Mendengarkan dan Mengerti
Pernah dengar kata-kata the biggest communication problem is we don't listen to understand, we listen to reply? Nah, sebenarnya dari kemarin sampai hari ini saya mengalami situasi yang kurang enak di kantor.
Jadi teman sebelah meja saya dari kemarin marah-marah mulu ditambah dia lagi datang bulan, wah makin menjadi-jadi ya. Pokoknya temen saya itu mood-nya lagi nggak bagus banget. Hampir setiap orang yang datang ke mejanya kena bentak, marah, omelan bahkan dumelannya. Dia yang biasanya suka ketawa, mendadak pendiam. Tapi dari caranya membanting berkas-berkas kerjaannya, saya tau dia murka hahaha.
Bagaimana perasaan saya yang mejanya bersebelahan?
Di hari pertama saya ikut terpengaruh. Tanpa sadar jadi ikut marah-marah. Apalagi alasan murkanya teman saya itu sangat bisa di maklumi, yaitu pekerjaan yang 2x lipat lebih berat dari pekerjaan saya dan pressure dari berbagai pihak yang membuat dia jadi lost of control. Kalau saya ada di posisi dia, pasti saya juga bakal begitu. Maka seharian kemarin saya bantu menjawab kalau ada orang bertanya, tapi teman saya itu diam saja. Saya bantu menjawab line telfonnya. Saya juga kasih dukungan untuk tetap tenang dan sabar.
Kemudian begitu saya berangkat kerja hari ini, untungnya sikap dia sudah mulai melunak. Sudah mulai tertawa dan bercanda. Tapi itu nggak bertahan lama. Beberapa saat kemudian dia dalam mood yang tidak baik lagi, tapi kadang tertawa lagi. Saya yang duduk di sebelahnya hanya bisa diam, mencoba mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Tidak lagi berkomentar panjang lebar. Saya juga tidak mau lagi ikut marah-marah.
Apakah saya mulai risih? Sejujurnya iya. Seharian ngamuk-ngamuk masih bisa di maklumi. Besoknya masih begitu ya saya mulai rolling eyes. Dengerin orang marah-marah walaupun bukan marah ke kita, tetap membawa pengaruh energi negatif. Saya tanpa sadar jadi ngerasa naon sih maneh teh?. Sebagai teman yang baik, tentu rasa risih itu tidak saya utamakan. Yang saya utamakan mendengarkan dia tanpa menjawab. Saya mencoba mengerti sekalian belajar dari emosi seseorang. Saya juga tidak mau menghakimi, apalagi sampai timbul rasa benci atau tidak suka. Saat dia bertanya, saya jawab sewajarnya. Saat dia bercerita, saya mencoba menimpali dengan porsi yang tepat. Saat dia kembali marah dengan kata-kata yang sorry kasar, saya kembali diam.
Dengan bersikap begitu saya sudah menyelamatkan diri saya dari pengaruh energi negatif dan melindungi hati saya dari rasa permusuhan. Tanpa sadar saya jadi belajar memaafkan, serta merasakan : oh begini rasanya mendengarkan sambil mengerti ☺.
Di antara kalian pernah nggak mengalami hal seperti saya?
Keep an attitude, just saying kind words and positive thinking ya.
Love.
Amelia Utami
Amelia Utami
0 komentar