Review Film : Critical Eleven

by - Mei 11, 2017

Gambar di ambil dari google.
Sebelum review, saya mau cerita sedikit. Saya termasuk orang yang males pergi ke bioskop dan jujur saja tidak mengikuti film yang sedang tayang di bioskop. Saya bela-belain pergi ke sana hanya karena dua alasan : pertama, filmnya bagus. Kedua, filmnya di angkat dari sebuah novel yang sudah saya baca. Nah, saya menonton film Critical Eleven karena alasan kedua dan saya suka novelnya. Jadi, semacam ada kewajiban nonton karena apakah filmnya membuat perasaan saya sama atau berbeda ketika saat saya membaca novelnya. Yang belum tau cerita CE bisa baca disini

Setelah selesai menonton filmnya, ada beberapa point yang menjadi catatan saya sebagai penonton dan pembaca :

  • Cerita cukup beda dari novelnya. Yup, penambahan tokoh baru yang tidak ada dalam novel seperti Doni dan Renata, serta beberapa adegan yang tidak ada dalam novel juga. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah adegan memerah ASIP. Di novel tidak di ceritakan, tapi saya pernah baca di goodreads salah satu pembaca CE yang kecewa mengatakan bahwa kehilangan anak yang siap lahir tidak sesimpel yang Ika ceritakan dalam novel. Payudara akan merasakan sakit yang luar biasa karena air asi sudah siap keluar. Nah, adegan tersebut muncul dalam film. Entah penulis membacanya atau mereset ulang tentang hal itu. Saya tidak tau.
  • Akting para pemain. Keputusan memilih Reza Rahadian sebagai Ale bagi saya tidak terlalu keliru. Meskipun saya bosan, Reza lagi, Reza lagi, but it's ok. Akting Reza memerankan Ale baik sekali. Emosinya dapet, penampilannya juga Ale banget. Adinia Wirasti juga cukup baik dalam memerankan Anya, but so sorry emosinya kurang dapet. Karena mungkin dari saat membaca novel, saya memang kurang simpati dengan tokoh Anya. Kejutannya, Astrid Tyar dan Hana sangaaat apik sekali menjadi Tara dan Agnes. Sesuai dugaan saya, mereka bakalan heboh dan ceriwis.
  • Adegan ciuman yang intens. Dari baca novelnya aja udah ketebak ya hehehe. Jadi, ini peringatan untuk orang tua untuk tidak membawa anak kecil karena ini film dewasa. Selain adegan ciuman, juga ada adegan ranjang hmm hmm. Ini juga peringatan bagi yang jomblo kalau tidak mau baper. Seriously, Anya-Ale ini berdua mulu. Nempel sedikit, cium. Geser sedikit, cium. Hahahaaampuuun!
  • Kehadiran tokoh Doni. Terlepas dari cakepnya Hamish Daud, saya bertanya, untuk apa tokoh Doni di munculkan? Ya emang suka-suka penulis sih, tapi tokoh Doni bagi saya kesannya cuma gimmick. Tidak berpengaruh terhadap konflik Anya-Ale. Ada dan nggak ada tokoh Doni, konflik Anya-Ale tetep kerasa. Saya pikir Doni ini semacam laki-laki yang mau merebut Anya dari Ale. Ternyata tidak. Meskipun di ceritakan Doni memendam perasaan pada Anya, tapi nggak keliatan di mata saya. Nggak tau kalau penonton lain. Ya udah sih lagian Doni akhirnya mendapatkan pujaan hati yang lain 😐 *spoileeer*
  • Pemeran cameo yang terkenal. Film CE ini betul-betul bertaburan bintang. Selain pemain utama dan pemain pendukung, cameonya juga tak kalah terkenal. Mikha Tambayong, Dwi Suseno sampai Nino Fernandez. Mikha sama Dwi sih masih mending kedapetan dialog, lah Neno cuma sepintas doang numpang senyum di akhir film hahaha. Overall, tanpa mereka film ini nggak mungkin berhasil.
  • Durasi film. Saya pikir film CE berdurasi 90 menit seperti kebanyakan film Indonesia lain, tapi ternyata....hampir 2,5 jam booo! 30 menit terakhir saya udah mulai nggak fokus nonton. Selain kebelet pipis, yeah I'm kinda booring. Kelamaan nggak sih menurut kamu?
  • Ending cerita. Bagi pembaca novel CE yang sedikit kecewa karena ending cerita yang menggantung, jangan sedih karena di film ending cerita sangat sangat jelas. 
Sedikit keluhan nih ya, meskipun ini bukan film tentang Harris, tapi saya sempat berharap dengan adanya tokoh Harris dan Keara, ada adegan Harris menggoda Keara dan sebaliknya. Tapi di film CE Harris ko kalem banget? Penonton kecewaaaa hahaha.

Oh ya, kata penulis dan orang-orang yang sudah nonton katanya harus bawa tissue nonton film CE. Sesedih itu kah? Tapi ternyata meskipun Reza Rahadian sudah mengeluarkan emosi dan air matanya, saya tidak menangis. Berkaca-berkaca pun tidak. Suprising! Padahal waktu baca novelnya saya berkaca-kaca mau nangis loh.

So, bagi kamu-kamu yang sudah baca novel CE, luangkan waktu untuk nonton filmnya. Recommended, terutama bagi fans berat Ale macam saya. Meskipun sangat susah untuk tidak membandingkan film dengan novelnya, saran saya sih begitu filmya di mulai, buang jauh-jauh ekspektasi dan nikmati saja filmnya sampai selesai.

Kalau ditanya, lebih suka film atau novelnya? Hmmm kalau boleh jujur, saya lebih suka novelnya. Tapi bukan berarti filmnya jelek. Karena menjadikan cerita dalam novel ke bentuk visual bagi saya tidak mudah. Jadi saya mengapresiasi untuk semua pemain, penulis dan kru film Critical Eleven atas seluruh kerja kerasnya dalam mewujudkan film ini 😊

Love.
Amelia Utami.

You May Also Like

5 komentar

  1. entah kenapa aku sepemikiran dengan mu.
    jalan ceritanya terlalu dipanjang-panjangkan sehingga too boored. fufu maapkan mba Ika Natasha.. padahal aku suka bgt novelnya..
    anw salam kenal amel :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sama. Kinda boored pas durasi2 terakhir. Salam kenal juga :)

      Hapus
  2. Maksudnya ending cerita sangat sangat jelas??
    Endingnya bagus.atau bikin nyesek aja?

    BalasHapus