Abusive Relationship

by - Juni 10, 2015

Pengen bahas ini juga karena salah satu following saya di twitter membahasnya tadi siang. Hmmm hmmm saya jadi inget pengalaman pribadi. Saya baru berani sharing cerita setelah kejadiannya sudah terjadi empat tahun yang lalu. Bagi saya itu adalah masa kegelapan dalam hidup saya. Suram!

Sebelumnya saya mau bahas tentang abusive relationship dulu menurut kacamata saya pribadi. Abusive relationship adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang penuh dengan kekerasan. Bisa dalam hubungan pacaran atau rumah tangga. Kekerasannya bisa seksual, fisik atau verbal (ngomong kasar, memaki, membentak keras, mengancam, mengintimidasi dan sejenisnya). Yang pernah saya alami adalah kekerasan verbal. Meskipun nggak sampai membuat saya trauma dalam menjalin hubungan dengan laki-laki, tapi tetap saja sakit hatinya masih membekas dan susah saya lupain. 

Jadi, dulu saya pernah punya mantan pacar. Kami pacaran waktu SMA. Usianya satu tahun di bawah saya (yup, saya pacaran sama adik kelas). Awalnya hubungan kami baik-baik aja. Secara masih SMA juga kan. Saya pernah menilainya sebagai laki-laki yang pendiam, baik dan nggak banyak tingkah (di buktikan dengan dia bukan perokok). Nah, masalah muncul ketika saya lulus SMA dan saya kuliah di Bandung. Itu membuat kami menjalankan hubungan jarak jauh.

Di awal-awal LDR nggak ada masalah. Saya kuliah dan dia juga sekolah. Tapi lama-lama dia mulai insecure, over jealous dan over protective. Mulanya saya masih bisa memaklumi, tapi lama-lama saya gerah dan mulai curiga ada yang nggak beres sama cowok ini. Antara kurang piknik, kurang gaul atau emang jiwanya sakit.

Pertama, dia meminta secara paksa password facebook saya. Oke, karena waktu itu saya merasa nggak ada yang di sembunyikan akhirnya saya kasih (demi apapun saya polos dan bodoh banget). Saya pikir dia nggak akan berani ngapa-ngapain. Singkat kata, namanya juga mahasiswa baru ya pasti banyak temen-temen yang minta kenalan atau saya kenalan gitu dan berakhir dengan request pertemanan di facebook. Saya baru menyadari ada yang salah ketika teman kampus laki-laki saya bilang katanya akun facebooknya di block oleh saya ketika friends request. Tentunya saya kaget karena saya nggak merasa melakukan itu. Saya nanya baik-baik ke cowok saya. Awalnya dia nggak ngaku. Setelah saya desak akhirnya doi ngaku dan katanya dia bakal block akun cowok yang request pertemanan di facebook saya. 
Nggak berhenti sampai di situ, dia juga maki-maki seluruh temen cowok saya melalui inbox facebook dengan kata-kata yang kasar. Kadangkala tanpa sepengetahuan saya, dia buat update status di beranda facebook saya yang intinya jangan ganggu saya karena udah punya pacar. Saya juga di paksa untuk mengganti nama facebook dengan nama belakang dia. Akibatnya saya mulai ketakutan dan diam-diam membuat akun facebook baru. Walaupun akhirnya ketahuan juga, tapi saya bersikeras nggak mau kasih password facebook baru saya. Hanya untuk mempertahankan sebuah password media sosial, telinga saya harus sakit menahan cacian dan mata saya harus tahan membaca setiap kalimat-kalimat kasar yang di kirimnya. 

Kedua, tingkah dia sudah sangat mengganggu kehidupan sosial saya. Saya harus membalas sms atau telfon dari dia selama hampir 24 jam. Nggak peduli saya lagi makan, mandi, ngerjain tugas atau lagi kuliah. Lama bales sms sedikit aja, saya langsung di tuduh lagi smsan sama cowok lain. Dia juga melarang saya untuk pergi main sama teman-teman perempuan saya. Sekalinya mengijinkan, dengan syarat saya harus membalas smsnya setiap menit. Padahal waktu itu saya lagi nonton film di bioskop. Ya bayangin aja gimana rasanya nonton film sambil smsan. Gelap pula. Dan yang lebih gilanya, dia melarang saya untuk duduk berdekatan dengan teman cowok ketika di kelas. Karena saya nggak tahan lagi akhirnya saya bilang ke dia : kampus aku tuh bukan kampus khusus perempuan dan aku nggak punya hak untuk ngatur teman-teman cowok aku harus duduk dimana. Dan dia tetap nggak terima dan berakhir dengan menuduh saya genit dan cari perhatian. Gangguan jiwa emang, di pikir dia apa yang bayar uang kuliah gue?. Tapi dasarnya saya orangnya sabodo teuing, semakin dia melarang keras, semakin saya menggila. Saya pernah sengaja berbohong lagi tidur siang padahal saya lagi main sama temen-temen. Saya sengaja tidur lebih sore padahal saya lagi smsan sama temen cowok kampus saya. Saya nggak peduli, rasanya jiwa udah tekanan batin banget.

