Apa yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata
"disabilitas"? Takutkah? Atau justru termotivasi?
Hmmm ada baiknya kita simpan dulu pikiran-pikiran dibenak kita karena saya akan mengajak kalian mengenal penyandang disabilitas lebih dekat lagi.
Hmmm ada baiknya kita simpan dulu pikiran-pikiran dibenak kita karena saya akan mengajak kalian mengenal penyandang disabilitas lebih dekat lagi.
Awalnya saya mendapat tugas dari klab menulis Museum KAA untuk meliput rangkaian kegiatan Hari Penyandang
Disabilitas Internasional 2012 di Museum KAA, diantaranya seminar, pameran, nonton bareng(nobar) dan diskusi film serta peluncuran dan diskusi buku. Saya memilih untuk meliput
kegiatan seminar yang bertema "Kita Ada, Kita Berbagi" yang diadakan di Ruang Pameran Tetap Museum KAA. Sebelum acara seminar dimulai, para peserta yang hadir disuguhkan oleh penampilan dari sebuah komunitas penyandang disabilitas.
Penampilan mereka sederhana. Hanya
berupa pertunjukkan semacam teater dengan memerankan lakon masing-masing.
Lewat lakon yang mereka perankan, mereka seolah-olah
"berbicara" pada kita bahwa sampai saat ini penyandang disabilitas masih belum mendapatkan tempat yang setara bahkan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Jujur saja saat itu saya terharu
dan entah kenapa ingin mengenal mereka lebih dekat lagi. Saya seperti menemukan teman baru yang
istimewa.
Penampilan Bengkel Kreasi Gapat di Museum KAA Bandung (dok pribadi)
Ketika pintu tempat istirahat
mereka dibuka, coba tebak apa yang terjadi? Mereka semua tersenyum kepada saya!
Dengan kesan pertama yang ramah tersebut, rasa gugup saya benar-benar hilang.
Saya membalas senyum mereka dengan memperkenalkan diri saya dan menyampaikan
tujuan saya menemui mereka.
Mereka mempersilakan saya duduk.
Sebelum mengajukan beberapa pertanyaan, saya terlebih dahulu memuji penampilan
mereka yang berhasil membuat saya terkesan.
"Ngomong-ngomong kalian
semua ini berasal dari mana ya?" . saya membuka obrolan
"Kami berasal dari Bengkel
Kreasi GaPat". jawab salah satu angota dari mereka dengan ramah.
Kemudian saya bertanya nama mereka
satu persatu dan (maaf) menyandang disabilitas apa. Kang Yayat (32 tahun)
merupakan penyandang disabilitas tuna daksa. Tuna daksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan otot dan struktur tulang
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi,
polio dan lumpuh. Kang yayat sakit polio ketika berumur dua tahun sehingga
menyerang saraf kaki kirinya yang menyebabkan kelumpuhan saraf.
Saya memperhatikan orang disebelah
kang Yayat yang terlihat malu-malu tapi tidak mau diam. Dia adalah Opik (35
tahun). Selanjutanya ada Budi (26 tahun) dan Sarif (24 tahun), dua orang ini terlihat paling pendiam. Kemudian perhatian saya tertuju pada perempuan
satu-satunya diantara mereka. Dia adalah Amelia (24 tahun). Ternyata namanya sama dengan saya! Dia suka sekali
tersenyum dan tertawa selama wawancara berlangsung. Terakhir dan paling muda
diantara mereka adalah Nana (19 tahun).
Opik, Budi, Sarif, Amelia dan Nana
adalah penyandang disabilitas tuna daksa celebral palsy ringan yaitu memiliki
keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih bisa ditingkatkan
melalui terapi.
Saya semakin santai berada
ditengah-tengah mereka. Kesan yang ada dipikiran saya selama ini atau mungkin
kebanyakan orang bahwa mereka sensitif, tidak saya rasakan ketika itu. Saya
justru bersemangat bertanya awal mula didirikannya komunitas mereka.
