Stereotipe Tentang Orang Indramayu

by - Agustus 27, 2017


Sebagai orang yang lahir dan besar di salah satu kecamatan di Kab. Indramayu, Jawa Barat, saya sudah terbiasa (atau sudah bosan) dengan stereotipe yang selama ini terbentuk tentang daerah tempat tinggal saya. Itu semakin di sadari ketika saya kuliah di Bandung, dimana saya bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri.

Setiap ada yang bertanya...

- Ami, asalnya dari mana?
- Indramayu
- Hah? Dimana tuh?
- Masih Jawa Barat
- Kaya pernah denger, sih.

OH TUHAN PADAHAL DIA TINGGAL DI JAWA BARAT JUGA, LOH! 

Indramayu aja kurang tau, apalagi kalau saya sebut dari Jatibarang. Mungkin bakal di jawab lagi : "Jatibarang? Itu masih di Indonesia?". 

Menurut elo???

Kalau yang bertanya temen dari luar Jawa beda lagi....

- Ami, asalnya darimana?
- Indramayu
- Oh yang banyak ngirimin TKW ya? 
- Ya gitu deh (mau ngeles juga percuma, karena nyatanya emang gitu)
- Banyak perempuan panggilan juga ya?

LAH, MANA AING AFAL! 

Suatu hari saya pernah di tanya oleh salah satu dosen :

- Mi, di Indramayu masih ada RCTI?

Hah? Saya bengong. Seumur-umur denger RCTI itu ya stasiun televisi. Dengan polos saat itu saya bertanya apa singkatan dari RCTI.

- Rangda Cilik Turunan Indramayu (Dalam bahasa Indonesia artinya Janda Kecil Turunan Indramayu)

BUSET DAAAA! 

- Kalau CI tempatnya masih ada nggak?

CI singkatan apalagi ya Allah :(

Jadi, di Indramayu itu katanya (karena saya juga kurang tau) banyak anak di bawah umur yang menikah muda kemudian cerai di usia muda juga. Jujur aja, di lingkungan tempat tinggal saya belum ada yang begitu makanya saya kurang begitu tau ada istilah apa tadi, RCTI. 

Karena kuping saya udah kebal akhirnya ya sudah terbiasa dengan berbagai macam penilaian tentang daerah asal saya. Ada juga sih yang tau. Kebanyakan yang mereka tau Indramayu tuh cuacanya panas banget, terkenal dengan buah mangga, jalur mudik pantura, lumbung beras, lagu-lagu dangdut pantura dan ngomong Bahasa Jawa Ngapak.

Tentang bahasa, hal itu juga pernah di tanyakan oleh teman kuliah saya....

- Padahal sebagian besar masyarakat Jawa Barat itu pake Bahasa Sunda, naha Indramayu lain sorangan?

Duh, padahal di Cirebon juga pake Bahasa Jawa Ngapak juga ko. Bedanya Cirebon mah kota besar jadi nggak pada ngeh.

- Mi, masa sih kamu nggak bisa nyanyi dangdut pantura?

BAHKAN SAYA NGGAK LANCAR NGOMONG BAHASA JAWA.

Tentang warna kulit dan mata sipit saya juga pernah di tanyakan oleh beberapa dosen dan temen kuliah...

- Beneran orang Indramayu? Ko bisa kulitnya putih padahal cuacanya panas?
Ya kan itu mah udah gen-nya sateeeh :(
-   Aku kira Ami orang Palembang.
Mungkin muka aing mirip empek-empek
-  Aku kira Ami orang Bogor atau sunda gitu pokoknya.
-   Keturunan China, Mi?

HAHAHA BEBAS DEH BEBAS YA!

Dengan berbagai stereotipe seperti itu, ada juga temen yang dari Indramayu merasa malu dan lebih milih ngasih tau kalau asal dia dari Cirebon. Kalau saya sih cuek aja. Kalau di sembunyiin justru kesannya seperti membenarkan stereotipe tersebut. Siapa saja yang bertanya darimana asal saya, saya akan jawab dari Indramayu. Kenapa harus malu? Toh saya nggak berbuat hal yang salah.

