2004. Nama GaPat sendiri menurut kang Yayat merupakan nomer rumah yaitu tiga dan empat. 

Pada awalnya komunitas ini hanya merupakan suatu kelompok bermain dan berkumpul yang berkebutuhan khusus. Kebetulan Opik, Budi, Sarif, Amelia dan Nana berasal dari sekolah yang sama yaitu YPAC. Kemudian komunitas ini di fasilitasi oleh Yayasan Sidikara yang bertempat di Jl. Bbk. Jeruk 1 no 9. 

Melihat latar belakang mereka membuat saya semakin tertarik untuk lebih tau tentang mereka. Dan pernyataan kang Yayat cukup membuat saya termenung.

"Awal di dirikannya komunitas ini sebenarnya kami semua ingin mandiri dan tidak ketergantungan terutama pada orang tua, karena kami tau suatu saat orang yang ada di dekat kami tidak akan terus selalu bersama-sama kami"

Rasanya saya tidak mau keluar dari ruangan ini. Saya merasa sedang tidak berbicara pada orang-orang yang berkebutuhan khusus. Mereka semua menyenangkan dan lucu. Saya dibuat tertawa terus karena sesekali mereka melontarkan candaan disela-sela obrolan. 

Sebagai komunitas yang berorientasi pada seni dan budaya, tentunya mereka sering tampil  beberapa acara. Hmmm saya jadi penasaran mereka sudah tampil dimana saja, dan....saya lumayan terkejut ternyata jadwal tampil mereka cukup padat! Mereka biasanya tampil di acara pementasan maupun event-event. Kemudian opik menunjukkan sebuah buku kepada saya. Ternyata dia baru meluncurkan sebuah buku. Sejenak saya merasa malu pada diri sendiri, saya juga punya cita-cita suatu saat saya bisa meluncurkan buku tapi terkadang sampai sekarang saya masih malas menulis. Ah saya seperti di “ingatkan” pada cita-cita saya itu.

Menelusuri latar belakang mereka, aktivitas dan prestasi mereka membuat saya semakin percaya bahwa Tuhan itu maha adil. Kita semua sebenarnya diciptakan sama. Lengkap dengan kekurangan dan kelebihan. Hanya karena terlahir dengan fisik dan mental yang tidak sempurna, tidak menjadikan mereka lantas berputus asa dan berpangku tangan. Bengkel Kreasi GaPat adalah salah satu contoh nyata untuk kita bahwa penyandang disabilitas pun dapat memberikan kontribusi untuk orang lain lewat kreasi mereka.

Hari Disabilitas Internasional (HIPENDIS) yang jatuh setiap tanggal 3 Desember memiliki makna sendiri bagi penyandang disabilitas. Begitu juga dengan Bengkel Kreasi GaPat, mereka menjadikan HIPENDIS ini sebagai media sosialisasi untuk masyarakat bahwa mereka (penyandang disabilitas) juga memiliki hak yang sama, baik dalam hak pendidikan maupun dalam pembangunan masyarakat.

Sehubungan dengan Hari Penyandang Disabilitas Internasional, saya ingin sekali mengetahui harapan mereka ke depannya . Harapan mereka diwakili oleh Kang yayat,

“Perjuangan dengan rekan-rekan penyandang disabilitas akan terus berjalan. Jangan malu dam minder bagi penyandang disabilitas. Dan bagi masyarakat, don’t judge cover! Karena kita sama seperti yang lain”



Foto bersama anggota Bengkel Kreasi GaPat di Museum KAA Bandung (dok pribadi)

Pada akhirnya saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Dapat diberikan kesempatan berbincang dengan Bengkel Kreasi GaPat membuat saya semakin mensyukuri hidup. Secara fisik mereka memiliki keterbatasan, namun saya yakin kekayaan hati mereka dalam menjalani hidup jauh melebihi saya. 

Mulai sekarang saya akan melihat mereka, bukan hanya dengan mata…tapi juga dengan hati.


You May Also Like

2 komentar

  1. “Removing barriers to create an inclusive and accessible society for all”.

    Penyandang disabilitas haruslah diperlakukan sama dengan yang lainnya, perlakuan istimewa hanya pada hal-hal tertentu :)

    BalasHapus
  2. I'm agree with you!
    Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya :)

    BalasHapus