I'm (not) Ok

by - November 29, 2019

"Gimana kabar kamu?"
"Gimana keadaan kamu?"

Seringkali kita mendapat pertanyaan seperti itu, baik dari teman lama atau sahabat dekat. Seringkali pula template jawaban kita selalu sama, meski dalam kondisi berbeda : alhamdulillah, sehat atau aku baik-baik aja. Dalam kondisi normal, menjawab "baik-baik" saja tentu sangat melegakan. Tidak ada kebohongan. Aura wajah terpancar jelas dari senyum lepas atau ketikan chat yang terbaca menyenangkan.

Lalu, bagaimana seandainya kita sedang tidak baik-baik saja? 

Beberapa hari lalu, Ibu bertanya dengan wajah heran, alasan kenapa saya tidak menangis padahal saya sudah kehilangan salah satu yang terdekat? Apa saya baik-baik saja? Apa saya sebenarnya sedang memendam sesuatu, tapi enggan bercerita? Pertanyaan itu bagi saya tidak mengherankan. Normalnya, orang yang baru saja kehilangan, pasti merasa patah hati dan menangis. Sayangnya, saya malah terlihat biasa saja. Berkegiatan seperti biasa, tertawa, tidur dengan nyenyak, dan makan masih lahap.

Saya jawab, sebenarnya saya tidak baik-baik saja. Setiap malam sebelum tidur, saya suka gelisah. Saya ingin menangis, tapi saya tidak bisa menangis. Saya tidak tahu mengapa air mata saya tidak mau keluar padahal hati saya sedih luar biasa. Ini mungkin yang membuat saya tampak baik-baik saja. Saya kadang sulit mengekspresikan sesuatu karena mungkin saya tipe anak yang terbiasa "dipaksa" legowo.

Mengaku "tidak baik-baik saja" bukanlah sebuah kesalahan atau menunjukkan kita makhluk paling lemah, tak berdaya, rapuh, dan tidak memiliki daya. 

"Saya sedih."
"Saya butuh waktu sendiri."
"Saya butuh teman ngobrol."
"Saya patah hati."
"Saya terpuruk."

Kalimat-kalimat tersebut bisa kita ucapkan secara jujur. Bukan sebuah kelemahan. Hanya menunjukkan bahwa kita manusia biasa. Kita mungkin tak sekuat manusia lain saat menghadapi cobaan hidup, tapi kita tidak boleh menyiksa diri sendiri dengan kebohongan-kebohongan yang semakin menumpuk. Mengaku jujur dengan kondisi kita akan memudahkan menemukan solusi. Berat memang. Tidak semua orang mengerti kondisi kita atau tidak semua orang mau memposisikan sebagai diri kita. But, who's care? Sebelum memikirkan apa kata orang, selamatkan diri kamu dulu. Sama halnya sebelum membahagiakan orang lain, bahagiain dulu diri kamu.

This is also a reminder for myself. 
I'm not ok and that is not a weakness.

Love.
Amelia Utami

You May Also Like

0 komentar