Dari hal-hal yang saya alami, berikut stereotipe tentang orang Indramayu :

  1. Bahasa. Oke, sebagian orang Indramayu memang menggunakan Bahasa Jawa Ngapak dalam kehidupan sehari-hari. TAPI BANYAK JUGA YANG MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA DENGAN LANCAR JAYA MULUS KAYA JALAN TOL. Termasuk saya. Jadi, ya nggak aneh kalau orang Indramayu, tapi logatnya ngomongnya nggak Jawa banget. Yaela, itu mah tergantung kita aja kali mau pilih bahasa apa dalan kehidupan sehari-hari. Pake Bahasa Inggris juga boleh-boleh aja.
  2. Orang Indramayu terkenal dengan strata pendidikan dan taraf ekonomi yang rendah. Sebenarnya sih dua hal tersebut bukan hanya ada di Indramayu, hampir semua daerah ada, tingkatannya saja yang berbeda. Memang saya harus akui, tingkat pendidikan di sini masih rendah. Contoh ; tetangga saya memilih untuk bekerja setelah lulus SMA daripada melanjutkan kuliah. Alasannya bukan hanya faktor ekonomi semata, tapi juga kurangnya minat untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Bagi dia mencari uang jauh lebih menyenangkan. Di sisi lain, banyak juga masyarakat Indramayu (termasuk saya) yang lebih memilih melanjutkan sekolah. Bahkan banyak yang kuliah di luar kota, baik di PTN maupun PTS. Banyak juga yang berprestasi. 
  3. Orang Indramayu itu kampungan. Saat apa dia bersikap kampungan? Kalau dalam hal-hal yang belum mereka tau sebelumnya, saya pikir wajar. Contoh : di sini tidak ada mall dan tidak semua masyarakat mampu untuk belanja ke mall. Suatu saat dia pergi ke mall untuk pertama kali, wajar jika dia sedikit kagum atau tidak tau cara menekan tombol lift. Itu bukan hanya terjadi oleh masyarakat Indramayu, masyarakat daerah lain kemungkinan pernah merasakannya. Kalau yang di maksud dengan kampungan karena penampilan, ya itu balik ke selera pribadi masing-masing. Saya pikir, nggak ada hubungannya sama daerah asal. Mau dia orang kota atau orang kampung, kalau selera penampilan dia norak, ya tetep norak. 
  4. Orang Indramayu itu kalau ngomong kasar. Sayangnya, ini memang benar, tapi nggak bisa di pukul rata kalau semua orang Indramayu ngomongnya kasar. Banyak yang masih sopan dan tau tata krama. Kalau masalah ngomong dengan nada tinggi, ya di sini memang kalau ngomong nadanya tinggi, tapi bukan berarti maksudnya kasar.
  5. Banyak pekerja seks, menikah muda lalu cerai dan jadi TKW. Untuk yang satu ini saya nggak mau banyak komen. Karena saya memang kurang tau. Kalau yang jadi TKW memang banyak, tapi nggak semua TKW itu stempelnya negatif. Saya yakin, ada juga yang sukses dan tingkahnya nggak aneh-aneh.
Saya pribadi menulis tentang hal ini supaya masyarakat Indramayu tidak merasa rendah diri. Buang jauh-jauh pikiran "Ah, saya mah cuma orang kampung" atau "Ah, saya mah cuma lulusan SMA" atau "Ah, saya mah cuma anak petani". Mau orang kampung atau kota, mau lulusan sarjana atau SMA, mau anak petani atau karyawan, kita semua sebagai manusia memiliki kesempatan yang sama : kesempatan untuk meraih cita-cita, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, kesempatan untuk mengubah kehidupan yang lebih baik dan kesempatan untuk meraih kesuksesan.

Percayalah, di luar sana masih banyak orang yang menilai kita bukan berdasarkan stereotipe atau berdasarkan darimana kita berasal. Masih banyak orang yang menilai kita berdasarkan kemampuan atau kepribadian baik yang kita miliki :)


Love.
Amelia Utami

You May Also Like

0 komentar