Ketiga, kata-kata dia semakin hari semakin kasar bahkan hanya untuk masalah sepele. Saya pernah di bilang pe****r saat saya mengikuti kegiatan kampus di malam hari. Padahal malam harinya itu jam tujuh dan itu rame-rame ada temen-temen cewek juga. Melalui telfon dia melarang saya untuk pergi dengan tidak lupa memaki dengan nama-nama binatang. Saya nggak tahan lagi. Sambil nangis saya berani bilang : kamu ba****an!. Saya nggak tau lagi kata apa yang pantes buat dia. Orang tua yang membesarkan saya dari kecil aja nggak melarang, ini dia siapa? BAH!

Keempat, dia mulai berani mengancam. Karena saya nggak tahan lagi akhirnya saya minta putus. Dan ya dia mulai drama. Ceritanya nggak terima gitu. Dia menuduh saya selingkuh dan mengancam akan pergi ke Bandung untuk membunuh temen-temen cowok saya di kampus. Saya nggak takut, saya mengancam balik bakal ngelaporin dia ke polisi. Dia nggak mau menyerah gitu aja. Dia kirim sms ke ibu saya dan teteh saya untuk minta dukungan. Untungnya mereka nggak peduli karena saya udah cerita. Karena dia masih juga belum jera, jalan terakhir saya adalah mengganti no HP saya, memblokir akun facebook dia dan mengganti password akun facebook. Dia mulai meneror saya dengan kata-kata kasar melalui inbox facebook. Saya nggak membalasnya, langsung saya hapus. 

Bagaimana rasanya setelah lepas dari dia?
JANGAN DITANYA! LEGAAAAAAA BANGET. HIDUP JADI LEBIH BAHAGIA, NYAMAN DAN NGGAK DI HANTUI KETAKUTAN. 
Bayangin, siapa juga yang nggak nangis sering di omong kasar begitu? siapa juga yang nggak tekanan batin di perlakukan seperti itu? berkali-kali saya sempet kaya orang bego karena bisa bertahan lama menjalin hubungan dengan cowok macam begitu. Tiap mau pergi rasanya kaya ada yang ngikutin, kaya ada yang mata-matain. Tiap mau tidur selalu di hantui besok mau bohong apalagi ya biar bisa main dan ikut kegiatan kampus tanpa di maki-maki.
Udah nggak keitung berapa kali saya maafin dia dan percaya dengan janji-janjinya kalau bakal berubah. Preeeet! dan anehnya, saya masih punya hati buat bantuin dia kalau dia lagi kesulitan. Sampai akhirnya saya berani ambil tindakan. Ini sudah di luar batas.

Saya cerita begini supaya kalian lebih hati-hati pilih pacar atau pasangan ya. Yang udah pernah saya bilang, kalau sekarang tuh jaman orang ngaku waras tapi sebenarnya gangguan jiwa. Memaklumi tindakan kasar seperti saya di awal-awal dulu adalah perbuatan yang bodoh. Persetan dengan cinta atau apalah. Kalau cowok kamu begitu, jangan ragu buat tinggalin dia. Kalau cowok kamu udah main kekerasan fisik, jangan ragu lapor orang tua atau polisi. Biasanya cowok begitu tuh cuma berani ngomongnya doang, realisasinya sih nol besar. Nggak berani. Jadi, jangan mau di gituin. Kamu berhak dapet cowok yang baik dan nggak pantes dapet cowok begitu. Intinya, jangan di butakan oleh cinta. Be smart girl, ya.

Oh ya, kalau ketemu mantan pacar saya ini pengen banget ngelempar sepatu atau apaaaa gitu. 
*emosi tingkat tinggi, maaaaaaaan!*

Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis

You May Also Like

2 komentar

  1. Seneng bgt ada artikel ky gini ky ngerasain diri sendiri digituin. Alhamdulillah udaa bisa lepas dan bebas skrg

    BalasHapus
  2. Hai, terima kasih sudah membaca dan ikut sharing:)

    BalasHapus