REVIEW NOVEL : The Storied Life of A.J. Fikry

by - Januari 10, 2018


Buku ini sempat menjadi trending topic di berbagai media sosial dan setelah dua bulan sejak membeli -ya, bahkan sudah berganti tahun 😁, akhirnya saya selesai juga membaca kisah hidup pemilik toko buku sekaligus pecinta buku, A.J Fikry. Begitu menutup buku, saya menghembuskan nafas dalam. Bukan karena ceritanya membosankan, tapi karena ending cerita yang tak terduga cukup mengaduk-aduk perasaan saya. Sedih, tapi bahagia. Begitulah kira-kira.

Cerita di mulai dari bab pertama berupa cuplikan novel Lamb to the Slaughter, 1953, karya Roald Dahl (jangan tanya novelnya, gue juga nggak tau 😂😂😂) ; "Istri membunuh suaminya dengan kaki domba beku, kemudian "mengenyahkan" senjata tersebut dengan menyajikannya ke para polisi." Bab awal yang menarik menurut saya. Oh ya, jangan kaget karena setiap bab akan ada cuplikan dari novel-novel pilihan A.J. Fikry dan..baiklah nggak ada satu pun novel yang diceritakan pernah saya tau apalagi baca *jawaban yang jujur* 🤣🤣🤣

Setelah kehilangan istrinya karena meninggal akibat kecelakaan, A.J. (btw, saya bacanya ajay. Bodo amet 🤣) merasa hidupnya hampa dan tidak terlalu bersemangat dalam mengolah toko bukunya sehingga penjualan merosot tajam. Harta berharga satu-satunya, yaitu buku kumpulan puisi Poe yang langka, hilang di curi orang (dan di akhir cerita sedikit kaget begitu tau siapa yang mengambilnya). Di saat A.J. semakin terjerumus oleh tumpukan buku-buku, ia bertemu dengan wiraniaga buku dari penerbit bernama Amelia dan menemuka "paket" di toko bukunya berupa seorang balita berusia dua tahun, yang kemudian diberi nama Maya dan di adopsi A.J. sebagai anaknya. 

Hari berlalu, pelan-pelan A.J menemukan kembali semangat hidup dan melupakan kesedihannya. Bersama Amelia, A.J. banyak berdiskusi -berdebat lebih tepatnya- mengenai judul-judul buku yang di sukai maupun yang tidak di sukai. Hidupnya juga lebih berwarna karena kehadiran Maya yang cerdas dan menyukai buku sehingga Maya seperti "hadiah" atas kesedihannya selama ini.

The Storied Life of A.J. Fikry ini sebenarnya cerita yang ringan (menjadi berat karena saya tidak tau judul-judul buku yang ada di dalamnya apalagi jika sudah di kaitkan dengan percakapan🤣). Mungkin faktor itu yang membuat novel ini menurut saya jadi biasa aja. Tapi terlepas dari itu, kisah hidup A.J. memberikan saya pelajaran ; manusia tidak bisa hidup sendiri. Bahkan manusia kaku dan "sinis" seperti A.J. membutuhkan wanita dan teman baik dalam hidupnya. 

Kutipan pada bab terakhir adalah favorit saya, sekaligus paling emosional dalam membaca kisah A.J di detik-detik terakhir ;

Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian.
Kita membaca karena kita sendirian.
Kita membaca dan kita tidak sendirian.
Kita tidak sendirian. (Hal 263)

A.J. seperti pahlawan di Pulau Alice. Bahkan ketika dia sudah tiada. Toko bukunya. Buku-buku yang di jual. Festival buku yang di adakan. Perdebatan yang sengit tentang alur cerita. Seperti baru kemarin, tapi ternyata sudah bertahun-tahun berlalu. Perasaan "kehilangan" itu setidaknya mengena di hati saya sampai halaman terakhir 😊

Love.
Amelia Utami

You May Also Like

0 komentar