Tak Perlu Jadi Orang Hebat Dulu Untuk Menginspirasi Orang

by - April 14, 2016

Waktu kuliah saya pernah mengagumi temen baik saya (sampai sekarang pun masih menjadi teman baik alhamdulillah). Bukan karena dia cantik/ganteng, bukan karena dia mahasiswa populer, bukan karena dia cerdas, apalagi bukan karena dia orang kaya. Saya mengagumi dia atau lebih tepatnya suka berteman dengan dia karena "kegeloan" dia dalam menyikapi hidup. Serius, mungkin ini terdengar "what the....?" tapi yeah begitu lah kenyataannya.

Awal ketemu sama dia saat kita di pertemukan (ceila di pertemukan romantis banget! haha) di satu kegiatan kampus yang membuat kita sering bertemu. Setelah basa-basi saling memperkenalkan diri, kita berdua mulai akrab. Disamping dia orang nya mudah akrab sama orang baru.

Pada suatu perbincangan....

"Nungguin siapa, Mi?"
*sebutin salah satu teman dekat saya*
"Kenapa sih kalian kemana-mana selalu berdua? temenan kan nggak mesti kemana-mana bareng".
*saya melongo*
"Kalau dia jatuh ke sungai, kamu juga ikutan jatuh?"

Sumpah asli ini orang nyebelin banget. Blak-blakan. Ngomongnya pedes dan tajam. Setajam Feni Rose waktu bilang "Setajam Silet".

Oh ya, dia orang pertama yang berani-beraninya bilang lagu-lagu di playlist hp saya dengan sebutan "lagu-lagu Dahsyat (tau kan acara musik itu?)". Kampret banget! Hahaha. 

Awal-awal jadi mahasiswa baru, saya ini orangnya kaku. Apa-apa harus serba teratur (walaupun sampai sekarang masih tapi nggak separah dulu). Kakunya saya itu termasuk dalam hal belajar. Dari SD saya lebih suka menghafal daripada menghitung. Itu di buktikan dengan nilai matematika saya yang pas-pasan. Nah waktu menghadapi ujian pertama di bangku kuliah, sistem belajar menghafal itu masih saya terapkan. Saya nggak mau ambil resiko. Semuanya saya lahap. Saya afalin. Nggak ada materi yang kelewat satu pun.

Tiba-tiba kosan saya kedatangan tamu, yaitu temen saya itu (ceritanya kita emang udah akrab). Dia kaget banget liat keadaan kosan saya yang udah mirip kosan mahasiswa teladan tingkat nasional. Dimana-mana buku-buku dan catatan materi kuliah bertebaran. Di meja, karpet sampai tempat tidur. Seolah-olah besok saya akan menghadapi ujian hidup yang berat. 

"Astaga, ami lagi ngapain?" *dengan tampang dia yang akting abis*
"Lagi belajar lah. Besok kan ujian".
"Oh my Gooood. Ini semua di afalin?" 
"Iya dong!" *dengan muka bangga*.
"Ngapain di afalin?"
*saya melongo*. Ngapain dia afalin? ya biar bisa jawab soal-soal ujian lah. 
"Nggak usah sampai di afalin juga kali".
"Emang kenapa?"
"Percuma di afalin. Kelar ujian pasti tar lupa semua".
Dalem hati ngomong : Ya bodo banget lah lupa juga. Yang penting ujian hari itu selamet met met!

DIA MALAH KETAWA. BENER-BENER KETAWA!

"Belajar yang bener itu di pahamin, Mi. Bukan di afalin. Afal belum tentu paham".
Tiba-tiba saya kaya di tampar keras gitu!
"Jadi, santai aja. Yang penting baca dan pahamin materinya. Kalau udah paham, nggak perlu menghafal".

Pada suatu hari saya cemberut sepanjang hari karena salah satu mata kuliah dapet nilai C. Nilai yang nggak saya harapkan karena saya sudah belajar sangat keras. Ini lah salah satu kekakuan saya yang lain. Saya menganggap kuliah itu sama dengan SMA, SMP bahkan SD yang menganggap parameter mahasiswa yang pinter itu mendapatkan nilai yang bagus, kalau bisa sempurna. Mendapatkan nilai bagus itu berarti saya sudah berhasil menjawab soal-soal dengan bener. Ternyata saya salah besar....

"Aku pernah dapet nilai C dan biasa aja".
"Ko bisa nggak kepikiran?".
"Ngapain di pikirin? berarti kemampuan aku cuma segitu. Aku harus belajar lagi".
Saya diem aja. Nggak tau harus jawab apa. Sumpah ya seumur hidup saya baru ketemu sama orang se-enjoy itu dalam menghadapi masalah yang genting. Nilai kuliah dimata saya itu masalah genting loh. Hahahaha.
"Emang tujuan kuliah itu apa sih, Mi? Biar dapet nilai bagus?"
"Ya iya lah".
"Tapi kamu bisa pertanggung jawabin nilai-nilai bagus kamu itu nggak? bukan sekarang, tapi nanti kalau udah lulus kuliah".
Saya diem aja.
"Tanggung jawabnya berat loh".
"Kamu dapet nilai bagus itu paham nggak sama materi kuliahnya?"
Saya makin mingkem.
"Nilai itu bukan tujuan utama, Mi. Yang penting ilmunya "dapet" nggak. Itu yang penting".

LAH, BENER JUGA YA!  

Perlu diketahui, temen saya ini bagi orang lain mungkin biasa aja. Nggak pinter. Tapi bagi saya dia itu pinter banget dan pinternya tuh nggak keliatan. Dasar emang orangnya gelo. Dia bisa menguasai beberapa bahasa asing dengan belajar sendiri, nggak pake kursus-kursusan. Dan prinsip hidup dia yang "jadilah manusia yang bermanfaat untuk orang lain", saya akui, saya terinspirasi dari dia. Saya belajar bahwa untuk jadi pintar bukan hanya dengan nilai-nilai mata kuliah yang bagus, tapi juga bisa memberikan ilmu yang bermanfaat untuk orang lain. Saya juga diperkenalkan sama kegiatan-kegiatan yang positif, salah satunya di Museum. Untuk yang satu ini, saya berterima kasih banget. Karena ilmunya bermanfaat ketika saya terjun di lingkungan kerja.

Oh ya, kalau belum kenal dekat, dia ini orangnya nyebelin. Banget. Berpotensi bikin orang kesel. Tapi bener kata Defbry, se-nyebelin-nyebelin-nya dia, kita nggak akan bisa marah sama dia. Dan itu bener! Satu kejadian yang nggak pernah bisa saya lupain yaitu setiap saya berantem sama Defbry, dia hampir selalu ada dan setelah kita selesai berantem, dia bilang : "Traktir gue makan dong!". Kurang ajar banget, kan? hahahaha.

Dan saya bahagia sekarang dia sudah menemukan someone special-nya :)

Love.
Amelia Utami

You May Also Like

0 komentar