Drama Korea vs Sinetron Indonesia
Hai, saya ngetik tulisan ini sambil nonton drama korea Princess Hours. Drama yang booming banget pada tahun 2006 dan menjadi salah satu drama favorit saya sepanjang masa. Saya nggak akan bahas tentang drama ini, tapi secara garis besar ada hubungannya sama hal yang mau saya tulis.
Saya mulai suka nonton drama korea sekitar tahun 2002, waktu kelas lima SD. Drama korea pertama yang saya tonton adalah My Love Patzzi (Salah satu ost-nya berjudul Sweet Dream masih easy listening sampai sekarang!), kemudian di lanjut Winter Sonata, Endless Love dan lain-lain sampai sekarang. Jaman tahun segitu drama korea belum banyak seliweran di tv. Kalau pun ada, jam tayangnya di atas jam sembilan malam. Dvd bajakannya pun belum banyak di jual. Kalau mau nonton drama korea ya saya harus nyewa di toko rental Dvd, tapi kasetnya original loh (bangga! haha).
Para pemain My Love Patzzi (2002). Gambar di ambil dari sini |
Hal-hal yang membuat saya menjadi big fans dari drama korea adalah dari segi cerita beda dan unik, pemainnya cantik dan ganteng (plus makeup wajah mereka nggak lebay. Kalau masalah operasi plastik saya nggak begitu peduli sih hehe ) dan ini yang membuat saya betah yaitu jumlah episode dari sebuah drama korea itu nggak banyak. Jadi, saya nggak bosen dan inget alur ceritanya.
Dari alasan-alasan itu saya jadi agak susah untuk membandingkannya dengan sinetron Indonesia. Saya jadi inget salah satu dosen saya pernah bertanya : "Mengapa drama korea lebih di kenal di mancanegara di bandingkan dengan sinetron Indonesia?". Beliau melanjutkan : "Karena drama korea memiliki ciri khas yang menunjukkan bahwa itu drama berasal dari Korea". Ada benarnya juga, perhatikan saja pada setiap adegan drama korea, semodern apapun pakaian dan ceritanya, setiap bertemu dengan orang lain mereka akan menundukkan kepala sedikit sembari mengucap salam. Itu baru drama dengan cerita modern, belum lagi drama kolosal yang mengisahkan jaman kerajaan dulu di Korea. Inget dong dengan drama Jewel in the Palace, Dongyi Jewel in the Crown, The Great Queen of Seondeok? beuh, juara!.
The Great Queen of Seondeok. Gambarnya dari sini |
Bagaimana dengan sinetron Indonesia? bukannya menjelek-jelekkan, tapi maaf aja sinetron Indonesia masih belum layak di tonton. Menurut pengamatan saya pribadi, sinetron Indonesia itu cerita awalnya saja yang menarik, tapi kesana-sananya.....blas! Ngawur. Tokoh A yang tadinya udah tobat jadi orang jahat, entah kenapa tiba-tiba berubah lagi jadi orang yang lebih jahat. Belum lagi tar muncul tokoh baru si B, C, D dan lain-lain yang kadang nggak tau apa hubungannya sama si tokoh. Dan yang lebih nggak ngerti (entah apa yang ada di pikiran para sutradara sinetron), semakin laris sinetron itu maka semakin panjanglah episodenya. Padahal ceritanya udah nggak nyambung. Contoh : Tukang Bubur Naik Haji, Emak Ijah apaaa gitu saya lupa. Kenapa harus di paksain sih? huh!
Lebih sedihnya lagi nih ya, masih menurut pengamatan pribadi, beberapa adegan di sinetron Indonesia ini sangat tidak layak untuk di tiru. Masa iya ke sekolah pake sepatu high heels? Lah, situ mau ke sekolah atau mau fashion show? belum lagi dialog, pakaian dan aktingnya kadang niru serial-serial barat. Kenapa nggak khas Indonesia aja sih? kita kan punya budaya sendiri. Ditambah lagi, adegan kekerasan yang nggak di sensor. Seperti, ibu tiri yang menyiksa anaknya sampai babak belur. Meskipun pada akhirnya sang ibu tiri di penjara atau kena azab, tapi tetep aja itu nggak layak di tonton. Apalagi jam tayangnya itu sekitar jam lima sore-delapan malam, yang dimana jam-jam tersebut anak-anak di bawah umur belum pada tidur.
Salah satu sinetron Indonesia. Gambar dari sini |
Akhirnya itu lah yang membuat saya malas menonton sinetron Indonesia dengan segala drama dan akting pemainnya yang berlebihan. Saya lebih rela beli dvd bajakan drama korea atau download drama korea berjam-jam. Selama kualitas sinetron Indonesia belum di perbaiki, rasanya saya akan terus menjadi fans setia drama korea. Dan harusnya para produser dan sutradara sinetron Indonesia belajar dari mereka, jangan bisanya hanya menjiplak saja *eh.
Love.
Amelia Utami
#30hariproduktifmenulis
4 komentar
Iya, sinetron Indonesia makin parah. Sekarang kalau indo sih lebih senang nntn Talk Show atau sitcom.
BalasHapusKorea disana dunia perfilman sangat keras, apalagi 1/3 penduduknya kerja di dunia entertainment makanya mereka kerja keras dan kreatif untuk nembus pasar internasional. :)
Iya sayang banget. Padahal terlepas dari pekerjaan penduduknya, banyak masyarakat Indonesia yang sebenarnya kreatif di bidang perfilman. Entah lah, mungkin karena mengikuti selera pasar atau sponsor hehe :)
BalasHapusDan yang lebih lucunya lagi, waktu di acara infotainment, pas ada acara syukuran perilisan sinetron baru, entah kenapa gua selalu denger para pemainnya berdoa "Semoga sinetron ini episodenya semakin panjang, semakin langgeng, dan bla-bla-bla" -,-" Heran, kenapa berharap episodenya semakin panjang?? emang mau panjang sampek berapa episode bang ?? Dan gua yakin, gak ada orang yang intens ngikuti tu sinetron dr awal sampek tamat, tanpa melewatkan 1eps pu n. Gimana mau intens cb, orang eps aj lbh dr 1000, aplg tu cinta fitri, seingat gua tu sinetron 7th tayangnya baru tamat.
BalasHapusHihihi bener banget khas sinetron indonesia episodenya panjang-panjang sampai bosan liatnya. Ya mirip tukang bubur naik haji lah kalau sekarang.
BalasHapus