Bengkel Kreasi GaPat adalah suatu
komunitas remaja dan dewasa yang bersifat ingklusif dan lebih berorientasi
kepada kegiatan kreativitas seni dan budaya. Didirikan pada tanggal 7 Januari
2004. Nama GaPat sendiri menurut kang Yayat merupakan nomer rumah yaitu tiga
dan empat.
Pada awalnya komunitas ini hanya merupakan suatu kelompok bermain dan berkumpul yang berkebutuhan khusus.
Kebetulan Opik, Budi, Sarif, Amelia dan Nana berasal dari sekolah yang sama
yaitu YPAC. Kemudian komunitas ini di fasilitasi oleh Yayasan Sidikara yang
bertempat di Jl. Bbk. Jeruk 1 no 9.
Melihat latar belakang mereka
membuat saya semakin tertarik untuk lebih tau tentang mereka. Dan pernyataan
kang Yayat cukup membuat saya termenung.
"Awal di dirikannya komunitas ini sebenarnya kami semua ingin mandiri dan tidak ketergantungan terutama pada orang tua, karena kami tau suatu saat orang yang ada di dekat kami tidak akan terus selalu bersama-sama kami"
Rasanya saya tidak mau keluar dari ruangan ini. Saya merasa
sedang tidak berbicara pada orang-orang yang berkebutuhan khusus. Mereka semua
menyenangkan dan lucu. Saya dibuat tertawa terus karena sesekali mereka
melontarkan candaan disela-sela obrolan.
Sebagai komunitas yang berorientasi pada seni dan budaya, tentunya mereka sering tampil beberapa acara. Hmmm saya jadi penasaran mereka sudah tampil dimana saja, dan....saya lumayan terkejut ternyata jadwal tampil mereka
cukup padat! Mereka biasanya tampil di acara pementasan maupun event-event.
Kemudian opik menunjukkan sebuah buku kepada saya. Ternyata dia baru
meluncurkan sebuah buku. Sejenak saya merasa malu pada diri sendiri, saya juga
punya cita-cita suatu saat saya bisa meluncurkan buku tapi terkadang sampai
sekarang saya masih malas menulis. Ah saya seperti di “ingatkan” pada cita-cita
saya itu.
Menelusuri latar belakang mereka, aktivitas dan prestasi mereka
membuat saya semakin percaya bahwa Tuhan itu maha adil. Kita semua sebenarnya
diciptakan sama. Lengkap dengan kekurangan dan kelebihan. Hanya karena terlahir
dengan fisik dan mental yang tidak sempurna, tidak menjadikan mereka lantas
berputus asa dan berpangku tangan. Bengkel Kreasi GaPat adalah salah satu
contoh nyata untuk kita bahwa penyandang disabilitas pun dapat memberikan
kontribusi untuk orang lain lewat kreasi mereka.
Hari Disabilitas Internasional (HIPENDIS) yang jatuh setiap
tanggal 3 Desember memiliki makna sendiri bagi penyandang disabilitas. Begitu
juga dengan Bengkel Kreasi GaPat, mereka menjadikan HIPENDIS ini sebagai media
sosialisasi untuk masyarakat bahwa mereka (penyandang disabilitas) juga
memiliki hak yang sama, baik dalam hak pendidikan maupun dalam pembangunan
masyarakat.
Sehubungan dengan Hari Penyandang Disabilitas Internasional, saya ingin sekali mengetahui harapan mereka ke depannya . Harapan mereka
diwakili oleh Kang yayat,
“Perjuangan
dengan rekan-rekan penyandang disabilitas akan terus berjalan. Jangan malu dam
minder bagi penyandang disabilitas. Dan bagi masyarakat, don’t judge cover!
Karena kita sama seperti yang lain”
Foto bersama anggota Bengkel Kreasi GaPat di Museum KAA Bandung (dok pribadi)
Pada akhirnya saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Dapat diberikan kesempatan berbincang dengan Bengkel Kreasi GaPat membuat saya semakin mensyukuri hidup. Secara fisik mereka memiliki keterbatasan, namun saya yakin kekayaan hati mereka dalam menjalani hidup jauh melebihi saya.
Mulai sekarang saya akan melihat mereka, bukan hanya dengan mata…tapi juga dengan hati.